
Lydia’s Diary
Setelah pertarungan itu, aku mengajak Lunar dan dua rekannya makan di KFC (Kanto Fried Chicken) yang ada di kota Slateport. Anggap saja sebagai balas budi karena mereka telah jauh-jauh datang untuk mendukungku.

”Ini sebagai ucapan terima kasih karena telah memberikan dukungan padaku saat bertarung tadi.”
”Nyam, rasanya memang lapar setelah berteriak-teriak terus,” komentar Lunar dengan mulut penuh. Dia tampak menyantap ayam ayam (Torchic?) dengan lahap.
”Bilang aja kalau lapar, gak usah cari alasan yang lain,” ledekku.
”Eh Kak, apa Kakak tadi merasakan perasaan aneh saat bertarung melawan wanita bernama L itu?” tanya Lunar sambil meminum lemon waternya cepat. Dia tampak kepedesan.
Perasaan aneh? Jadi Lunar juga merasakannya?
”Perasaan aneh seperti apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
”Ya gini Kak... perasaan seperti pernah mengenal orang itu... seperti pernah dekat dengan orang itu...”
Hmm, Lunar juga merasakannya... ikatan keluarga Servada memang sangat erat, aku tak heran dengan itu.
Aku menggeleng. ”Tidak, aku hanya merasakan aroma pertarungan yang kental, kami sama-sama berusaha untuk menjatuhkan satu sama lain. Mungkin itu hanya perasaanmu saja,” jawabku berbohong. Aku memang sengaja berbohong karena...
”Terima kasih telah merawat adikmu dengan baik, tapi Ibu mau agar kamu tidak mengatakan pertemuan ini padanya.”
”Kenapa?”
”Untuk sementara ini biarkan dia tidak mengenal ibunya, belum waktunya dia bertemu dengan ibu... kamu mengerti, Lydia?”
”Baiklah, kalau itu yang Ibu mau... Tapi Ibu perlu tahu kalau aku dan Lunar sangat merindukan Ibu.”
”Ibu juga merindukan kalian berdua, akan tiba saatnya kita berkumpul bersama. Maafkan ibu bila meninggalkan kalian di saat kalian masih membutuhkan ibu.... ibu harus pergi...”
Ibu memintaku untuk tidak menceritakan hal ini pada Lunar. Entah apa yang ada dalam pikiran Ibu, tapi aku yakin ada sesuatu yang penting mengenai hal ini. Ibu, aku merindukanmu...
”Kak Lydia, kenapa melamun? Ayo ikut makan bersama kami,” celoteh Parmin. Aku tersenyum dan kemudian mulai menyantap makananku, nasi dengan lauk kerang laut (Shellder?).
*
Kami semua telah selesai makan, dan kini sudah berada di luar kafe Slateport. Setelah semua ini, aku berharap segera kembali ke Verdanturf untuk membangun peternakanku lagi dengan bantuan dana dari Ibu, tetapi...
”Setelah ini aku akan kembali ke Verdanturf, kalau kalian sendiri mau kemana?” tanyaku pada Lunar dan dua rekannya.
”Aku akan ke kota Fallarbor bersama Parmin,” jawab Lunar.
”Ke Fallarbor? Untuk apa?” tanyaku heran. ”Jangan bilang kalau kau masih mengincar Groudon...”
Lunar mengangguk. ”Iya, tepat sekali. Saat ini aku sedang menyelidiki gua Terra, kupikir gua itu ada di barat kota Fallarbor.”
”Terserah kamu sajalah,” jawabku menyerah. Aku tak bisa mencegah adikku yang keras kepala. Dia mengejar sesuatu yang tidak pasti, walaupun itu dilakukan untuk sahabatnya. Tapi menangkap Groudon adalah hal yang hampir tidak mungkin, terlebih untuk adikku yang begitu lemah. Buktinya enam bulan yang lalu aku menemukannya pingsan di gerbang kota ini.
”Hai Lunar sayang, kenapa kau terburu-buru? Tak maukah kau menemaniku berlibur menikmati pantai kota ini?” bujuk Spectra kemudian.
”Berlibur?” Lunar terperangah.
”Itu ide yang bagus, kamu harus melakukannya Lunar,” desakku. ”Sekali-kali kalian membutuhkan liburan bersama, apalagi dengan pacarmu, benar begitu kan, Parmin?”
”Iya, Kak Lydia benar!” jawab Parmin. ”Kita kan sudah jauh-jauh kesini, kenapa tidak menikmati pemandangan pantai terlebih dahulu?”
”Tuh kan, semuanya setuju,” sahutku. Terus terang aku tak ingin Lunar membahayakan dirinya sendiri.
”Umm... bagaimana ya...” Lunar tampak bingung dan berpikir. Dia memang terlalu banyak berpikir. ”Baiklah, aku setuju! Ayo kita berlibur!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...