SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Kamis, 01 April 2010

L's Diary: Eps.57 - Groudon atau bukan?

wooper gifEpisode 57: Groudon atau bukan?


”Kalian tetaplah tenang,” ujar Badut menenangkan. Kami semua memang terkejut melihat Pokemon yang dikelilingi semburan lahar panas itu. Kami tak tahu apa yang kami hadapi, wajar bila kami mulai ketakutan dan Badut menenangkan kami. ”L, sebaiknya mulailah merekam.”

”Baik.” aku mengeluarkan sebuah kamera dan mulai membidik Pokemon tersebut. Kulihat Pokemon itu berdiri dengan keempat kakinya. Kepalanya berwarna putih mengkilat dan kukira kepalanya terbuat dari besi, sementara tubuh Pokemon itu berwarna kemerah-merahan mirip dengan warna lahar yang mendidih. Benar-benar kamuflase yang hebat.

”L, awas!” aku baru saja menemukan sudut bidikan yang bagus saat tiba-tiba Flame mendorong tubuhku. Kami berdua kemudian terjatuh ke tanah. Rupanya Flame menyelamatkanku dari serangan api Pokemon tersebut.

”Sial!” umpat Badut keras. Dia terlihat panik. Aku menoleh dan melihat apa yang membuat Badut panik. Rupanya Pokemon itu mulai melakukan serangan. Dan serangan pertamanya adalah sapuan lava! ”Kalian semua menyingkir!”

Lava panas melayang mengarah ke arah kami. Aku dan Flame terlambat bergerak dan sudah pasrah dengan apa yang terjadi. Namun tak terjadi apa-apa. Aku menoleh. Rupanya Magmar milik Badut menahan serangan itu.

Flame bangkit berdiri dan kemudian mengeluarkan Flareon miliknya. Flareon ikut menahan serangan Pokemon itu.

”Sandslash, bantu mereka!” aku melemparkan pokeballku dan kemudian Sandslash muncul di hadapan kami. Mungkin Sandslash bukan tipe api, tapi dia sudah terbiasa berada di tempat yang panas.

”Kita takkan bisa menahan Pokemon ini lebih lama lagi,” geram Badut. ”L, selesaikan rekamanmu dan kita akan segera keluar dari sini.”

Mendengar itu aku pun kembali merekam pergerakan Pokemon itu. Pokemon itu mulai bergerak dengan tak beraturan. Kusadari dia bergerak menuju ke arah kami!



”Aku sudah selesai!” teriakku setelah merasa cukup mengambil gambar. ”Kita pergi sekarang!”

Kami bertiga, serta Pokemon kami kemudian berlari menjauhi amukan Pokemon misterius itu. Tapi tampaknya Pokemon itu telah mengincar kami dan tak membiarkan kami lari.

Pokemon itu mengeluarkan suara keras diikuti hujan lahar yang beterbangan dari berbagai arah. Kami bertiga berusaha menghindari tetesan-tetesan lahar panas yang mengarah ke arah kami, tapi terlambat. Kami telah terjebak dalam badai Magma dan kumpulan cairan panas itu siap membakar tubuh kami.

”Sekarang bagaimana?” tanyaku mulai panik. Cairan magma telah menyentuh bajuku dan tak lama lagi baju anti panasku akan terbakar. Tetesan-tetesan lahar itu pun mulai terasa panas membakar tubuhku. Kulihat Sandslash berusaha keras menahan gumpalan-gumpalan lahar itu agar tak mengenai tubuhku. Hal yang sama juga dilakukan oleh Flareon dan Magmar pada pelatih mereka. Tapi Sandslash tak bisa menahan lebih lama. Dia terlihat kesakitan. Aku tak tega membiarkannya berkorban lebih lama dan mengembalikannya ke dalam pokeball. Flame melakukan hal yang sama sementara Magmar milik Badut tetap bertahan menangkis semua hujan lahar yang menerpa kami

”Kita terjebak sekarang, dan semoga pakaian anti panas ini bisa bertahan lebih lama dari yang kita harapkan.”

”Aku... aku takut...” ujar Flame ketakutan. Wajahnya benar-benar terlihat ketakutan. ”Kita...kita akan mati...”

”Tidak Flame, kita tidak akan mati,” aku mencoba menenangkan Flame. Ketakutan Flame membuatku hilang konsentrasi sehingga tak menyadari api yang cukup besar datang menerjangku. Aku terjatuh dan pakaian anti panasku mulai terbakar.

”L!” jerit Flame.

“L, kau tak apa-apa?” Badut menghampiriku. Aku meringis kesakitan. Semburan api itu begitu panas dan aku bisa merasakannya membakar tubuhku sekarang. Panas sekali.

”L! Badut!” Flame kembali menjerit. Aku dan Badut menoleh. Sebuah gumpalan lahar besar melayang ke arah kami dan....

”ARGH!” Flame terhempas ke tanah. Rupanya dia menahan gumpalan lahar itu dengan tubuhnya sendiri. Kini dia terbaring di tanah dengan cairan lahar menyelimuti tubuhnya.

”FLAME!!!” Aku berteriak sangat kencang dan segera bangkit berlari mendekati Flame. Rasa panas masih menyengatku, tapi aku berusaha keras menahannya sekarang. Flame dalam bahaya!

”Apa yang kau lakukan?” tanya Badut melihatku menyingkirkan lahar panas dari tubuh Flame yang tak sadarkan diri. ”Kau akan membakar tanganmu sendiri.”

”Aku tak peduli,” jawabku tanpa menghentikan apa yang aku lakukan. ”Hanya ini yang bisa kulakukan saat ini untuk menyelamatkannya.”

”L....”

Aku terus menyingkirkan cairan lahar di tubuh Flame dengan tanganku hingga tanpa kusadari sarung tangan anti panasku telah habis terbakar. Aku pun merasakan panas yang sangat pada kedua tanganku dan berhenti menyingkirkan lahar dari tubuh Flame.

”L, kau tidak apa-apa?”

”Aku... aku tidak apa-apa..... tapi Flame...”

”Biar aku yang melanjutkan.” Badut mendekati tubuh Flame dan mulai menyingkirkan cairan lahar dari tubuh Flame. Dengan susah payah akhirnya Badut berhasil menyingkirkan semua lahar itu dari tubuh Flame. Setelah semua lahar itu tersingkir dari tubuh Flame, kulihat pakaian anti panas Flame mulai terkikis menyisakan seragam Tim Magma yang dipakainya. Kulihat tubuh Flame menghitam dan kulitnya terkelupas akibat luka bakar. Aku takut keadaannya akan semakin parah.

Ketakutanku bertambah saat tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat keras. Aku dan Badut menoleh ke asal suara itu dan melihat luapan lahar yang bergerak cepat ke arah kami. Sebuah tsunami lahar!

”Badut, kita harus segera pergi dari sini!” teriakku histeris. ”Kita harus segera pergi dari sini atau kita semua akan mati!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...