
Ragu-ragu aku memasuki bangunan tua namun bersih dan rapi itu. Di dalamnya tampak tersusun empat sampai enam meja makan, dengan sebuah meja bar panjang di sisi lain. Sebuah televisi tergantung di dekat langit-langit di atas meja panjang itu. Ruangan besar itu begitu sepi, sepertinya tak ada orang di dalamnya.
“Halo... Apa ada orang disini?” tanyaku setengah berteriak. Tak ada jawaban, namun tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki dari lantai atas. Langkah kaki itu semakin terdengar dan secara reflek aku menoleh pada tangga di sudut ruangan, asal dari suara derap kaki itu. Seseorang lalu terlihat menuruni tangga dan melangkah mendekatiku. Dia seorang wanita berambut panjang warna biru kehijauan atau hijau kebiruan, entahlah... campuran warna hijau dan biru.

“Melona Bluesea?” tanyaku mengulang nama wanita itu. “Apa kita pernah bertemu?”
“Umm, apa saya mengenal Anda?” wanita bernama Melona itu balik bertanya.
“Namaku Lunar Servada, aku berencana menginap disini untuk berlibur di kota Pasifidlog,” jawabku cepat. “Aku hanya merasa pernah bertemu dengan nona Melona, tapi aku lupa.”
“Lunar Servada? Umm...” Melona tampak berpikir sambil memandangi wajahku, sepertinya dia berusaha mengingat. “Iya... ya... saya juga merasa pernah melihat wajah Anda, Tuan Lunar...” katanya kemudian. “Tunggu dulu! Nama Anda Lunar Servada?” aku mengangguk. “Ya, aku ingat sekarang,” katanya sambil menepukkan kepalan tangan kanannya pada telapak tangan kirinya. “Anda adalah si Pincang dari kota Verdanturf! Saya melihatnya di televisi, di liga Pokemon Ever Grande!” seru Melona girang. “Suatu kehormatan bisa bertemu langsung dengan Anda!”
“Oh, iyakah?” tanyaku sambil menggaruk kepala. Well, aku lupa kalau liga Pokemon disiarkan di televisi, dan pastinya orang-orang mengenalku sebagai si Pincang dari Verdanturf, tapi bukan itu maksudku... sepertinya aku pernah bertemu dengan wanita berambut biru kehijauan ini di suatu tempat jauh sebelum liga Pokemon...
“Silakan duduk,” Melona menarik sebuah kursi dan mempersilakanku untuk duduk. “Mau minum apa? Minuman di rumah makan kami cukup lengkap.”
“Air putih saja,” jawabku sambil duduk di kursi yang disediakan. Melona kemudian masuk ke balik meja bar panjang, mengambil sebotol air putih, menuangkannya di gelas besar dan kembali menghampiriku.
“Segelas besar air putih untuk sang juara,” katanya sambil menyodorkan gelas berisi air putih padaku. Dia kemudian duduk di kursi yang ada di depanku, di meja yang sama. “Aku tak menyangka seorang juara datang dan mengunjungi rumah makanku ini, benar-benar di luar dugaan.”
“Err, sebenarnya aku bukan juara, aku kalah di final kok,” sahutku mengoreksi.
“Anda juara lho, juara dua,” katanya sambil tersenyum. “Boleh saya minta tanda tangannya? Jarang-jarang seorang juara liga Pokemon berkunjung ke Pasifidlog, kota yang terlupakan.”
“Oh, baiklah...” kataku pasrah sambil menerima kertas yang disodorkan wanita itu, berniat menandatanganinya.
“Ngomong-ngomong bagaimana Anda mencapai tempat ini? Dengan terbang atau dengan kapal?” tanyanya kemudian.
“Aku naik kapal dan kemudian berselancar dengan Walrein milikku,” jawabku seadanya. Susah memang jadi orang terkenal, harus menjawab banyak pertanyaan dari penggemar, aku bahkan belum meminum air putih yang dihidangkannya. Tunggu dulu, apa tadi yang kubilang? Minum air putih? Bukan... bukan itu, tapi... Berselancar dengan Walrein? Aku ingat sekarang! Aku ingat siapa wanita berambut biru kehijauan atau hijau kebiruan, whatever, aku ingat dimana pernah bertemu dengannya!
“Apa Nona benar tidak ingat pernah bertemu denganku, selain yang Nona lihat di televisi?” tanyaku memastikan.
“Sebenarnya saat saya melihat Anda di televisi, saya merasa pernah melihat Anda sebelumnya, entah mengapa wajah Anda familiar,” jawabnya.
“Apa Nona Melona pernah bergabung dengan Tim Aqua?” tanyaku lagi. Kini ganti aku yang banyak bertanya, padahal kan aku selebritisnya disini.
Melona tampak terkejut mendengar pertanyaanku. “Da... darimana Anda tahu?” tanyanya kaget.
Aku tersenyum dan mengeluarkan sebuah PokeBall. Kujatuhkan PokeBall itu di lantai, memunculkan seekor Walrein. “Aku tahu,” kataku pelan, “karena Walrein milikku ini, adalah pemberianmu... saat itu masih berwujud Obalie...”
Melona terhenyak kaget. Dia menutup mulutnya seakan tidak percaya. “Ja... jangan bilang kalau Anda adalah... L... anggota Tim Magma itu!”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...