SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Kamis, 01 April 2010

L's Diary: Eps. 59 - Gunung Kanon Meletus

wooper gifEpisode 59: Gunung Kanon Meletus


Kami bertiga sudah berada di luar gunung Kanon sekarang. Tapi itu bukan berarti kami sudah aman sekarang, karena tiba-tiba tanah di bawah kami bergetar sangat keras. Ini gempa bumi, dan itu tandanya.... gunung itu akan meletus!

”Badut, cepat bawa bawa Flame ke helikopter!” teriakku panik. Kakiku tak bisa bergerak akibat terjatuh di sungai lahar tadi dan tentunya aku tak bisa menggendong Flame. Badut mengangguk dan meletakkan Flame di punggungnya setelah sebelumnya memasukkan Kadabra ke dalam pokeball.

”Aku akan kembali!” Badut berkata cepat dan sedetik kemudian dia berlari menggendong Flame ke helikopter yang berada tak jauh dari tempat kami keluar. Aku menunggu dengan cemas mengingat getaran gempa semakin keras. Aku menoleh ke arah gunung Kanon dan kulihat luapan lahar merah membara keluar dari kawah gunung tersebut. Letusan gunung Kanon telah dimulai!

Luapan lahar itu semakin lama semakin banyak dan mulai menuruni kaki gunung hingga kemudian mengaliri desa. Apapun yang dilewatinya langsung hancur meleleh. Memang mengungsi adalah pilihan paling baik untuk saat ini. Tapi bukan itu masalahnya sekarang, masalahnya adalah... kenapa Badut belum juga kembali untuk menolongku?

Aliran lahar itu semakin cepat dan mulai melelehkan pedesaan. Rumah-rumah yang kami lewati sekarang sudah tidak ada lagi. Dan bila Badut belum juga kembali untuk menolongku, maka aku akan bernasib sama dengan rumah-rumah itu.

Gunung Kanon telah meletus. Ratusan bara api keluar dari mulut kawah gunung itu. Untunglah kami telah keluar dari dalam gunung itu karena kalau tidak kami pasti sudah mati sekarang. Asap hitam legam pun berkobar menantang langit, menawarkan bau gas panas beracun. Aku harus cepat pergi sebelum menghirup gas tersebut lebih lama lagi.



Akhirnya kulihat Badut berlari ke arahku. Dia lalu menghampiriku dan menggendongku.

”Maaf L, aku tadi terjatuh saat terjadi gempa,” ujarnya mulai berlari.

”Tak apa-apa, tapi kusarankan kau untuk agak cepat,” sahutku. ”Dan jangan menoleh ke belakang.”

”Memangnya kenapa?” Badut kemudian menoleh ke belakang dan tiba-tiba dia mempercepat langkahnya. Ombak lahar tengah mengejar kami!

”Ngobrol dong!”

”Sudah kubilang agak cepat bukan?”

Kami berdua berpacu dengan lahar yang mengejar kami. Bukan hanya itu, kami juga harus lincah menghindari bola-bola api yang mulai berjatuhan. Ini seperti lomba lari maraton, tapi bedanya bila kami tak mampu memimpin di depan, kami akan mati.

Kami akhirnya tiba di helikopter. Badut meletakkanku di kursi depan samping pilot sementara dia langsung mengambil alih kemudi. Kulihat Flame terbaring tak sadarkan diri di kursi belakang.

”Tak ada waktu untuk mengobrol, kita harus segera pergi dari pulau ini!”

Badut dengan cepat menerbangkan helikopter. Kami kini terbang di atas pulau Merah yang tengah membara. Terlihat jelas suasana letusan gunung Kanon yang mengerikan dari atas helikopter. Asap membumbung memenuhi langit sementara bola-bola api berjatuhan dari kawah gunung Kanon. Tempat helikopter kami mendarat tadi sekarang telah tertupi dengan lautan lahar yang panas. Untunglah kami berhasil pergi tepat waktu.

”Ini,” ujar Badut melemparkan dua botol obat anti bakar padaku. ”Obati luka di kakimu dan setelah itu obati Flame.”

”Ya.” Aku menyemprotkan obat itu ke sekujur kakiku setelah sebelumnya membuka pakaian anti panasku yang terbakar disana-sini. Badut juga telah melepaskan pakaian anti panasnya dan membuangnya begitu saja di udara.

Setelah merasakan efek di kakiku, aku segera berpindah ke kursi belakang. Kubuka pakaian anti panas Flame yang masih tersisa dan mulai mengobati luka bakar di tubuh Flame. Lukanya begitu parah dan obat yang diberikan Badut tidak cukup untuknya. Flame membutuhkan perawatan yang intensif. Kulihat dia tampak kesakitan dan aku tak tega melihatnya seperti ini.

”Badut, kita harus ke rumah sakit untuk mengobati Flame. Lukanya bisa saja semakin parah.”

”Kau pikir aku ini mau kemana? Rekreasi?”

Aku memandang keluar. Kami masih ada di atas lautan luas. Setelah ini kami akan langsung kembali ke Hoenn, kembali ke Continent Magmarine. Tapi mampukah Flame bertahan selama perjalanan ini?

Flame, bertahanlah.... batinku sedih. Aku memang sudah mendapat firasat buruk mengenai misi ini, dan hal itu menjadi kenyataan sekarang. Flame sekarat, dan kami harus segera mengobatinya.

”L, kita kehabisan bahan bakar,” kata Badut tiba-tiba. ”Kita akan mendarat untuk mengisi bensin.”

”Oh, kenapa hari kita bisa begitu berat? Ini pasti akan memakan waktu,” keluhku. ”Baiklah, kota apa yang terdekat dari posisi kita saat ini? Kuharap kita bisa menemukan rumah sakit disana.”

”Kita di pantai utara Hoenn sekarang. Kota yang paling dekat adalah kota Fortree, namun bahan bakar kita tak memungkinkan kita untuk mencapai kota itu. Kita mungkin hanya akan mencapai wilayah di dekat kota itu saja,” jelas Badut.

”Tak apa, kita akan turun dan pergi ke kota itu. Kakiku sudah membaik sekarang dan aku bisa membawa Flame ke rumah sakit sementara kau mencarikan bahan bakar untuk helikopter kita. Bagaimana?”

”Itu juga tak apa-apa,” jawab Badut. ”Aku akan melaporkan hal ini pada Tabitha.”

Tak lama kemudian kami mendaratkan helikopter di daratan yang penuh dengan ilalang. Kami turun dari helikopter dan bergegas menuju kota. Tapi belum jauh melangkah, tampak kobaran api besar menghadang kami. Rupanya padang ilalang di depan kami tengah terbakar hebat.

”Sial! Sepertinya ini bukan hari keberuntungan kita....Kenapa hari ini kita bisa begitu sial?” umpat Badut kesal.


Bab IX: Gunung Kanon

Selesai....

Keterangan alih bahasa

Semburan api - Flamethrower

Badai Magma - Magma Storm

Lava Plume

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...