BAB XXVII TENDA PERTARUNGAN

Saat ini aku sedang menemani nona Ester berbelanja di pasar kota Slateport. Dia tampak senang melihat banyak sekali barang-barang yang dijajakan di pasar murah tersebut. Parmin sama saja, dia langsung memborong banyak sekali makanan ikan, seolah-olah itu makanan pokoknya.
”Wah, boneka ini lucu sekali!” seru nona Ester saat melihat boneka Pikachu di salah satu stan. ”Aku ingin membelinya!”

”Kau tidak mau beli apa gitu?” tanya nona Ester mungkin heran melihatku sedari tadi hanya menemaninya saja tanpa membeli sedikit pun barang.
”Tidak ada barang yang ingin aku beli, aku belanja sesuai kebutuhan,” jawabku santai. Aku memang tidak tertarik berbelanja. Aku hanya pergi ke warung atau minimarket terdekat bila membutuhkan sesuatu.
Nona Ester kini asyik menawar. Aku mengamati wajahnya yang hitam manis, benar-benar cantik. Aku merasa sangat beruntung memiliki kekasih seperti nona Ester. Oh, setelah kuamati baik-baik, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.
”Nona Ester, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
”Tanyakan saja,” jawab nona Ester tersenyum simpul.
”Tentang bunga yang ada di telingamu. Kenapa kau suka memakainya?”
”Oh, ini ya?” nona Ester menyentuh bunga merah jambu di telinganya. ”Sejak kecil aku sering bermain di taman bunga liar yang ada gunung Pyre. Aku sering mengumpulkan bunga-bunga, dan suatu hari aku iseng memasang bunga di telingaku. Saat aku pulang ke rumah, nenek mengatakan kalau aku cantik dengan bunga ini, karena itulah sejak saat itu aku memakai kelopak bunga merah muda ini di telingaku. Apa kau setuju dengan nenekku?”
Aku mengangguk. ”Ya, kau begitu cantik dengan bunga itu.”
”Terima kasih Lunar.” Nona Ester tersenyum dan kembali menawar. Akhirnya dia berhasil menawar harga boneka Pikachu dan kemudian membelinya. ”Lihat Lunar sayang, aku mendapatkan boneka ini dengan harga yang murah!” katanya sambil menunjukkan boneka itu padaku.
”Kau ini.... inikan pasar murah, masih saja kau tawar biar lebih murah lagi, kasihan yang jual kan?” gerutuku.
”Tidak apa-apa kok, nona manis ini pantas mendapatkan harga yang pas,” sahut penjual boneka tersenyum ramah.
”Hehehe, yang jual juga gak keberatan kok,” tambah nona Ester sambil nyengir. Dasar nona Ester. Dia lalu menggandeng dan menarik tanganku erat. ”Lunar, ayo kita lihat stan yang lain. Mungkin masih banyak barang yang....” Entah mengapa perkataan nona Ester terputus. Tiba-tiba raut wajah cerianya berubah cemas.
”Ada apa nona Ester?” tanyaku heran dengan perubahan air mukanya.
Nona Ester terdiam. Dia tampak berpikir lalu berkata, ”Lunar, aku harus pergi... ada sesuatu yang harus aku kerjakan.”
”Secepat itukah? Bukankah kau bilang mau melihat stan yang lain?”
”Maaf Lunar, aku melupakan sesuatu dan aku harus segera pergi. Kita bertemu lagi nanti, oke?” jawab nona Ester sambil tersenyum.
”Baiklah, sampai jumpa. Berhati-hatilah,” jawabku.
”Terima kasih sudah mau menemaniku berlibur dan belanja di kota ini, sampai jumpa lagi kekasihku sayang...”
Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan nona Ester. Aku memegang tangannya erat, berharap tidak berpisah darinya. Entah mengapa aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi, dan aku tidak mau berpisah dengannya. Kenapa... kenapa perasaan ini muncul lagi?
Melihat tangannya kupegang erat, nona Ester sepertinya tahu kalau aku tidak merelakan kepergiannya. Dia lalu menyunggingkan seulas senyum dan melepaskan pegangan tangaku dengan lembut. Dia menatapku lembut dan tiba-tiba memeluk tubuhku. Aku terkejut, tak menyangka dia akan memelukku.
”Lunar, aku mencintaimu, terima kasih...” Nona Ester mengecup keningku pelan, lalu melepaskan pelukannya. Dia menatapku sebentar kemudian berbalik dan berlari menjauh. Dia menoleh sebentar, tersenyum padaku, dan kembali berlari pergi.
”Kak L, nona Ester pergi kemana?” tanya Parmin tiba-tiba muncul di depanku.
”Entahlah, aku tidak tahu,” jawabku tanpa memindahkan pandanganku dari nona Ester yang berlari di kejauhan. ”Kemanapun dia pergi, semoga kebaikan selalu menemaninya.” Aku tidak tahu kemana nona Ester akan pergi, tetapi aku berharap dia baik-baik saja.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...