
”Kalian harus membayar untuk ini!” ucapku lantang. ”Kembalikan lencana-lencanaku!”
”Oh ya? Kau pikir kami akan memberikannya dengan mudah?” jawab Ter angkuh. ”Hadapi dulu trio Termenung!” Mendadak tiga bocah nakal itu berbaris rapi. ”Me, Nung, keluarkan Pokemon kalian!”
Mendengar perintah itu, Me dan Nung melemparkan PokeBall ke udara dan muncullah dua Ariados. Kini ada dua Ariados di depanku. ”Walaupun Pokemonmu bertipe terbang, kau tidak akan bisa menghadapi dua Ariados sekaligus, Idiot!” Ter melihat ke arahku dan berkata, ”Semua Pokemonmu ada di tanganku, kau tak bisa melawan kami!”
”Kak L, serahkan semua padaku,” bisik Parmin. Aku hanya mengangguk mengingat aku memang tidak memiliki Pokemon saat ini.
”Ariados, jaring listrik!” teriak Me dan Nung bersamaan.


”Hahahaha... dasar Idiot! Kau lihat sendiri kan? Dua Pokemon kami yang lemah terhadap tipe terbang mampu menjatuhkan Fearow hanya dalam satu kali serang saja. Kami ini tak terkalahkan!” seru Ter angkuh. ”Sekarang kalian benar-benar tak memiliki peluang untuk menang!”
”Oh ya? Pikir baik-baik sebelum bicara,” sahutku tegas. ”Kalianlah yang tidak memiliki peluang menang melawan trainer dengan lima lencana, Lunar Servada!” Aku mengatakannya sambil menunjukkan lima lencana yang kumiliki.
”APA? Bagaimana mungkin? Bukankah lencana itu ada di tangan...” Ter panik dan ucapannya terputus saat melihat ke sakunya yang kosong. ”Bagaimana mungkin lencana itu ada di tanganmu sekarang?”
”Karena aku memerintahkan Fearow menggunakan jurus pencuri,” jawab Parmin. ”Aku memang tidak berniat menjatuhkan dua Ariados itu, karena aku tidak pandai dalam pertarungan Pokemon. Aku tidak mau mengambil resiko kalah sehingga kami akan terdesak. Karena itulah aku lebih memilih menggunakan jurus pencuri untuk merebut kembali lencana kak L dan juga....”
”PokeBall milikku!” sambungku lantang. Di tanganku sekarang ada dua buah PokeBall, dan saatnya untuk melakukan pembalasan. ”Keluarlah Guardian, keluarlah Shadow!” aku melemparkan dua PokeBall itu secara bersamaan dan muncullah dua Pokemon pertamaku, Sandslash dan Ninjask yang sangat kuandalkan.
”Oh, tidak...” Ter, Me dan Nung tampak putus asa melihat dua Pokemonku.
”Dian, sayatan! Ninjask, poros udara!” perintahku. Dian pun bergerak dan menyayatkan cakarnya yang tajam pada Ariados milik Me sementara Ninjask bergerak cepat dan menghantam Ariados milik Nung. Kedua Ariados itupun jatuh pingsan.
”Ini tidak mungkin... aku tak percaya,” Ter tampak shock. ”Teman-teman, kita kalah... ayo kita segera lari!”
Ketiga bocah itu lalu berbalik dan langsung berlari cepat. Enak saja, takkan kubiarkan kalian kabur dengan mudahnya!
”Shadow, tembakan senar!” Shadow menembakkan senar-senar halus yang mengelilingi tiga trio Termenung itu, membuat mereka menjadi lambat. ”Dian, giliranmu! Gunakan galian!” Dian lalu menggali tanah dengan cepat dan muncul di bawah trio Termenung, langsung menghantam mereka jatuh. Aku dan Parmin pun berjalan menghampiri tiga bocah sombong yang kini tampak kesakitan itu.
”Ampun Tuan... Ampuni kami,” ujar Ter memohon. Dia terlihat sangat kesakitan karena galian dari Dian tadi.
”Kami mengaku salah Tuan...” sambung Me.
”Tolong jangan sakit kami... kami memang sudah keterlaluan... kami minta maaf,” lanjut Nung mengakhiri ’Pengakuan Dosa’ mereka.
Aku terkikik melihat reaksi tak berdaya mereka. Tiga bocah sombong tadi berubah menjadi bocah lemah tak berdaya hanya dalam hitungan menit, benar-benar memalukan!
”Sekarang kalian lihat, siapa yang tertawa terakhir...” ujarku menyombongkan diri. Entah kenapa aku merasa sangat senang dengan situasi seperti ini, seolah aku seorang pemburu yang berhasil dengan sukses mendapatkan buruannya. Apakah sifatku sewaktu menjadi anggota Tim Magma masih terbawa sampai sekarang?
”Apa yang akan kita lakukan pada mereka, Kak L?” tanya Parmin membuyarkan ingatanku.
”Kau boleh merubah mereka jadi es batu, biar sekalian kita buat es teler,” jawabku sambil mendengus jahat. ”Lakukan apa yang kau suka... bocah-bocah ini pantas untuk diberi pelajaran.”
”Baiklah, kalau Kak L yang meminta,” sahut Parmin. Dia mengeluarkan Poliwhirlnya dan sudah siap memberi perintah. ”Poliwhirl, rubah mereka jadi es...”
”Hentikan!” mendadak sebuah suara menghentikan ucapan Parmin. Aku dan Parmin menoleh ke asal suara dan mendapat sesosok laki-laki berdiri di sana. Wajah lelaki itu tak asing, apalagi dengan ikat kepala warna merahnya. Aku mengenalnya, dia adalah... Darko!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...