PERINGATAN!!!
EPISODE INI MENGANDUNG MATERI KEKERASAN YANG TIDAK BAIK BAGI ANAK DI BAWAH 13 TAHUN!!!
Episode 194: Pembantaian di Malam Hari
--Not in my diary—
”Aku tidak akan memohon atau menangis di depanmu, karena seorang Elite Four pantang melakukannya!”
Spectra mendongak menatap wajah sosok misterius dan langsung meludahinya. Kini dia melihat wajah sosok itu dan terperanjat... sosok itu tidak memiliki wajah! Hanya kegelapan yang tersembunyi di balik tudung jubah itu.
”Kupikir berasal dari keluarga terhormat membuatmu tahu akan sopan santun, mungkin aku perlu mengajarimu agar kau tahu kalau.... meludah itu tanda kebencian. Perlukah aku mengajarimu?”
”Kaulah yang perlu diberi pelajaran, kau yang bukan manusia dan tak mempunyai perasaan!”
”Pelajaran hanya diberikan pada mereka yang memiliki perasaan. Seperti yang kau bilang, aku tak berperasaan dan itu artinya tak ada pelajaran yang aku butuhkan. Jadi, akulah yang akan memberikannya padamu.”
”Apa... apa yang akan kau lakukan?”
”Aku akan menunjukkan sebuah alasan kenapa aku pantas menjadi yang terkuat. Aku akan menunjukkan kenapa kau seharusnya bergabung denganku. Akan kutunjukkan bahwa kegelapan akan segera muncul dan menguasai segalanya!” Tangan kiri sosok misterius itu lalu bergerak menyentuh dagu Spectra dengan kasar, memaksanya untuk mendongak melihat wajah sosok tersebut. ”Kau tatap wajahku baik-baik, karena aku ingin kau tahu siapa yang membunuhmu... ya, walaupun kau takkan bisa melihat wajahku. Seperti yang kau bilang, aku bukan manusia, aku adalah kegelapan.”
”Apa kau rasakan betapa dinginnya tanganku? Apa kau rasakan betapa dinginnya tatapanku? Kini akan kau rasakan... betapa dinginnya kematian!”
DHUAK!
Tiba-tiba terdengar suara sangat keras bersamaan dengan tubuh Spectra yang terlempar jauh ke belakang. Rupanya sosok misterius melayangkan pukulannya pada wajah Spectra, pukulan yang begitu kuat sehingga mampu melemparkan Spectra sampai jarak sejauh itu.
Spectra meronta di tanah sambil memegangi kepalanya. Dia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Pukulan tadi bukan pukulan manusia, tak ada manusia yang bisa melakukan pukulan sekeras itu. Itu... itu pukulan Pokemon... pukulan bayangan.
Sosok misterius berjalan mendekati Spectra. Tak butuh waktu lama baginya untuk kembali berada tepat di depan Spectra. ”Kau lihat tadi? Betapa kerasnya pukulanku?” tanya sosok itu dingin. ”Itu yang disebut dengan pukulan bayangan, aku mempelajarinya dari si Biru Maut. Menarik bukan?”
Spectra tak bisa menjawab. Pukulan tadi seolah telah melumpuhkan syaraf motoriknya sehingga dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan benar.
”Aku bukan manusia, jadi aku tak peduli walaupun kau seorang wanita. Siapapun yang menentangku, akan kulenyapkan dengan caraku dan aku baru saja memulainya padamu.”
”ARGH!!” teriak Spectra kesakitan. Tiba-tiba saja kaki sosok itu menginjak kepala Spectra dan menahannya, menambahkan rasa sakit yang belum hilang akibat pukulan tadi.
”Akan kubuat kau menyesal telah berani menantangku... kupastikan kau menyesal.” Dengan kasar sosok itu menendang kepala Spectra hingga Spectra kembali terlempar jauh dan menimbulkan suara sangat keras saat tubuhnya menghantam tanah. Kali ini tendangan itu membuat Spectra terkapar pingsan tak sadarkan diri.
”Sampai disitu sajakah ketahananmu?” ejek sosok misterius. Kini dia melayang bergerak menghampiri tubuh Spectra dan mengangkatnya dengan mencekik lehernya. ”Mungkin kau tak sadarkan diri saat ini, tapi aku belum puas. Aku baru akan berhenti bila kau benar-benar mati.”
BUK! BUK!
Tangan kanan sosok itu bergerak cepat memukul perut Spectra berkali-kali. Darah keluar dari mulut Spectra, dan pukulan itu membuat Spectra kembali tersadar. Pandangannya buram, tapi samar-samar dia bisa melihat sosok itu ada di depannya.
”Ke... kenapa... kenapa kau melakukan semua ini?” tanya Spectra lemah. Dia sangat lemah sehingga untuk mengatakannya saja membutuhkan tenaga yang sangat banyak. Tubuhnya terasa sangat sakit akibat serangan bertubi-tubi yang diberikan sosok tersebut. Dia merasa seperti akan mati saja.
”Kau mau tahu kenapa? Itu karena.... aku menyukainya!” bersamaan dengan itu sosok misterius langsung menghantamkan tubuh Spectra ke tanah, menimbulkan suara yang sangat keras dan juga lubang besar di tanah. Sosok itu lalu menginjak kaki Spectra sangat keras hingga terdengar suara jeritan keras menyayat yang seolah membelah malam.
”Sepertinya sudah cukup membuatmu menderita, aku akan langsung membunuhmu sekarang.” Sosok misterius mengarahkan kakinya di atas kepala Spectra, berniat kembali menginjaknya. ”Katakan keinginan terakhirmu, Spectra...”
”Se...se... seseorang.... kumohon.... to... tolong.... tolong aku.....”
Dan sedetik kemudian dua kelopak bunga merah muda yang selama ini menghias telinga Spectra pun terlepas, jatuh ke tanah dengan berlumuran darah...


--Not in my diary—
”Aku tidak akan memohon atau menangis di depanmu, karena seorang Elite Four pantang melakukannya!”
Spectra mendongak menatap wajah sosok misterius dan langsung meludahinya. Kini dia melihat wajah sosok itu dan terperanjat... sosok itu tidak memiliki wajah! Hanya kegelapan yang tersembunyi di balik tudung jubah itu.

”Kaulah yang perlu diberi pelajaran, kau yang bukan manusia dan tak mempunyai perasaan!”
”Pelajaran hanya diberikan pada mereka yang memiliki perasaan. Seperti yang kau bilang, aku tak berperasaan dan itu artinya tak ada pelajaran yang aku butuhkan. Jadi, akulah yang akan memberikannya padamu.”
”Apa... apa yang akan kau lakukan?”
”Aku akan menunjukkan sebuah alasan kenapa aku pantas menjadi yang terkuat. Aku akan menunjukkan kenapa kau seharusnya bergabung denganku. Akan kutunjukkan bahwa kegelapan akan segera muncul dan menguasai segalanya!” Tangan kiri sosok misterius itu lalu bergerak menyentuh dagu Spectra dengan kasar, memaksanya untuk mendongak melihat wajah sosok tersebut. ”Kau tatap wajahku baik-baik, karena aku ingin kau tahu siapa yang membunuhmu... ya, walaupun kau takkan bisa melihat wajahku. Seperti yang kau bilang, aku bukan manusia, aku adalah kegelapan.”
”Apa kau rasakan betapa dinginnya tanganku? Apa kau rasakan betapa dinginnya tatapanku? Kini akan kau rasakan... betapa dinginnya kematian!”
DHUAK!
Tiba-tiba terdengar suara sangat keras bersamaan dengan tubuh Spectra yang terlempar jauh ke belakang. Rupanya sosok misterius melayangkan pukulannya pada wajah Spectra, pukulan yang begitu kuat sehingga mampu melemparkan Spectra sampai jarak sejauh itu.
Spectra meronta di tanah sambil memegangi kepalanya. Dia merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Pukulan tadi bukan pukulan manusia, tak ada manusia yang bisa melakukan pukulan sekeras itu. Itu... itu pukulan Pokemon... pukulan bayangan.
Sosok misterius berjalan mendekati Spectra. Tak butuh waktu lama baginya untuk kembali berada tepat di depan Spectra. ”Kau lihat tadi? Betapa kerasnya pukulanku?” tanya sosok itu dingin. ”Itu yang disebut dengan pukulan bayangan, aku mempelajarinya dari si Biru Maut. Menarik bukan?”
Spectra tak bisa menjawab. Pukulan tadi seolah telah melumpuhkan syaraf motoriknya sehingga dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan benar.
”Aku bukan manusia, jadi aku tak peduli walaupun kau seorang wanita. Siapapun yang menentangku, akan kulenyapkan dengan caraku dan aku baru saja memulainya padamu.”
”ARGH!!” teriak Spectra kesakitan. Tiba-tiba saja kaki sosok itu menginjak kepala Spectra dan menahannya, menambahkan rasa sakit yang belum hilang akibat pukulan tadi.
”Akan kubuat kau menyesal telah berani menantangku... kupastikan kau menyesal.” Dengan kasar sosok itu menendang kepala Spectra hingga Spectra kembali terlempar jauh dan menimbulkan suara sangat keras saat tubuhnya menghantam tanah. Kali ini tendangan itu membuat Spectra terkapar pingsan tak sadarkan diri.
”Sampai disitu sajakah ketahananmu?” ejek sosok misterius. Kini dia melayang bergerak menghampiri tubuh Spectra dan mengangkatnya dengan mencekik lehernya. ”Mungkin kau tak sadarkan diri saat ini, tapi aku belum puas. Aku baru akan berhenti bila kau benar-benar mati.”
BUK! BUK!
Tangan kanan sosok itu bergerak cepat memukul perut Spectra berkali-kali. Darah keluar dari mulut Spectra, dan pukulan itu membuat Spectra kembali tersadar. Pandangannya buram, tapi samar-samar dia bisa melihat sosok itu ada di depannya.
”Ke... kenapa... kenapa kau melakukan semua ini?” tanya Spectra lemah. Dia sangat lemah sehingga untuk mengatakannya saja membutuhkan tenaga yang sangat banyak. Tubuhnya terasa sangat sakit akibat serangan bertubi-tubi yang diberikan sosok tersebut. Dia merasa seperti akan mati saja.
”Kau mau tahu kenapa? Itu karena.... aku menyukainya!” bersamaan dengan itu sosok misterius langsung menghantamkan tubuh Spectra ke tanah, menimbulkan suara yang sangat keras dan juga lubang besar di tanah. Sosok itu lalu menginjak kaki Spectra sangat keras hingga terdengar suara jeritan keras menyayat yang seolah membelah malam.
”Sepertinya sudah cukup membuatmu menderita, aku akan langsung membunuhmu sekarang.” Sosok misterius mengarahkan kakinya di atas kepala Spectra, berniat kembali menginjaknya. ”Katakan keinginan terakhirmu, Spectra...”
”Se...se... seseorang.... kumohon.... to... tolong.... tolong aku.....”
Dan sedetik kemudian dua kelopak bunga merah muda yang selama ini menghias telinga Spectra pun terlepas, jatuh ke tanah dengan berlumuran darah...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...