
Aku dan Flame duduk di bawah pohon besar yang ada di alun-alun. Kami duduk sambil menikmati harum manis kami dan juga memandangi orang-orang yang lalu lalang dengan kostum-kostum aneh. Sandslash dan Flareon kami keluarkan untuk ikut menikmati festival ini. Kami memberikan harum manis kepada dua Pokemon itu dan mereka tampak sangat menyukainya.
”Mereka lucu ya?” ujar Flame melihat Sandslash dan Flareon yang bermain bersama sambil mengunyah harum manis mereka.

”Iya, lucu sekali,” jawabku mengiyakan. ”Sayang, ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka.”
”Ya, kau benar,” sahut Flame dengan nada sedih. ”Ini akan jadi pertemuan terakhir mereka, dan pertemuan terakhir kita tentunya.”
”Flame, aku tak menyangka kalau kita akan berpisah setelah ini. Aku tak menyangka kalau ini adalah hari terakhir kita bisa bertemu dan berbincang seperti ini.” Aku menatap Flame, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan terakhir bersamanya. ”Tapi kau harus tahu satu hal Flame, aku bukanlah pengkhianat seperti yang dituduhkan oleh pamanmu. Aku tak mau bila kau menganggapku pergi karena aku adalah seorang pengkhianat.”
”Aku tahu itu L,” sahut Flame. ”Aku yakin kau bukan pengkhianat. Aku tahu siapa kau. Aku mengenalmu sejak aku menungguimu di gunung Chimney waktu itu. Kau orang baik, kau bukan pengkhianat seperti Volta. Aku percaya padamu. Pasti ada seseorang yang ingin agar kau pergi dari Tim Magma.”
”Baguslah kalau kau menganggapku seperti itu,” ujarku pelan. ”Kalau begitu aku bisa pergi dengan tenang, karena sahabat baikku tidak menganggapku sebagai pengkhianat. Terima kasih atas semua kepercayaan dan pembelaanmu padaku. Semua itu tidak akan pernah aku lupakan.”
”L, aku senang bisa bertemu denganmu. Kita sebagai teman harus saling membantu.”
”Ya, semua ini berkat Groudon,” kenangku. ”Groudon yang mempertemukan kita, mempertemukan kita di Tim Magma. Tapi kini Tim Magma telah mengeluarkanku.”
”Kau benar L, Groudon yang mempertemukan kita,” sahut Flame. ”Dan sekarang aku takkan bisa mencarinya lagi bersamamu. Aku pasti akan merindukan saat-saat bertugas denganmu. Saat-saat di gunung Kanon, di gua dasar laut, dan di tempat-tempat lainnya yang pernah kita datangi. Aku, aku masih ingin mencari Groudon bersamamu, demi mengembalikan kedamaian di pulau Cinnabar.”
”Flame, kau harus tahu satu hal,” ujarku kemudian. ”Saat aku kecil, dan saat ayahku pergi meninggalkanku, aku selalu berkata pada teman-temanku kalau aku pernah melihat Groudon, dan itu memang kenyataan. Tapi mereka tidak mempercayaiku. Mereka bilang aku ini pembual. Aku marah dan aku berkelahi dengan mereka. Aku tidak suka dengan mereka. Aku pun menarik diri dari pergaulan dan mengucilkan diri. Aku bermain sendiri, membayangkan seolah aku adalah pemburu Groudon yang hebat dan aku berhasil menangkap Pokemon itu. Kuciptakan duniaku sendiri dengan Groudon, dan sejak itu Groudon selalu mengisi hari-hariku. Tak heran bila kemudian aku terobsesi untuk menangkap Groudon dan mewujudkan semua impianku itu.
”Tapi kusadari kemudian,” aku terus berkisah, ”kusadari kalau aku sebenarnya tidak membutuhkan Groudon. Kusadari bahwa sebenarnya yang kubutuhkan adalah seorang sahabat, seorang sahabat yang mau mendengarkan isi hatiku. Sahabat yang ada di saat aku terkucil, di saat aku sendiri, di saat aku sedih, dan demikian sebaliknya... aku ada di saat dia membutuhkanku. Aku menyadarinya saat bergabung dengan Tim Magma, dan itu saat aku bertemu denganmu dan juga Volta. Kalian berdua membuatku sadar, bahwa selama ini yang aku cari adalah sahabat yang tidak kudapatkan saat aku kecil dulu, saat aku dihina oleh teman-temanku hanya karena impianku.”
”L, aku tahu apa yang kau rasakan,” sahut Flame. ”Aku juga sepertimu, kau tahu itu kan?” aku mengangguk. Flame tersenyum dan melanjutkan, ”Janganlah berhenti untuk mengejar impianmu, sebagaimana kau tak pernah berhenti untuk memimpikannya.”
”Ya, aku takkan pernah berhenti.” Aku memandang Flame erat. Di luar dugaan Flame juga memandangku erat.
”Ehem... maaf mengganggu kalian,” tiba-tiba Courtney muncul. Kami pun terkejut dibuatnya.
”Courtney, kau mengagetkanku,” seru Flame terkejut.
”Maaf Nona Flame, tapi waktu kita sudah habis. Kita harus segera kembali ke Magmarine,” jawab Courtney santai. ”Sepertinya sudah saatnya kau mengucapkan selamat tinggal pada mantan rekanmu itu.”
”Dia akan selalu menjadi rekanku, apapun yang terjadi,” sahut Flame ketus. ”Bisakah kau tinggalkan kami sebentar? Ada sesuatu yang ingin aku katakan pada L.”
”Baiklah, tapi jangan lama ya?” kata Courtney. Flame mengangguk. Courtney kemudian meninggalkan kami berdua.
Kami berdua bangkit berdiri. Inilah saat perpisahan dengan Flame, saat yang tak pernah aku inginkan. Entah mengapa aku tak mau berpisah dengan Flame sekarang ini.
”Flame, aku harus pergi,” ujarku perlahan. ”Tapi sebelumnya aku ingin memberikan sesuatu kepadamu, anggap saja sebagai hadiah ulang tahun dariku.” Aku lalu mengeluarkan sebuah Safari Ball dari sakuku dan memberikannya pada Flame.
”Apa ini?” tanya Flame memperhatikan Safari ball yang kuberikan.
”Itu adalah Sunkern yang kutangkap di Safari Zone saat itu. Aku tadi mengambilnya di Pokemon Center. Aku ingin kau memilikinya. Mungkin inilah kenang-kenangan yang bisa kuberikan padamu,” jawabku menjelaskan. ”Bila kau ingin merubahnya dengan batu matahari, lakukan saja. Dia akan mau, dia tidak akan menolak. Kau tak perlu takut.”

Flame tersenyum dia lalu memandang wajahku dengan lembut. ”Terima kasih L, ini adalah hadiah yang sangat berarti di ulang tahunku ini. Kau sahabat yang baik.”
Aku membalas tersenyum. ”Baiklah, aku akan pergi. Selamat tinggal Flame, sampai jumpa lagi. Senang bisa bertemu denganmu. Sandslash, ayo kita pergi.”
Aku dan Sandslash lalu berbalik dan mulai berjalan meninggalkan Flame saat tiba-tiba...
”Lunar.....”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...