SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Minggu, 13 Oktober 2019

Eps. 479: Obrolan Dua Lelaki Pirang

Servada Chronicles Battle Season-Raid Session
BAB 70: RANGER VS MAFIA PART I

Episode 479: Obrolan Dua Lelaki Pirang

--Di Battle Frontier --

Kira-kira Nanta Paciolo seperti ini.
Suasana Battle Frontier senja itu begitu ramai. Suara ledakan, suara teriakan, terdengar di mana-mana. Baik manusia maupun Pokemon, tampak berbaur campur aduk di sana. Bila dilihat dari kejauhan, seakan sedang digelar sebuah pesta atau festival di pulau tersebut. Namun ketika dilihat lebih dekat, yang terlihat begitu mengerikan. Karena bukan pesta atau festival yang tengah terjadi di sana. Melainkan sebuah peperangan… antara Pokemon Rangers melawan Mafia Pokemon!
“Akhirnya terjadi juga… peperangan yang kita harap-harapkan,” ujar lelaki pendek berambut pirang yang tak lain adalah Nanta Paciolo, pemimpin Mafia Pokemon Johto. Dia tampak melihat dari balik, jendela lantai tertinggi di Battle Tower.
“Seperti yang kamu inginkan bukan,” sahut seorang lelaki yang juga berambut pirang, namun lebih tinggi dari Nanta. Volta.
“Ya,” jawab Nanta menoleh ke arah Volta yang duduk di belakangnya. “Setidaknya apa yang kuharapkan terjadi bukan? Sudah sejak lama aku ingin menunjukkan kekuatan kita, yang selama ini selalu ditekan dengan keberadaan ranger. Bahkan sampai ranger dari masa depan.”

Volta tampak terkejut mendengar kalimat terakhir Nanta. Namun sejurus kemudian dia tersenyum sinis. “Ranger dari masa depan ya… apa kamu pikir dia akan datang?” tanyanya kemudian.
“Bukan urusanku kalau dia mau datang,” jawab Nanta. “Tapi kalau dia datang, kita sudah siap menyambutnya. Bukankah ada dirimu yang sejauh ini selalu mampu menaklukkan para ranger, Volta?”
Volta terdiam. Dia lantas bangkit berdiri dan berbalik membelakangi Nanta. “Jangan bodoh, aku tidak mau terlibat lebih jauh dengan urusan kalian. Urusanku ya urusanku,” ujarnya ketus.
“Urusanmu? Kamu bahkan gagal mendapatkan Groudon? Apa lagi yang mau kamu kerjakan selain membantu kami? Ingat, bagaimanapun darah keluarga kita, keluarga Volatesque mengalir dalam darahmu. Atau kamu pura-pura lupa?” sergah Nanta terdengar kesal.
“Coba jawab aku sekarang apa yang akan kamu lakukan? Mencari Si Pincang itu di lautan Hoenn yang luas? Apakah kedua anak buahmu itu si kribo dan si tomboi itu sudah datang membawa kabar baik?” tanya Nanta lagi. Dia lalu berjalan ke arah Volta yang terdiam mematung. “Aku tak mau tahu Volta,” katanya kemudian seraya memegang bahu Volta. “Aku tahu kamu punya ambisi, aku dan kelompokku juga punya ambisi. Tapi tujuan kita sama bukan? Lalu apa salahnya kalau kamu sedikit membantu?”
“Singkirkan tanganmu Nanta,” seru Volta seraya memegang tangan Volta di bahunya dan memindahkannya kasar. “Kamu tahu kan kalau hubungan kita tidak baik?” sergahnya.
Nanta mendengus. “Ya baiklah, susah memang kalau harus berdebat dengan dirimu yang keras kepala,” ucapnya santai. Dia lantas memandang Volta dengan tatapan jahat. “Tapi ingat Volta, aku masih punya satu kartu mati untukmu. Artinya kamu akan melakukan apapun yang kuperintahkan untuk membantu Kelompok Paci. Bukan begitu?”
“Apa katamu?” Volta tampak terperangah.
Nanta tersenyum sinis melihat reaksi Volta lantas berkata dengan nada mengejek, “Siapa lagi kalau bukan sahabatmu dari Tim Magma, si cantik itu, yang bisa mengeluarkan api dari tubuhnya. Siapa namanya? Oh iya… Flame…”
“Jangan macam-macam!” sentak Volta tiba-tiba. Raut wajahnya terlihat begitu marah.
“Aku bisa melakukan apa saja padanya bila aku mau,” ujar Nanta santai, tampak tak bergeming dengan sentakan Volta.
“Kamu tidak akan berani!” ancam Volta semakin marah.
“Aku berani, tentu saja,” jawab Nanta tegas. “Kamu ini seperti tidak pernah mengenal saudara sepupumu ini. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau. Itulah kenapa aku yang memimpin keluarga kita, Volta.”
Volta tercekat. Dia terdiam. Meski wajahnya tampak datar dan tenang, namun terlihat jelas bahwa Volta terintimidasi. Dia menghela napas pendek lantas berkata, “Baiklah, aku ikut perintahmu.” Volta kembali duduk. “Bagaimanapun aku meyakini Lunar bakal datang ke sini, kesempatanku untuk mendapatkan Groudon.”
“Nah, kamu lihat kan, bagaimana mudah saja bagiku untuk menjinakkanmu,” Nanta berbicara dengan penuh kemenangan. Sementara Volta terdiam, tanpa bisa menjawab apapun. Melihat itu Nanta semakin pongah. “Itulah Volta… itulah kalau kamu jadi penjahatnya setengah-setengah…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...