Servada Chronicles Battle Season-Raid Session
BAB 70: RANGER VS MAFIA PART I
Episode 479: Obrolan Dua Lelaki
Pirang
--Di Battle Frontier --
![]() |
Kira-kira Nanta Paciolo seperti ini. |
Suasana Battle Frontier senja itu
begitu ramai. Suara ledakan, suara teriakan, terdengar di mana-mana. Baik
manusia maupun Pokemon, tampak berbaur campur aduk di sana. Bila dilihat dari
kejauhan, seakan sedang digelar sebuah pesta atau festival di pulau tersebut.
Namun ketika dilihat lebih dekat, yang terlihat begitu mengerikan. Karena bukan
pesta atau festival yang tengah terjadi di sana. Melainkan sebuah peperangan…
antara Pokemon Rangers melawan Mafia Pokemon!
“Akhirnya terjadi juga… peperangan
yang kita harap-harapkan,” ujar lelaki pendek berambut pirang yang tak lain
adalah Nanta Paciolo, pemimpin Mafia Pokemon Johto. Dia tampak melihat dari
balik, jendela lantai tertinggi di Battle Tower.
“Seperti yang kamu inginkan
bukan,” sahut seorang lelaki yang juga berambut pirang, namun lebih tinggi dari
Nanta. Volta.
“Ya,” jawab Nanta menoleh ke arah
Volta yang duduk di belakangnya. “Setidaknya apa yang kuharapkan terjadi bukan?
Sudah sejak lama aku ingin menunjukkan kekuatan kita, yang selama ini selalu
ditekan dengan keberadaan ranger. Bahkan sampai ranger dari masa depan.”
Volta tampak terkejut mendengar
kalimat terakhir Nanta. Namun sejurus kemudian dia tersenyum sinis. “Ranger
dari masa depan ya… apa kamu pikir dia akan datang?” tanyanya kemudian.
“Bukan urusanku kalau dia mau
datang,” jawab Nanta. “Tapi kalau dia datang, kita sudah siap menyambutnya.
Bukankah ada dirimu yang sejauh ini selalu mampu menaklukkan para ranger,
Volta?”
Volta terdiam. Dia lantas bangkit
berdiri dan berbalik membelakangi Nanta. “Jangan bodoh, aku tidak mau terlibat
lebih jauh dengan urusan kalian. Urusanku ya urusanku,” ujarnya ketus.
“Urusanmu? Kamu bahkan gagal
mendapatkan Groudon? Apa lagi yang mau kamu kerjakan selain membantu kami?
Ingat, bagaimanapun darah keluarga kita, keluarga Volatesque mengalir dalam
darahmu. Atau kamu pura-pura lupa?” sergah Nanta terdengar kesal.
“Coba jawab aku sekarang apa yang
akan kamu lakukan? Mencari Si Pincang itu di lautan Hoenn yang luas? Apakah
kedua anak buahmu itu si kribo dan si tomboi itu sudah datang membawa kabar
baik?” tanya Nanta lagi. Dia lalu berjalan ke arah Volta yang terdiam mematung.
“Aku tak mau tahu Volta,” katanya kemudian seraya memegang bahu Volta. “Aku
tahu kamu punya ambisi, aku dan kelompokku juga punya ambisi. Tapi tujuan kita
sama bukan? Lalu apa salahnya kalau kamu sedikit membantu?”
“Singkirkan tanganmu Nanta,” seru
Volta seraya memegang tangan Volta di bahunya dan memindahkannya kasar. “Kamu
tahu kan kalau hubungan kita tidak baik?” sergahnya.
Nanta mendengus. “Ya baiklah,
susah memang kalau harus berdebat dengan dirimu yang keras kepala,” ucapnya
santai. Dia lantas memandang Volta dengan tatapan jahat. “Tapi ingat Volta, aku
masih punya satu kartu mati untukmu. Artinya kamu akan melakukan apapun yang kuperintahkan
untuk membantu Kelompok Paci. Bukan begitu?”
“Apa katamu?” Volta tampak
terperangah.
Nanta tersenyum sinis melihat
reaksi Volta lantas berkata dengan nada mengejek, “Siapa lagi kalau bukan
sahabatmu dari Tim Magma, si cantik itu, yang bisa mengeluarkan api dari
tubuhnya. Siapa namanya? Oh iya… Flame…”
“Jangan macam-macam!” sentak
Volta tiba-tiba. Raut wajahnya terlihat begitu marah.
“Aku bisa melakukan apa saja
padanya bila aku mau,” ujar Nanta santai, tampak tak bergeming dengan sentakan
Volta.
“Kamu tidak akan berani!” ancam
Volta semakin marah.
“Aku berani, tentu saja,” jawab
Nanta tegas. “Kamu ini seperti tidak pernah mengenal saudara sepupumu ini. Aku
bisa melakukan apapun yang aku mau. Itulah kenapa aku yang memimpin keluarga
kita, Volta.”
Volta tercekat. Dia terdiam.
Meski wajahnya tampak datar dan tenang, namun terlihat jelas bahwa Volta
terintimidasi. Dia menghela napas pendek lantas berkata, “Baiklah, aku ikut
perintahmu.” Volta kembali duduk. “Bagaimanapun aku meyakini Lunar bakal datang
ke sini, kesempatanku untuk mendapatkan Groudon.”
“Nah, kamu lihat kan, bagaimana mudah saja bagiku untuk menjinakkanmu,” Nanta berbicara dengan penuh kemenangan. Sementara Volta terdiam, tanpa bisa menjawab apapun. Melihat itu Nanta semakin pongah. “Itulah Volta… itulah kalau kamu jadi penjahatnya setengah-setengah…”
“Nah, kamu lihat kan, bagaimana mudah saja bagiku untuk menjinakkanmu,” Nanta berbicara dengan penuh kemenangan. Sementara Volta terdiam, tanpa bisa menjawab apapun. Melihat itu Nanta semakin pongah. “Itulah Volta… itulah kalau kamu jadi penjahatnya setengah-setengah…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...