Episode 40: Teka-teki Perasaan
Aku tersudut di dinding gunung, sementara tiga orang grunt mengepungku. Mereka seperti ingin membunuhku.
”Apa mau kalian?” tanyaku kemudian.
”Sebenarnya aku yang menyuruh mereka, L...” seorang grunt maju ke depanku dia membuka tudungnya dan kemudian....membuka wajahnya?
Bukan... bukan membuka wajahnya... itu Brodie! Dia menyamar menjadi seorang grunt.
”Brodie? Apa maumu?” tanyaku terkejut.
”Mauku? Aku mau menghajarmu!” jawab Brodie kasar. ”Sudah dari dulu aku kesal padamu, maka sekarang aku akan melampiaskannya biar aku puas!”
”Hei, sebenarnya apa salahku padamu?” aku benar-benar tak mengerti dengan yang dibicarakan oleh Brodie. ”Kenapa kau bisa kesal denganku?”
”Pura-pura nanya lagi?” Brodie tertawa, diikuti dua grunt yang dari tadi bersamanya. ”Baiklah, sepertinya aku perlu mengingatkannya kembali. Pertama, kau membuatku terancam bahaya karena kau membuntutiku waktu itu. Dan sekarang, kau mau merebut Flame dariku. Bagaimana aku tidak kesal!”
”Merebut Flame katamu?” tanyaku heran. ”Siapa yang merebut Flame? Dan... apa hubungannya denganmu?”
Brodie mendekatiku dan memegang daguku kasar. Mau tak mau kepalaku pun mendongak ke atas karenanya. ”Flame itu milikku, jadi takkan kubiarkan siapapun mendekati apalagi merebutnya. Kau paham itu?”
”Hei, apa kau menyukai Flame.... aku...aku tak tahu itu.... tapi....tapi aku dan Flame satu tim di regu G, mana mungkin kami tak berdekatan,” aku berusaha membela diri. Aku baru tahu kalau Brodie menyukai Flame. Apa benar Brodie adalah kekasih Flame? Tapi kenapa Flame tidak pernah cerita kalau dia sudah punya kekasih?
”Kau pikir aku tidak tahu apa? Kulihat kau dan Flame begitu akrab... itu apa coba? Kau juga menyukai Flame bukan?” todong Brodie. ”Sebenarnya hubunganmu dengan Flame itu sebatas rekan tim atau lebih sih?”
”Ju...jur...” aku tergagap, apalagi saat ini Brodie memojokkanku seperti ingin menghajarku. ”Aku dan Flame cuma teman saja, tidak lebih...”
”Bohong!” bentak Brodie. ”Takkan kumaafkan orang yang merebut Flame dariku. Sekarang kau akan merasakan nikmatnya bogem mentahku!”
Aku ketakutan, Brodie akan memukulku. Dia telah mengepalkan tangannya dan mengambil posisi untuk memukulku. Tangannya telah melayang menuju wajahku saat tiba-tiba....
”Hentikan sikap konyolmu ini Brodie!” terdengar suara keras Flame di belakang Brodie. Pukulan Brodie pun terhenti di udara. ”Apa yang mau kau lakukan dengan L, Brodie?”
Melihat keberadaan Flame, Brodie terlihat bingung. Kedua grunt yang tadi bersamanya mengepungku sekarang sudah tak tampak. Sepertinya mereka berdua pergi saat menyadari kedatangan Flame.
”Flame? Sejak kapan kau....”
Plak! Perkataan Brodie terputus saat Flame mendadak menampar pipinya.
”Kau keterlaluan Brodie, kau keterlaluan!” Flame marah besar. Matanya memancarkan sinar kebencian. ”Kau tahu yang kau lakukan?”
”Flame, aku hanya....”
”Brodie, aku tegaskan.... aku hanya menganggapmu sebagai kakak, tidak lebih. Aku menganggapmu sebagai kakak sebagaimana aku lakukan pada Tabitha. Tapi kenapa kau selalu meminta lebih dari itu?”
”Flame, aku...”
”Sudahlah, aku tak ada waktu untuk basa-basimu,” lagi-lagi Flame memotong perkataan Brodie. ”Aku kesini bukan untuk mendengarkan penjelasanmu. Aku kesini untuk mencari L. Kudengar dia ada disini.” Flame melihat ke arahku dan memegang tangan kananku. ”L, kemana saja kau? Kita ada tugas yang harus dikerjakan. Ayo cepat ikut aku!”
Flame menarikku meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi dia menoleh ke arah Brodie dan memandangnya sinis. ”Bayangkan kalau Maxie tahu anggota elitnya babak belur dan tidak bisa menjalankan tugas karena ulahmu.” Brodie hanya bisa menatap lemah mendengarnya.
Flame terus menarikku sampai di ruangan Tabitha. Kulihat di dalam ruangan telah menunggu Tabitha dan Badut.
”L, kau kemana saja sih?” tanya Badut saat melihatku.
”L, maaf mengganggu urusanmu, tapi kita ada sesuatu yang harus dikerjakan,” sambut Tabitha.
”Ah, iya. Maaf aku terlambat,” sahutku berbasa-basi. Aku masih belum bisa berpikir jernih setelah perselisihan dengan Brodie tadi.
”Dia tidak akan terlambat kalau Brodie bisa menjaga sikapnya,” kata Flame kemudian.
”Brodie? Ada apa dengan dia?” tanya Tabitha.
”Sudahlah, tak usah dibahas. Bukankah kita ada tugas yang harus dikerjakan?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...