Servada Chronicles: Magma Season
(bab XI)
Episode 69: Sebuah Taruhan
Maxie tengah mengamati layar monitor besar yang ada di ruangannya. Dia tampak mengamati gambar Pokemon raksasa yang tengah bertarung dengan regu G di dalam gunung Kanon. Saat itulah terdengar ketukan di pintu.
”Siapa?” tanya Maxie.
”Tabitha.”
”Masuklah,” jawab Maxie mempersilakan. Pintu terbuka dan Tabitha masuk ke dalam ruangan. ”Ada apa Tabitha?”
”Ada undangan misterius untuk kita,” jawab Tabitha seraya mengulurkan sebuah amplop berwarna keemasan pada Maxie. Maxie membuka isinya dan segera membacanya. Dia tertegun saat membaca surat tersebut.
”Siapa orang bodoh yang mengirim surat ini?” komentarnya kemudian.
”Mungkin apa yang dikatakannya benar,” tukas Tabitha.
”Tapi Tabitha, kita tidak punya waktu untuk mengurus hal omong kosong seperti ini,” jawab Maxie. ”Kau tahu sendiri bukan kalau pencarian kita terhadap aktivitas purba sedang sibuk-sibuknya. Semua orang memiliki kesibukan disini.”
”Kalau itu terserah tuan Maxie, saya tidak ikut campur.”
Maxie tersenyum sinis. ”Baiklah, kau telah melakukan tugasmu dengan baik. Sekarang lanjutkan tugasmu. Mengenai surat ini, biar nanti kau aku hubungi lagi.”
”Baik!” Tabitha berbalik dan hendak meninggalkan ruangan maxie. Namun dia teringat sesuatu dan kembali berbalik menghadap Maxie.
”Ada apa lagi?” tanya Maxie heran.
”Ada yang ingin saya tanyakan terkait rekaman yang dibawa oleh L,” jawab Tabitha. ”Kalau itu bukan Groudon, lantas Pokemon apa itu?”
”Namanya Heatran, Pokemon kubah lava. Dia tinggal di dalam gunung berapi yang masih aktif. Terakhir kudengar dia ada di pegunungan Stark, namun rupanya dia juga muncul di gunung Kanon,” urai Maxie. ”Dia tidak ada hubungannya dengan Groudon dan misi kita.”
”Begitu ya...” Tabitha tampak kecewa. “Baiklah, saya akan kembali bertugas. Maaf mengganggu Anda.”
“Tunggu Tabitha,” cegah Maxie saat Tabitha telah mencapai pintu. Tabitha berbalik. Maxie lalu melanjutkan, “Sampaikan terima kasihku kepada L dan teman-temannya. Mereka telah bekerja dengan sangat baik. Dengan begini konsentrasi kita tidak terpecah pada keributan di gunung Kanon.”
”Baik, akan saya sampaikan.”
”Satu lagi,” sambung Maxie. ”Aku salut dengan pengorbanan Flame. Anak itu benar-benar mirip dengan ayahnya. Mulai saat ini kita akan menjulukinya dengan sebutan.... Flaming Fairy (peri yang membara).”
*
Satu bulan berlalu semenjak misi di Gunung Kanon. Selama satu bulan itu telah banyak misi yang kami hadapi. Namun ada satu misi misterius yang masih membuatku bertanya-tanya, yaitu misi yang diberikan oleh Maxie kepadaku tak lama setelah kepulangan kami dari gunung Kanon. Maxie tidak bisa memerintahkan regu G secara penuh karena saat itu Flame masih belum sembuh dari luka bakarnya sementara Volta terkena malaria. Karena itulah dia menugaskanku bersama dengan Darko Monsta alias M. Aku dan M memang pergi menjalankan misi, namun entah kenapa ada banyak bagian yang terlupakan oleh kami berdua (baca kisahnya disini). Ah, sudahlah... toh misi itu sudah selesai.
”Woi! Jangan melamun!” tiba-tiba suara Flame membuyarkan lamunanku. Memang saat ini aku sedang melamun di meja kantin. ”Sepertinya kau banyak pikiran ya?” tanyanya.
”Ah, tidak,” jawabku sekenanya. ”Kau mengagetkanku tahu nggak sih?”
”Habisnya, siang-siang begini melamun. Nanti kesambet Banette baru tahu rasa loh!”
”Memangnya di tengah laut begini ada Banette?” aku mencibir. Entah tahu darimana Flame tahu kalau aku takut akan Banette.
”Siapa tahu... dia kan Pokemon hantu.” Flame berhenti bicara. Dia menyodorkan segelas Soda Pop kepadaku. ”Nih, biar nggak melamun lagi,” tawarnya. Dia kemudian meminum Soda Pop miliknya.
”Aku lebih suka lemon water, tapi Soda Pop juga tak masalah. Terima kasih ya.” Aku mulai meminum pemberian Flame itu. ”Kupikir kau sedang mencariku saat ini. Benar bukan?”
Flame mengangguk. ”Ya, nanti setelah waktu makan siang selesai, regu G diminta datang ke ruangan paman Maxie. Katanya ada yang ingin dibicarakan.”
”Apa mungkin ada tugas baru?” tanyaku penasaran.
Flame mengangkat kedua bahunya. “Entahlah, tapi kuharap bukan, karena dari kemarin kita terus- menerus dijejali oleh tugas dan tugas. Sepertinya kita butuh liburan.”
“Aku bertaruh Maxie akan memberikan kita liburan,” selorohku asal.
”Mana mungkin, saat ini kan Tim Magma sedang sibuk-sibuknya. Lagipula aku kenal siapa pamanku, dia tidak pernah mmberikan liburan kepada anak buahnya. Meskipun aku juga berharap demikian, tapi itu sangat mustahil.”
”Tapi itu mungkin saja terjadi,” elakku.
”Bagaimana kalau kita bertaruh?” tantang Flame.
”Oke, siapa takut! Apa yang kau inginkan?” aku balik menantang.
”Kau mentarktirku makan di restoran termahal di Hoenn,” jawab Flame. ”Kalau kau... apa yang kau minta?”
Aku tersenyum. ”Bagaimana kalau.... sebuah ciuman darimu....” jawabku sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirku.
”Apa?” Flame terperangah. Dia tampak tak percaya. ”Kupikir kau lelaki baik-baik, tapi ternyata kau tak ada bedanya dengan si mafia mesum itu.”
”Sudahlah, kau berani tidak?” tantangku tanpa mempedulikan ejekannya.
Flame terdiam. Dia tampak sedang berpikir. ”Baiklah, tapi aku yakin kau takkan mendapatkan apa yang kau inginkan,” jawabnya sambil tersenyum angkuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...