SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Kamis, 01 April 2010

L's Diary: Eps. 58 - Melarikan Diri dari Gunung Kanon

wooper gifEpisode 58: Melarikan Diri dari Gunung Kanon


”L, cepat! Sebelah sini!” teriak Badut. Kami berdua bergerak melewati hujan lahar yang menjebak kami dan berhasil menghindar dari ombak lahar itu. Badut memimpin di depan sementara aku menggendong Flame yang tak sadarkan diri. Semoga Flame baik-baik saja, batinku.

Kami berhasil melewati badai magma yang menjebak kami, namun Pokemon itu rupanya masih mengejar. Pokemon itu beberapa kali menyemburkan api yang cukup besar ke arah kami. Beruntung kami bisa menghindari serangan itu. Magmar milik Badut sangat membantu mengalihkan perhatian Pokemon itu.

Flame, bertahanlah....

”Badut, lakukan sesuatu!” teriakku panik.

”Iya,” jawab Badut. ”Aku akan melakukan teleport, tapi tidak disini. Terlalu beresiko. Kita cari dulu tempat yang aman.”

”Gunung ini akan meledak! Kau takkan pernah menemukan tempat yang aman dimanapun!”



Memang benar gunung itu akan segera meletus. Bola-bola lahar mulai beterbangan dimana-mana, ditambah lagi semburan lahar yang mengganas dan sungai lahar yang mulai meluap naik menelan tanah yang ada di sekitarnya. Tanah tempat kami berpijak tadi bahkan sekarang sama sekali tak terlihat. Lama-lama sungai lahar itu akan segera berubah menjadi lautan lahar panas yang siap melelehkan tubuh kami. Hal ini diperburuk dengan keberadaan Pokemon misterius yang mengejar kami. Beruntung Pokemon itu sekarang tak lagi terlihat mengejar kami.

”Kau benar L, aku tak menemukan tempat yang aman dimanapun. Magmar, terima kasih atas bantuanmu. Sekarang kembalilah!” Badut lalu mengembalikan Magmar ke dalam pokeball dan kemudian melemparkan pokeball dan Abra langsung keluar dari dalamnya. ”L, cepat pegang Abra!”

Aku berlari mengejar Badut. Tubuh Flame menjadikanku lebih lambat dari Badut dan aku harus berusaha keras untuk mengejarnya. Aku hampir saja tiba di tempat Badut dan Abra menunggu ketika tiba-tiba tanah di depanku tenggelam terendam lahar.

”Oh, tidak!” teriakku panik. Lahar itu segera merendam tanah di depanku dan perlahan menjalar merendam tanah tempatku berpijak. Aku kini berdiri tak bergerak menunggu sungai lahar itu merendam kakiku.

”L, cepat lompat!”

Aku sangsi untuk melakukan lompatan. Mustahil bagiku untuk bisa melompat dengan tubuh Flame di punggungku. Bila aku gagal, maka kami berdua akan jatuh tenggelam ke sungai lahar yang mendidih itu.

”L, ayolah!”

”Kau takkan mengatakan hal itu kalau berada dalam posisiku!”

”Kau tak punya pilihan!”

Badut benar, aku tak punya pilihan. Kalau aku tak melompat sekarang, maka lahar akan segera menelan kami berdua mentah-mentah.. Akhirnya aku pun melompat ke tanah yang ada di seberangku. Namun sayang lompatanku tak terlalu jauh sehingga aku terjatuh dan kakiku masuk ke dalam sungai lahar. Aku menjerit sejadi-jadinya merasakan panas yang sangat itu. Beruntung tubuh Flame masih berada di punggungku dan tidak kenapa-napa.

”Badut, cepat ambil Flame!”

Badut bergerak cepat menghampiriku dan mengangkat tubuh Flame dari punggungku. Setelah meletakkan Flame di tempat yang aman, dia membantku bangkit. Aku langsung memegang kakiku yang kesakitan. Celana anti panasku bahkan telah terbakar akibat masuk ke dalam sungai lahar. Sisanya melekat pada kakiku dan menimbulkan rasa sakit yang sangat.

”L, kau tidak apa-apa?”

”Kurasa aku tak bisa menggerakkan kakiku,” jawabku sambil meringis kesakitan.

”Cepatlah pegang Abra. Kita akan pergi dari sini.” Baru saja Badut berkata seperti itu, sebuah bola api kecil melayang dan mengenai Abra. Abra kemudian terjatuh tak sadarkan diri. ”Oh, tidak... Abra! Abra pingsan!”

”Bagus, dan sekarang kita terjebak di dalam gunung berapi yang akan segera meletus ini,” sahutku pasrah. Tampaknya gunung ini tak mengizinkan kami untuk pergi. Dan itu berarti gunung ini akan menjadi kuburan kami. Tak adakah jalan lain?

”Sial! Kenapa pada saat seperti ini?” Badut tampak gusar. Dia lalu mengguncang-guncangkan tubuh Abra keras. “Abra, bangunlah! Apa kau mau membiarkanku mati disini begitu saja?”

“Kau membuang waktumu percuma Badut,” ujarku melihat tindakannya. “Kau takkan bisa membangunkannya kecuali kamu memiliki obat pembangkit.”

“Ayolah Abra... bantu aku sekali ini saja....” Badut tampaknya tak mendengarkanku. Dia masih saja mengguncang-guncangkan tubuh Abra. “Abra, kumohon... bangunlah dan bawa kami keluar....”

Badut berhenti mengguncang Abra. Tampaknya dia sudah menyerah. Saat itulah keajaiban datang. Tiba-tiba Abra mengeluarkan sinar menyilaukan dan dia kemudian.....berevolusi menjadi Kadabra!

“Abra berevolusi menjadi Kadabra!” teriak Badut girang. Tapi sekarang bukan waktunya untuk senang. Abra kecil milik Badut telah berubah menjadi lebih besar, namun dia masih saja pingsan. Aku baru tahu kalau Pokemon bisa berevolusi saat mereka sedang pingsan..

”Badut, awas!” sebuah bola api kecil kembali melayang dan kali ini menuju ke arah Badut. Badut segera menghindar setelah mendengar peringatanku. Tapi tidak Kadabra. Bola api itu mengenainya dan membakar ekor Kadabra. Tiba-tiba saja Kadabra terbangun dan berlari tunggang-langgang kesana-kemari sambil memegangi ekornya yang terbakar.



”Cape deh... ”celetukku melihat tingkah konyol Kadabra itu.

Badut sendiri tampak menggaruk-garuk kepala melihat tingkah Pokemonnya itu. Dia lalu menjulurkan kakinya menjegal Kadabra. Kadabra tersandung kaki Badut dan kemudian terjatuh. Badut menghampiri Kadabra dan kemudian.....

”WOI! BURUAN BAWA KAMI SEMUA KELUAR DARI SINI!”

Kadabra bangun, memegang tangan Badut dan tanganku, sementara aku memegang tangan Flame. Dan kemudian sebuah cahaya mengirim kami pergi dari dalam perut gunung Kanon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...