SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Kamis, 17 Juni 2010

L's Diary: Eps.97 - Badut yang Menangis

wooper gifEpisode 97: Badut yang Menangis

”Kenapa...” ujarku saat Volta baru saja melangkah. “Kenapa kau khianati kami? Kenapa kau khianati persahabatan kita?”
Mendengar perkataanku itu Volta kemudian menghentikan langkahnya. ”Sudah kubilang bukan,” sahutnya tanpa membalikkan badan ke arahku. ”Sudah kubilang kalau dari awal aku ini bukan bagian dari kalian. Aku ini cuma mata-mata yang bertugas untuk mengamati setiap gerakan kalian demi kepentingan Tim Aqua. Apakah sulit bagimu untuk memahaminya?”
”Ya,” jawabku cepat. ”Aku takkan pernah paham akan hal itu. Kau bicara kalau kau ini mata-mata, tapi tak seperti itu yang kulihat selama ini. Selama perjalanan kita, selama kita bersama di regu G... kau, aku, dan juga Flame... selama itu yang kurasakan kalau kita ini saling membantu dan menolong. Selama itu yang kurasakan kalau hubungan kita ini bahkan seperti saudara sendiri. Kita ini bersahabat!”
Volta terdiam. Dia tampaknya meresapi kata-kataku, namun dia belum juga berbalik ke arahku.
”Kau,” lanjutku, ”kau adalah teman kami, sahabat kami, saudara kami! Tak ingatkah kau apa yang telah kau lakukan padaku dan Flame saat kami tak berdaya di pulau Hitam? Lupakah kau dengan apa yang kau lakukan saat kau menyelamatkan kami berdua di gunung Kanon? Dan, apakah kau lupa dengan pembelaan kami di kota Lilycove?”
Volta masih terdiam. Aku mengamati sosok berjas hitam itu dengan seksama. Sosok yang selama ini menjadi temanku, menjadi sahabatku. Tanpa terasa air mata mulai jatuh menitik di pipiku.
”Apapun... apapun yang telah kau lakukan kepada kami selama ini,” aku meneruskan perkataanku, ”adalah apa yang dilakukan seorang teman, seorang sahabat pada umumnya. Dan itu bukan... itu bukan apa yang dilakukan oleh seorang pengkhianat!”
”DIAM!” tiba-tiba Volta membentak keras. Dia lalu berbalik ke arahku dan memandangku lekat. ”Apapun yang telah terjadi di antara kita, hal itu adalah hal yang tidak bisa aku duga sebelumnya...”
“Apa katamu?”
Volta menarik nafas panjang. Dia lalu berkata, “Aku datang sebagai mata-mata, sebagai musuh kalian, tapi kalian semua... terutama kau dan Flame... kalian menganggapku sebagai teman. Apakah itu tidak menyakitkan?”
Kini ganti aku yang terdiam. Aku tak menyangka akan mendengar kata-kata balasan seperti itu dari Volta.
”Kalian...” sambung Volta, ”terus terang saja... kalian berdua telah membuatku merasa menjadi manusia paling tak tahu diri di dunia ini. Setiap pertemuanku dengan kalian... itu hanya... itu hanya melemahkan tujuan awalku... tujuan awalku untuk menghancurkan Tim Magma sebagaimana yang diperintahkan oleh Paman Archie!
”Kau tahu...” Volta melanjutkan bicaranya. ”Kalian berdua telah membuatku merasa sangat berdosa! Berdosa karena aku telah membohongi kalian, karena aku telah membodohi kalian!”
”Volta....”
”Harusnya... harusnya aku berterima kasih kepada kalian... harusnya aku berterima kasih pada kalian karena untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan sebuah kebahagiaan... sebuah kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.” Volta berhenti bicara. Tangan kanannya menyentuh matanya. Baru kusadari kalau dia menangis. Volta menangis?


”Kalian memberiku sebuah persahabatan... sebuah persahabatan yang sangat indah, kau... dan juga Flame,” Volta bicara lagi. Kini aku bisa melihat air matanya berkilat diterpa sinar bulan sabit yang samar-samar. ”Kalian memberiku persahabatan, sementara apa yang kuberikan pada kalian? Aku memberikan sebuah pengkhianatan! Tak tahukah kau betapa rumitnya aku?”
”Tidak, kau memberi kami kebaikan. Kau membalas persahabatan kami. Karena itu, kami akan sangat senang bila kau mau kembali pada kami dan kembali menjalin persahabatan seperti dulu,” sanggahku kemudian.
”Maafkan aku Lunar,” sahut Volta. ”Tapi aku terjebak dalam dua janji. Sebuah janji yang telah aku sepakati dari awal, mata-mata, dan sebuah janji yang tak pernah aku duga sebelumnya, persahabatan dengan kalian. Aku harus memilih, dan sayangnya aku memilih yang pertama.”
”Kau masih bisa merubah pilihanmu!” sergahku cepat. ”Rebut kembali Orb merah itu dan kembali bersama kami. Kumohon... kembalilah! Apa kau mau membuat Flame menangis? Apa kau mau mengecewakan Flame? Mengecewakan gadis lugu yang begitu percaya dengan persahabatan kita yang sangat suci?”
”Cukup!” bentak Volta. ”Aku tak punya waktu lama berbincang denganmu. Aku selalu mengira hari ini akan datang, tapi aku tak pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Kau bahkan membuatku merasa sangat bersalah. Maafkan aku Lunar... maafkan aku karena telah mengkhianati persahabatan kita. Sampaikan... sampaikan permintaan maafku pada Flame. Katakan pada dia, jangan pernah menangisi kepergianku. Aku terlalu jahat untuk ditangisi. Dan satu hal lagi, berjanjilah padaku... berjanjilah kau akan selalu menjaga dan melindungi Flame. Dia adalah gadis terbaik yang pernah aku temui. Berjanjilah....”
Mungkin itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari Volta karena setelah mengatakan itu, dia kembali berbalik dan perlahan-lahan mulai melangkahkan kakinya menuju ke helikopter. Aku memandangnya dengan sangat sedih. Kupandangi dia terus sampai dia kemudian masuk ke dalam helikopter dan helikopter itu kemudian terbang meninggalkanku seorang diri terbaring tak berdaya.
Cukup lama aku terbaring tak bergerak saat kemudian samar-samar kudengar suara sebuah helikopter. Helikopter itu kemudian mendarat dan seorang wanita bergaun putih keluar dari dalamnya. Wanita berambut merah itu kemudian berlari ke arahku dan menghampiriku. Dia berlutut di sampingku dan memandangku cemas.
”L....” ujarnya lirih.
“Flame,” jawabku. “Maafkan aku... aku, aku tak berhasil membawanya kembali....dan dia... dia sekarang telah pergi...”
Medengar itu, gadis yang tak lain adalah Flame itu kemudian menangis. Aku pun ikut menangis melihatnya. Kami berdua sama-sama menangis, menangisi kepergian sahabat kami, sahabat yang telah mengkhianati persahabatan kami.
Badut, harusnya kau buat kami tertawa, bukannya membuat kami menangis...

Bab XIV: Pengkhianatan Badut
Selesai....


Keterangan Alih Bahasa:
Gelombang Petir - Thunder Wave
Terbang - Fly
Pembaca Pikiran - Mind Reader
Bola Bayangan - Shadow Ball
Daun Pemotong - Razor Leaf
Pukulan Api - Fire Punch
Pukulan Penghancur Batu - Rock Smash
Galian - Dig
Penghancur Bata - Brick Break
Pukulan TerfokusFocus Punch
Sayatan - Slash

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...