
Seorang lelaki tampak berjalan mengendap-endap di lorong kapal yang sepi. Semua orang di kapal selam itu memang tengah asyik berpesta sehingga dia yakin takkan ada yang menyadari keberadaannya disana.
Lelaki itu kini telah berada di depan kabin Maxie, sang pemimpin Tim Magma. Cukup lama dia berusaha membuka pintua kabin hingga akhirnya dia berhasil membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.

Lelaki itu lalu mengeluarkan Pokemonnya yang membuat seisi kabin yang gelap itu menjadi terang. Lelaki itu kemudian mencari sesuatu di setiap sudut kabin itu. Dia lalu menemukan sebuah kotak brankas yang terintegrasi dengan dinding. Brankas itu memang terkunci, namun tidak sulit baginya untuk memecahkan kode kunci brankas tersebut.
Pada akhirnya brankas itu terbuka dan sebuah bola kecil berwarna kemerahan seukuran Poke Ball terlihat ada di dalam brankas tersebut. Lelaki itu pun mengambil bola itu perlahan dari dalam brankas.

”Inilah yang aku cari.... inilah Red Orb atau Orb Merah!” bisik lelaki itu penuh kemenangan. ”Semuanya selesai sekarang dan tinggal mengucapkan selamat tinggal pada Tim Magma.”
”Apa yang kau lakukan disini?” tiba-tiba terdengar suara berat yang tak lain adalah Maxie, sang empunya kamar. Maxie menyalakan lampu kabinnya dan kini dia bisa melihat dengan jelas siapa yang menyusup ke dalam kabinnya. ”Badut! Apa yang kau...”
”Electabuzz, gelombang petir!” perintah lelaki yang tak lain adalah Volta alias Badut itu. Electabuzz yang sedari tadi menemaninya langsung mengeluarkan gelombang petir yang mengarah tepat ke arah Maxie. Maxie kemudian terjatuh dan kilatan-kilatan kuning terlihat di sekeliling tubuhnya.
”Badut... ke... kenapa kau...” ujar Maxie terpatah-patah. Dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
”Kau pasti bertanya-tanya, bosku Maxie tersayang,” jawab Volta dengan nada mengejek. ”Selama ini kau selalu mencari mata-mata yang ada di dalam organisasimu ini. Apakah kau tak pernah menemukan kalau akulah mata-mata itu?”
”Kau... kurang ajar...” umpat Maxie lemah. Gelombang petir dari Electabuzz membuatnya tak bisa bergerak karena status lumpuh.
”Sekarang sudah terlambat bagimu untuk menyadari kalau akulah mata-mata itu. Kau lihat, sekarang Orb Merah yang begitu berharga bagimu ini ada di tanganku. Kau dan Tim Magma bukan apa-apa tanpa bola merah ini!”
”Kem...kembalikan itu padaku...” erang Maxie terus berusaha menggerakkan tubuhnya.
”Sudahlah, ikhlaskan saja benda ini padaku. Aku akan menggunakannya dengan baik. Kupikir Tim Aqua sudah mendapatkan Kyogre saat pertukaran itu, namun ternyata aku salah! Kau dan anggotamu telah berbuat curang. Kalau aku mengambil Orb merah ini, dengan demikian Tim Magma sekarang impas dengan Tim Aqua. Tim Aqua tidak mendapatkan Kyogre, maka Tim Magma juga takkan pernah mendapatkan Groudon!”
Usah mengatakan hal itu, Volta kemudian berlari keluar dari kabin itu meninggalkan Maxie seorang diri.
Aku telah selesai membersihkan kemejaku saat kusadari kepalaku terasa agak pusing. Keluar dari toilet aku bermaksud kembali ke kamar untuk mengambil sedikit aspirin. Sesampainya di kabinku, kuambil sedikit aspirin dan bergegas kembali ke pesta.
Aku berjalan di lorong menuju ke ruangan pesta. Saat itu terdengar suara ramai menuju ke arahku. Seorang lelaki yang tak lain adalah Volta berlari ke arahku sementara beberapa orang grunt mengejarnya.
“Minggir kau begundal kecil!” teriak Volta padaku. Aku tak tahu apa yang terjadi tapi Volta berlari ke arahku dan menabrakku keras sehingga aku terjatuh ke lantai. “Sudah kubilang untuk minggir tadi!” terriak Volta lagi. Kini dia berlari terus menuju ke pintu keluar kapal selam.
”L, kau tidak apa-apa?” tanya Tabitha yang baru datang. Dia lalu membantuku berdiri.
”Ada apa Tabitha?” tanyaku tak mengerti.
“Badut... Badut adalah mata-mata Tim Aqua,” jawab Tabitha dengan terengah-engah. “Dia...dia mengambil Orb merah!”
Apa? Volta adalah mata-mata Tim Aqua? Dan lagi, dia mengambil Orb Merah, Orb yang konon bisa membangkitkan Groudon?
”Ti...tidak mungkin,” sahutku tak percaya. ”Kau pasti salah Tabitha... Volta tak seperti itu.”
”Apa kau bilang?” Tabitha tampak terkejut. ”Volta?”
”Ya, itu nama aslinya,” jawabku polos.
”Sial! Harusnya kau katakan itu dari dulu!” bentak Tabitha marah.
”Memangnya kenapa dengan nama itu?” tanyaku tak mengerti.
”Volta adalah nama keluarga Archie, pemimpin Tim Aqua!”
Apa? Jadi Volta benar-benar....
Lelaki itu kini telah berada di depan kabin Maxie, sang pemimpin Tim Magma. Cukup lama dia berusaha membuka pintua kabin hingga akhirnya dia berhasil membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.

Lelaki itu lalu mengeluarkan Pokemonnya yang membuat seisi kabin yang gelap itu menjadi terang. Lelaki itu kemudian mencari sesuatu di setiap sudut kabin itu. Dia lalu menemukan sebuah kotak brankas yang terintegrasi dengan dinding. Brankas itu memang terkunci, namun tidak sulit baginya untuk memecahkan kode kunci brankas tersebut.
Pada akhirnya brankas itu terbuka dan sebuah bola kecil berwarna kemerahan seukuran Poke Ball terlihat ada di dalam brankas tersebut. Lelaki itu pun mengambil bola itu perlahan dari dalam brankas.

”Inilah yang aku cari.... inilah Red Orb atau Orb Merah!” bisik lelaki itu penuh kemenangan. ”Semuanya selesai sekarang dan tinggal mengucapkan selamat tinggal pada Tim Magma.”
”Apa yang kau lakukan disini?” tiba-tiba terdengar suara berat yang tak lain adalah Maxie, sang empunya kamar. Maxie menyalakan lampu kabinnya dan kini dia bisa melihat dengan jelas siapa yang menyusup ke dalam kabinnya. ”Badut! Apa yang kau...”
”Electabuzz, gelombang petir!” perintah lelaki yang tak lain adalah Volta alias Badut itu. Electabuzz yang sedari tadi menemaninya langsung mengeluarkan gelombang petir yang mengarah tepat ke arah Maxie. Maxie kemudian terjatuh dan kilatan-kilatan kuning terlihat di sekeliling tubuhnya.
”Badut... ke... kenapa kau...” ujar Maxie terpatah-patah. Dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
”Kau pasti bertanya-tanya, bosku Maxie tersayang,” jawab Volta dengan nada mengejek. ”Selama ini kau selalu mencari mata-mata yang ada di dalam organisasimu ini. Apakah kau tak pernah menemukan kalau akulah mata-mata itu?”
”Kau... kurang ajar...” umpat Maxie lemah. Gelombang petir dari Electabuzz membuatnya tak bisa bergerak karena status lumpuh.
”Sekarang sudah terlambat bagimu untuk menyadari kalau akulah mata-mata itu. Kau lihat, sekarang Orb Merah yang begitu berharga bagimu ini ada di tanganku. Kau dan Tim Magma bukan apa-apa tanpa bola merah ini!”
”Kem...kembalikan itu padaku...” erang Maxie terus berusaha menggerakkan tubuhnya.
”Sudahlah, ikhlaskan saja benda ini padaku. Aku akan menggunakannya dengan baik. Kupikir Tim Aqua sudah mendapatkan Kyogre saat pertukaran itu, namun ternyata aku salah! Kau dan anggotamu telah berbuat curang. Kalau aku mengambil Orb merah ini, dengan demikian Tim Magma sekarang impas dengan Tim Aqua. Tim Aqua tidak mendapatkan Kyogre, maka Tim Magma juga takkan pernah mendapatkan Groudon!”
Usah mengatakan hal itu, Volta kemudian berlari keluar dari kabin itu meninggalkan Maxie seorang diri.
*
Aku telah selesai membersihkan kemejaku saat kusadari kepalaku terasa agak pusing. Keluar dari toilet aku bermaksud kembali ke kamar untuk mengambil sedikit aspirin. Sesampainya di kabinku, kuambil sedikit aspirin dan bergegas kembali ke pesta.
Aku berjalan di lorong menuju ke ruangan pesta. Saat itu terdengar suara ramai menuju ke arahku. Seorang lelaki yang tak lain adalah Volta berlari ke arahku sementara beberapa orang grunt mengejarnya.
“Minggir kau begundal kecil!” teriak Volta padaku. Aku tak tahu apa yang terjadi tapi Volta berlari ke arahku dan menabrakku keras sehingga aku terjatuh ke lantai. “Sudah kubilang untuk minggir tadi!” terriak Volta lagi. Kini dia berlari terus menuju ke pintu keluar kapal selam.
”L, kau tidak apa-apa?” tanya Tabitha yang baru datang. Dia lalu membantuku berdiri.
”Ada apa Tabitha?” tanyaku tak mengerti.
“Badut... Badut adalah mata-mata Tim Aqua,” jawab Tabitha dengan terengah-engah. “Dia...dia mengambil Orb merah!”
Apa? Volta adalah mata-mata Tim Aqua? Dan lagi, dia mengambil Orb Merah, Orb yang konon bisa membangkitkan Groudon?
”Ti...tidak mungkin,” sahutku tak percaya. ”Kau pasti salah Tabitha... Volta tak seperti itu.”
”Apa kau bilang?” Tabitha tampak terkejut. ”Volta?”
”Ya, itu nama aslinya,” jawabku polos.
”Sial! Harusnya kau katakan itu dari dulu!” bentak Tabitha marah.
”Memangnya kenapa dengan nama itu?” tanyaku tak mengerti.
”Volta adalah nama keluarga Archie, pemimpin Tim Aqua!”
Apa? Jadi Volta benar-benar....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...