SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Jumat, 16 April 2010

L's Diary: Eps. 60 - Melintasi Padang Ilalang Membara

wooper gifEpisode 60: Melintasi Padang Ilalang Membara


Api ada dimana-mana di padang ilalang itu. Pokemon-pokemon tampak berlarian menyelamatkan diri. Dan kami pun seharusnya menyelamatkan diri mengingat api yang cukup besar dan dapat membahayakan diri kami.

”Badut, sekarang apa yang harus kita lakukan?”

”L, bisakah kau berhenti menanyakan pertanyaan seperti itu padaku?” Badut terlihat kesal. ”Kau pikir aku punya jalan keluar untuk semua masalah?”

”Kalau begitu aku minta maaf,” jawabku meminta maaf.

Badut mendengus kesal. Wajar saja dia bersikap demikian mengingat semua yang telah kami alami sejak dari gunung Kanon. ”Aku sedang berpikir, dan kalau kau punya saran, keluarkan itu. Kita ini tim, kita saling membantu. Tak bisa selamanya hanya bergantung padaku.”

Memang benar kata Badut. Aku memang selalu menanyakan langkah berikutnya pada Badut sejak di gunung Kanon. Tak biasanya aku seperti ini, mungkin hal itu dikarenakan ketakutanku akan firasat buruk dalam misi ini.

”Kita padamkan api,” saranku kemudian.



”Kau punya Pokemon tipe air?” tanya Badut. Aku menggeleng. ”Aku juga akan melakukan hal itu kalau aku punya Pokemon air. Yang kumiliki tipe listrik, api, dan sihir. Sedang kau tipe tanah dan serangga. Pikirkan hal yang lebih bagus.”

Lagi-lagi aku salah bicara. Entahlah, Badut sedang dalam suasana hati yang tidak baik, aku juga begitu. Bagaimanapun aku harus segera membawa Flame ke rumah sakit.

Api terus berkobar dan menjadikan suasana di sekitar kami memanas. Aku kembali memikirkan sebuah rencana dan aku mendapatkan sebuah ide.

”Sandslash, aku memilihmu!” kukeluarkan Sandslash dari pokeball. ”Sandslash, potong semua ilalang ini!” Sandslash segera menuruti perintahku dan memotong ilalang-ilalang yang terbakar. Rumput-rumput tinggi itu pun terjatuh ke tanah dan hasilnya api mulai mengecil.

”Kau jenius juga, L,” puji Badut melihat tindakanku.

”Paling tidak dengan memotong jatuh ilalang-ilalang ini, tingkat apinya akan mengecil dan tidak terlalu besar,” jawabku. ”Tapi ini takkan terlalu efektif karena padang ilalang ini terlalu luas, kita tak bisa memotong semua ilalang disini. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah membuka jalan agar kita bisa pergi ke kota dan memberitahukan pemadam kebakaran untuk menghentikan kebakaran.”

”Hei, kebakaran ini bukan urusan kita, L,” sela Badut. ”Yang harus kita lakukan adalah membawa Flame dan mencari bahan bakar.”

”Badut, kalau kebakaran ini terus dibiarkan bisa menyebar ke daerah lain dan bisa menyebabkan banyak Pokemon terluka,” belaku.

”Terserah! Yang penting sekarang kita segera ke kota.”

Aku kemudian memerintahkan Sandslash untuk memotong ilalang-ilalang tinggi di depan kami untuk membuka jalan setapak sehingga kami bisa melewatinya. Padang ilalang itu begitu luas sehingga butuh waktu lama bagi Sandslash hanya untuk membuat jalan setapak.

Hari sudah mulai gelap saat kami memasuki padang ilalang. Api yang membakar padang ilalang ini seolah menjadi penerang bagi jalan kami, meskipun begitu aku berharap api-api di sekitar kami tak mengenai kami. Bagaimanapun kami sudah cukup berurusan dengan api dan panas di gunung Kanon. Kami harus sebisa mungkin menghindari api mengingat kami sudah kehabisan obat anti luka bakar.

Saat sedang menapak jalan yang dibuat Sandslash, tiba-tiba berhembus angin keras yang membuat padang ilalang penuh api itu berayun ke arah kami. Tiba-tiba saja api besar datang menyerbu ke arah kami.

”Badut, awas!” teriakku memperingatkan. Tapi terlambat, api besar itu telah mengunci kami.

Kami sudah pasrah dengan semua kesialan kami hari ini saat ternyata ada seekor Pokemon bertubuh besar yang menghalangi api itu mengenai kami. Pokemon bersayap itu kemudian terjatuh ke tanah setelah terkena bara api tersebut.



”Tropius itu menyelamatkan kita!” seruku. Pokemon berwarna hijau dan bersayap serta memiliki ’buah’ yang aneh di telinganya itu kukenal sebagai Tropius. Kakakku memiliki seekor Tropius yang dia gunakan untuk bepergian. Selain Tropius, kakakku juga memiliki seekor Pelipper sebagai alat transportasi di lautan. Lho, kok jadi ngomongin kakakku?

”Ucapkan terima kasih padanya dan segera pergi dari sini,” ujar Badut seadanya. Dia terus melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak di tengah ilalang itu.

”Badut, kau tak bisa sedingin itu!” bentakku marah. ”Bagaimanapun dia telah menyelamatkan kita dan kita perlu menolongnya sekarang. Lihatlah dia kesakitan.” Aku menunjuk ke arah Tropius yang merintih kesakitan akibat api tadi.

”Lalu apa yang akan kau lakukan? Mau balas budi dengan menyelamatkannya?”

”Ya!” jawabku mantap. Aku lalu meletakkan Flame perlahan di tanah dan menghampiri Tropius itu. Aku memperhatikan Tropius itu dan menemukan luka bakar pada sayapnya.

”L, kita terlalu banyak masalah hari ini, kuharap kau tak menambah masalah lagi,” komentar Badut tampak kesal melihat tindakanku. ”Biarkan alam bekerja pada Pokemon, dan bila si Tropicana ini akan mati biarkan saja.”

”Namanya Tropius!” jawabku marah. ”Alam memang bekerja, tapi kita ini juga bagian dari alam.” Aku terkejut sendiri. Aku menyangka akan mengatakan hal itu. Kata-kata itu adalah kata-kata ayahku.

Badut terdiam. Dia lalu menatapku tajam. ”Oke, lakukan apa yang mau kau lakukan. Aku juga akan melakukan apa yang akan aku lakukan. Aku pinjam Sandslash milikmu untuk membuka jalan, dan kau... segera bawa Flame ke rumah sakit setelah kau selesai memainkan peranmu sebagai bagian dari alam. Kita bertemu di helikopter nanti dan pastikan Flame baik-baik saja.”

Setelah mengatakan hal itu, Badut beranjak meninggalkanku bersama Sandslash yang masih terus memotong padang ilalang di depannya. Aku memandangnya dari kejauhan hingga dia hilang di antara rerumputan ilalang yang membara di depanku. Aku kemudian menoleh pada Tropius dan memikirkan apa yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkannya. Tropius ini terlalu besar untuk dibawa menyingkir dari padang ilalang yang tengah terbakar ini. Selain itu obat anti luka bakarku pun sudah habis. Mungkin benar kata Badut, aku seharusnya tak menambah masalah lagi. Tapi aku tak tega meninggalkan Tropius ini. Bagaimanapun dia terluka seperti ini karena telah menyelamatkan kami. Tropius itu memandangku sambil merintih pelan. Aku kemudian membelai kepalanya lembut dan tersenyum. "Tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja."

2 komentar:

Anda sopan, Sandslash pun segan...