Episode 35: Berangkat ke Pulau Hitam
Aku dan Flame telah mempersiapkan semua peralatan yang sekiranya diperlukan dalam misi penyelamatan ini. Setelah semuanya dirasa lengkap, kami pun segera menuju helikopter yang sama yang kami naiki dalam tugas pertama. Saat masuk ke dalam helikopter itulah kami terkejut karena Badut telah duduk di kursi pilot.
”Kalian pikir kalian bisa meninggalkanku begitu saja?” sapa Badut dingin menyambut kedatangan kami berdua. ”Aku takkan membiarkan kalian asyik bermesraan sementara aku terbakar karena panas di gunung ini.”
Flame tersenyum. ”Terima kasih Badut, terima kasih kau mau ikut bersama kami.”
Badut balas menyunggingkan senyum. ”Tentu saja, takkan ada regu G tanpaku. Karena ini adalah misimu, maka izinkan aku mengantarkanmu kesana,” sahut Badut. ”Tenang saja, aku akan menjadi pilot yang baik.”
Helikopter kami pun mulai lepas landas meninggalkan gunung Chimney. Kami meluncur ke pulau Hitam.
Setelah perjalanan lama melintasi lautan luas yang sangat membosankan, akhirnya kami melihat sebuah pulau yang tampak seperti diselimuti awan hitam pekat. Pantas saja bila pulau itu dijuluki sebagai pulau Hitam. Selain itu entah mengapa aku merasakan aura yang sangat tidak menyenangkan dari pulau ini. Sepertinya sesuatu yang sangat menyedihkan pernah terjadi di pulau yang terbilang cukup besar ini.
”Berdasarkan peta yang diberikan Tabitha, kita telah sampai di atas pulau Hitam. Apa kalian telah siap untuk turun?” tanya Badut menoleh ke arah kami.
”Tentu, sekarang atau tidak sama sekali,” jawabku lantang. Tapi terus terang saja, aku sebenarnya kurang yakin juga untuk turun. Aura di pulau ini sangat mengerikan, membuatku agak ketakutan. Namun masa’ aku akan mundur saat sudah sampai disini? Dan lagi apa kata Flame bila aku menyerah sebelum bertarung? Padahal akulah yang mengusulkan perjalanan ini. Bagaimanapun aku tak punya pilihan, aku memang harus turun. Toh aku punya dua Pokemon untuk melindungi diri dari hal-hal yang tak aku inginkan.
”Kau siap Flame?” tanya Badut pada Flame. Flame mengangguk kecil. Badut tersenyum lalu melanjutkan, ”Baiklah, masing-masing ambil peta penjara ini. Peta penjara ini dibuat oleh seseorang bernama Bluesea saat dia membuat peta pulau ini. Nah, penjara ini hanya dijaga oleh dua orang penjaga di depan. Kedua penjaga ini akan berpatroli sesekali. Kurang jelas juga mengenai profil dua orang penjaga ini, tetapi sebisa mungkin jauhi mereka dan hindari konfrontasi dengan mreka walaupun aku tahu kita ini adalah regu elit.”
Aku dan Flame mengangguk seraya menerima peta yang diberikan oleh Badut. ”Kau tak ikut turun?” tanyaku pada Badut.
Badut menggeleng. ”Tidak, aku tak ikut. Aku akan berjaga di udara. Terlalu beresiko bila mendaratkan helikopter di pulau ini. Lagipula bila kita semua turun, maka peluang selamat akan sangat kecil bila kita tertangkap. Aku akan mengawasi kalian dan akan turun membantu bila kalian terdesak atau dalam bahaya. Jangan lupa gunakan sinyal magma itu bila diperlukan.” Sinyal Magma adalah sebuah alat kecil yang bisa menembakkan suar cahaya ke langit untuk memberitahukan lokasi.
Aku dan Flame kembali mengangguk. ”Baik, kami turun dulu,” kataku memulai misi.
”L, berhati-hatilah dan jaga Flame dengan baik. Aku tak mau sesuatu terjadi pada Flame,” ujar Badut kemudian.
Aku mengangguk mengiyakan. Aku kemudian menurunkan tali tambang dan pelan-pelan meluncur ke daratan pulau Hitam menggunakan tali. Itu. Flame mengikutiku dari atas. Kini kami berdua sudah berada di pulau Hitam.
Aku mengamati pemandangan pulau itu dari dekat. Malam menjadikan kami kesulitan untuk melihat sekeliling, ditambah lagi malam ini bulan sabit. Tapi tak masalah, kami kan membawa senter Magma, senter khusus yang terbuat dari api magma sehingga bisa membiaskan warna merah menyala sebagai penerangan. Kami pun mulai mengikuti arah menuju penjara Pokemon sesuai yang ditunjukkan oleh peta. Agar aman, kami mengeluarkan Pokemon kami dari pokeball untuk ikut berjalan bersama kami. Aku mengeluarkan Sandslash sementara Flame mengeluarkan Mightyena.
Sepanjang perjalanan kami hanya melihat semak belukar yang rimbun dan pepohonan yang tinggi menjulang. Pulau ini benar-benar sepi layaknya pulau tak berpenghuni. Bahkan kami tak melihat keberadaan Pokemon sekalipun kecuali beberapa ekor Rattata yang sepertinya heran melihat kedatangan kami berdua. Rattata itu muncul sekilas sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam semak.
”L, apa kau tak merasa takut?” tanya Flame saat kami baru memasuki hutan. Tampaknya Flame mulai ketakutan.
”Sedikit sih....” jawabku ragu. ”Apa kau takut?” aku balik bertanya. ”Kalau kau takut dan hendak menghentikan rencana ini katakan saja, kita akan kembali ke helikopter.”
”Tidak, kita sudah memulai dan pantang untuk berhenti selesai,” Flame tampak menutupi rasa takutnya. Aku salut padanya. Biarpun dia takut, tapi dia tetap meneruskan rencana ini demi melihat Flareon, Pokemon pertamanya.
Selama perjalanan menyusuri hutan aku terus berdoa agar kami tidak disergap oleh Pokemon liar penghuni hutan, lebih-lebih Pokemon hantu. Terus terang saja, aku sangat takut akan Pokemon hantu. Aku pernah bertemu dengan Banette yang membuatku mimpi buruk saat aku kecil dulu.
”L, lihat itu!” tiba-tiba Flame berteriak membuatku terkejut. “Ada cahaya!”
Aku melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Flame. Cahaya apa itu?


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...