SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Senin, 01 Februari 2010

L's Diary: Eps. 28 - Malam Perayaan Kota Mauville

wooper gifEpisode 28: Malam Perayaan Kota Mauville


Hari perayaan kota Mauville telah tiba. Kami bertiga pun telah bersiap untuk berangkat ke kota Mauville. Tabitha meminjamkan sebuah helikopter kecil kepada kami sebagai alat transportasi. Akhirnya aku bisa menghirup udara bebas dan melihat langit biru untuk pertama kalinya setelah satu bulan lebih berada di dalam gunung Chimney yang panas.

”Baiklah, ini adalah tugas pertama kalian. Semoga kalian berhasil dengan sangat baik menjalankan tugas ini,” ujar Tabitha melepas kepergian kami. ”Ingat, apapun yang terjadi, jangan membuka rahasia Tim Magma. Lebih baik pecah di perut daripada pecah di mulut.”

Kami bertiga mengangguk. ”Tenang saja, kalian takkan salah memilih kami,” sahut Badut percaya diri. ”Kami ini yang terbaik. Benarkan L, Flame?” Badut menoleh pada aku dan Flame. Flame mengangguk tetapi aku terdiam. Aku memikirkan sasaran kami sehingga tak mendengar apa yang dikatakan oleh Badut. ”L? Woi L!” tanya Badut melihatku tengah melamun.

”Ah, iya...iya...” jawabku tersadar.

”Kamu kenapa L?” tanya Flame heran.

”Ah, tidak...tidak apa-apa kok. Aku cuma kurang enak badan,” jawabku berbohong.

”Asalkan hal itu tidak mengganggu tugas pertamamu,” ujar Tabitha. ”Jaga diri kalian. L, Flame, dan badut.” Kami bertiga kembali mengangguk. ”Sekarang, pergilah!”

Usai mendengar itu, kami bertiga masuk ke dalam helikopter. Flame memegang kendali helikopter dan mulai menerbangkannya. Aku terkesima melihatnya mengendalikan helikopter yang kami naiki dengan sangat baik.

”Darimana kau belajar mengendalikan helikopter Flame?” tanyaku heran.

”Oh, ini,” sahut Flame. ”Di pulau Cinnabar, helikopter adalah alat transportasi menuju kota lainnya. Aku terbiasa mengemudikannya disana. Blaine yang mengajarkannya padaku.”

”Pulau Cinnabar? Pulau apa itu?” tanyaku.

”Pulau Cinnabar adalah pulau dengan gunung berapi yang ada di provinsi Kanto. Aku tinggal di pulau itu sebelum bergabung dengan Tim Magma,” jawab Flame.

”Oh....Lalu siapa...”

”L, apa kau tak pernah melihat stiker bertuliskan dilarang berbicara dengan pilot?” potong Badut tiba-tiba. Sepertinya dia kesal melihatku berbicara dengan Flame.

”Oke, baiklah...” sahutku mengalah. Aku pun memutuskan untuk diam. Flame hanya tersenyum melihat perubahan sikapku. Senyumannya benar-benar menyenangkan.

Helikopter terus terbang hingga kami sampai di atas kota Mauville. Kami melihat keadaan kota ini sebelum memutuskan untuk mendarat. Setelah yakin dengan lokasi laboratorium Reever, kami akhirnya mendarat tak jauh dari kota Mauville.

”Flame, kau tunggu disini. Kami akan kembali secepatnya. Pastikan kami berdua aman,” perintah Badut.

”Oke, semoga berhasil.”

Aku dan Badut kemudian melangkah memasuki kota Mauville sambil membawa tas besar berisi perlengkapan penyamaran kami. Kami memutuskan untuk mengamati suasana kota sambil menunggu malam perayaan tiba. Penting bagi kami untuk mengetahui seluk beluk kota ini agar terhindar dari masalah yang bisa saja datang. Setelah memastikan sasaran, kami berdua segera memulai penyamaran.



Malam segera datang. Perayaan kota Mauville pun akhirnya dibuka oleh Watson, seorang tua gemuk yang katanya adalah tetua di kota ini. Peraayan sendiri berlangsung dengan sangat meriah. Sepertinya semua penduduk kota ini keluar dari rumah mereka untuk menghadiri perayaan. Tua, muda, laki, perempuan, bapak, ibu, mas-mas, mbak-mbak, dan anak-anak semuanya hadir di perayaan ini. Kebanyakan dari mereka memakai pakaian tradisional.

Di tepi jalan banyak kami lihat kios-kios kecil terbuat dari kayu yang menawarkan berbagai macam barang dagangan dan juga layanan jasa. Ada yang menjual makanan, minuman, boneka Pokemon, mengadakan lomba, memberikan layanan foto keliling, dan ada juga yang menjual balon yang tak lain adalah aku dan Badut yang kini telah mamakai kostum Pokemon masing-masing. Kostum Sandslash yang aku pakai tampak kebesaran, tapi tak apa-apa....rasanya menyenangkan. Sandslash yang aku keluarkan dari dalam pokeball tampak senang melihatku memakai kostum seperti ini. Pun demikian dengan Badut yang memakai kostum Electabuzz. Electabuzz miliknya sepertinya riang gembira membantunya menjajakan balon untuk anak-anak. Rupanya penampilan kami dan juga penampilan kedua Pokemon kami membuat anak-anak kecil tertarik dan kemudian membeli balon yang kami jual. Bahkan sekarang kami sudah menjual stok balon terakhir dari yang kami bawa.

”Wah, kalau setiap malam seperti ini kita pasti bisa kaya,” celotehku sambil menghitung lembar demi lembar uang yang kami dapatkan.

”Hus, kamu lupa dengan tujuan kita kesini? Kita kesini mau mencuri penelitian, bukan mau berjualan balon,” sentak Badut menanggapi celotehku.

”Oh, iya....aku lupa,” sahutku terkikik sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.



Setelah memastikan bahwa semua orang sedang terlena dalam hingar-bingar perayaan, kami berdua segera memulai aksi utama kami. Kami berjalan mengendap-endap menuju laboratorium Reever. Kami masih memakai kostum Pokemon sebagai kamuflase dan penyelamatan bila nantinya kami kepergok warga. Terus terang saja, aku belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya.

Kami berdua telah sampai di belakang laboratorium Reever. Kami mengamati laboratorium dari lubang ventilasi yang ada. Ternyata masih ada warga kota ini yang tidak tertarik dengan perayaan. Tampak seorang lelaki berjas putih tengah duduk di sebuah kursi sembari menulis sesuatu di meja kerjanya. Susah payah aku berusaha melihat wajah lelaki itu. Tapi tak butuh waktu lama bagiku untuk mengetahui siapa sosok yang masih berjaga di dalam laboratorium itu. Siapa lagi kalau bukan..... Sammon Reever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...