Episode 38: Melarikan Diri dari Pulau Hitam
Ruangan itu cukup luas. Terima kasih pada jurus kilatan cahaya Ninjask yang membuat seisi ruangan menjadi terang. Di tengah ruangan tampak sebuah sel yang mengurung seekor Pokemon berwarna hitam dengan kepala berwarna putih dan dibagian lehernya tampak seperti syal berwarna merah. Lagi-lagi Pokemon yang belum pernah aku lihat atau aku ketahui, batinku saat melihat Pokemon itu. Untunglah Pokemon itu tengah tertidur.
Kubaca tulisan yang ada pada dinding sel tersebut yang bertuliskan kata ”Darkrai”. Darkrai? Apa itu nama Pokemon ini?
”Tidakkkk!!!” Tiba-tiba Flame berteriak keras. Aku menoleh dan melihat Flame tengah memegangi kepalanya tampak kesakitan. Flareon yang dari tadi mendampinginya tampak cemas.
”Flame, kamu kenapa?” tanyaku panik.
”Tidak...tidak...jangan....jangan lakukan itu.... ” Flame meracau tidak jelas. Sepertinya dia mengalami halusinasi.
”Flame! Sadar Flame! Sadarlah!” aku memegang kedua bahu Flame dan mengguncangkan tubuhnya cukup keras.
”Tidak....gunung itu...gunung itu akan meletus...” Flame terus meracau dan itu membuatku semakin panik. Aku harus segera mencari jalan keluar dari penjara ini tapi bagaimana aku bisa berpikir bila Flame sedang kerasukan seperti ini?
”Sandslash, gunakan galian kemana saja!” perintahku pada Sandslash cepat. Aku tak bisa menggunakan akal sehatku untuk memikirkan rencana yang lebih bagus sementara Flame tengah menggila. Sandslash pun menurutinya dan menggali lantai penjara hingga dia masuk ke dalam tanah.
”Tidak...tidak....jangan.....” Flame terus memegangi kepalanya sambil mulutnya meracau tidak jelas. Dia lalu jatuh di lantai dan bergerak-gerak tak karuan. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tak menyangka Flame akan kerasukan atau berhalusinasi atau apalah di saat-saat yang genting seperti ini. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan Flame, tapi yang pasti aku harus membawanya keluar dari penjara yang menyedihkan ini.
Dan yang aku takutkan pun terjadi. Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah dua orang penjaga yang mengejar kami. Saat ini mereka sudah seperti pencabut nyawa saja bagiku.
”Sekarang kalian takkan bisa melarikan diri lagi!” bentak sang penjaga.
Sial! Apa yang harus aku lakukan? Oh, Sandslash...kumohon cepat muncul.....
Kedua penjaga tersebut hendak menangkapku saat mendadak Sandslash muncul dari dalam tanah. Bagus, saatnya melarikan diri! Dengan cepat aku membawa Flame masuk ke dalam lubang galian yang telah dibuat oleh Sandslash. Kedua penjaga penjara sepertinya tak menyangka kalau kami akan kabur menggunakan cara ini.
Dengan susah payah aku membawa Flame keluar dari penjara melalui lubang galian Sandslash. Aku terpaksa menyeret tubuhnya karena dia masih bertingkah aneh dan tak terkendali. Flareon sendiri berjaga di belakang apabila kedua penjaga itu mengejar kami. Dan memang benar kedua penjaga itu tengah mengejar kami.
Akhirnya kami berhasil keluar dari dalam tanah sekaligus dari penjara Pokemon. Flame telah tak sadarkan diri sekarang sehingga aku bisa menggendongnya di punggungku dan berlari menjauhi penjara Pokemon menuju ke tempat dimana helikopter menunggu.
Tubuh Flame memperlambat lariku dan saat aku menoleh ke belakang kulihat dua penjaga itu tengah mengejarku. Aku pun mempercepat lariku agar tak tertangkap kedua penjaga penjara yang aneh tersebut. Apa jadinya bila kami tertangkap?
”Gastly, kutukan!” tiba-tiba kudengar suara keras di belakang kami. Ternyata penjaga itu kembali menggunakan Gastly untuk menyerang kami. Tapi kali ini apa yang dia gunakan....kutukan? Serangan apa itu?
Aku tak tahu serangan apa itu karena kami sama sekali tak mendapat serangan yang berarti. Apa serangan itu gagal? Ah, aku tak memikirkannya lagi. Yang terpenting saat ini aku berusaha melarikan diri sebisaku.
Tapi tiba-tiba aku merasa sesuatu yang berat menusuk jantungku. Dadaku terasa sangat sakit, tapi aku tak tahu apa yang menusukku itu karena itu terasa di dalam tubuhku, bukan dari luar tubuhku. Saat itu aku merasa sebagian jiwaku melayang entah kemana. Meskipun begitu aku tetap berlari dan terus berlari. Aku telah berjanji pada Tabitha dan Badut kalau aku akan menjaga Flame dengan baik. Aku takkan mengingkari janji itu. Flame adalah rekanku, dialah yang selalu membelaku di saat yang lain memusuhiku. Dialah yang telah menyelamatkanku dari hukuman Tim Magma. Sudah seharusnya aku berterima kasih padanya dan bila aku berhasil menjaganya kali ini, kurasa aku akan impas. Entah mengapa ada sesuatu yang lain dari diri Flame yang membuatku terpesona dan merasa seperti terikat dengannya. Entah apa itu....
Aku sudah kehabisan tenaga. Aku merasa jiwaku menghilang menguap ke udara. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, karena seharusnya aku masih memiliki kekuatan untuk mencapai tempat helikopter. Tapi jantungku terus terasa sakit dan rasanya sangat menyakitkan hingga aku seperti kehabisan tenaga. Saat ini aku merasa....merasa akan mati!
Bluk! Tubuhku terjatuh di atas rerumputan sementara tubuh Flame yang kugendong terjatuh tepat di sampingku. Sebelum aku kehilangan kesadaran, kulihat wajah manis Flame yang tak sadarkan diri di sampingku. Wajahnya benar-benar manis, sehingga aku pun rela bila harus mati saat itu juga. Paling tidak aku meninggal dengan wajah manis Flame sebagai hal yang terakhir kulihat.
Flame, mungkin sampai disini aku menjagamu....mungkin sampai disini aku mengucapkan terima kasih padamu......batinku meracau tak jelas. Kugenggam erat telapak tangan Flame, lalu kutekan sinyal Magma sebelum akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Suara yang kudengar terakhir kalinya adalah suara Flareon dan Sandslash yang berusaha melindungi kami. Semoga mereka berhasil melindungi Flame.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...