“Serahkan Orb Merah…. atau…. aku tak segan-segan melukai Flame!” ancam Volta sembari melirik Flame yang tampak terkulai tak terdaya dalam genggamannya.
“FLAME!!” teriakku panik. Aku tak menyangka Volta benar-benar kehilangan akalnya. Dia sudah sangat menggila… dia sudah sangat kelewatan.
“Lunar, terserah kamu mau berpikir apa…. tapi aku harus mendapatkan Groudon…. aku akan melakukan segala cara, termasuk melukai Flame sekalipun….” kata Volta dengan nada suara mengerikan. “Alakazamku… bisa kuperintahkan untuk merusak pikiran Flame…. kalau kamu masih saja keras kepala tak mau menyerahkan Groudon dan Orb Merah!”
“KAMU YANG KERAS KEPALA VOLTA!!!” bentakku penuh emosi. “Kamu yang harusnya berkaca dan menyadari kalau apa yang kamu lakukan sudah kelewatan!”
“Sekarang cepat lepaskan Flame…. dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!” sambungku marah.
“CIS!” gertak Volta. “Syaratku masih tetap Lunar, serahkan Groudon dan Orb Merah itu…. berikutnya Flame akan kubebaskan! Kamu bisa bahasa Indonesia atau tidak?”
“Jangan mengira aku tak berani melukai Flame,” sambungnya. “Aku bisa melakukan apapun padanya demi mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku bahkan bisa membawanya pergi jauh dari sini dan tak bisa kamu temukan, kalau kamu lebih mementingkan Pokemon itu ketimbang sahabatmu sendiri!”
“Apa belum cukup kuhancurkan kakimu untuk menunjukkan bahwa aku serius dalam perkataanku?” tambah Volta seperti sudah kehabisan akal.
Volta benar. Dia memang sudah sangat serius. Kejahatannya telah menghancurkan kakiku, yang sampai sekarang masih menimbulkan kebencian dalam dadaku…. kekesalan…. amarah…. Bukan tidak mungkin dia bisa melakukan hal yang sama pada Flame. Ambisi telah membutakannya, sehingga rela menyakiti mereka yang pernah menjadi sahabatnya.
Aku terdiam. Aku tak pilihan lain. Bagaimanapun aku tak bisa membiarkan Flame terluka, apalagi di tangan Volta. Sepertinya aku memang harus menyerahkan Groudon dan Orb Merah kepada Volta. Tak kusangka semua perjuanganku akan berakhir seperti ini. Pertarungan yang begitu menguras energi tadi….. nyatanya harus diakhiri seperti ini….
“Lunar…. jangan pikirkan aku….” kata Flame terdengar lemah. “Aku tidak apa-apa… jangan khawatirkan aku. Jangan berikan Groudon itu, dia adalah milikmu yang berharga. Bukankah selama ini kamu selalu bermimpi untuk mendapatkan Groudon? Paman Maxie pasti akan sangat bangga padamu bila melihat Groudon bisa kamu kendalikan.”
“Flame….”
Perempuan berambut merah itu tersenyum. Begitu manis. Sebuah senyuman yang dahulu begitu menenangkanku. Sebuah senyuman yang begitu menyemangatiku. Aku… aku tidak bisa membiarkan senyuman itu terenggut begitu saja karena keeegoisanku.
“Tidak Flame… bukan Groudon yang berharga bagiku… Kamulah yang sangat berarti bagiku… aku tak mau kehilanganmu,” ungkapku begitu berterus terang. Entah kenapa keberanian itu akhirnya muncul di saat-saat seperti ini. Walaupun kutahu….
“Maksudku, aku telah berjanji pada Flint untuk menyelamatkanmu. Maka aku harus… aku harus menepati janjiku. Kebahagiaanmu… adalah kebahagiaanku,” sahutku getir.
“Sudah cukup reuninya? Karena aku harus segera pergi, dengan Pokemon legenda tentunya,” kata Volta tampak tak sabar. “Jadi apa keputusanmu, Lunar?”
“Lunar,” panggil Flame lirih seakan tak memedulikan Volta. Dia memandangku dengan wajah yang begitu tenang, dengan senyuman yang begitu menentramkan… senyuman yang begitu tulus… begitu manis. “Tenanglah Lunar…. kau tak perlu mengkhawatirkanku. Karena bagaimanapun, aku memiliki…. tubuh api….”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...