
Aku tak menyangka kembali bertemu dengan Melona Bluesea, anggota Tim Aqua yang dulu memberikanku seekor Obalie. Kini Melona bukan lagi anggota Tim Aqua dan dia sekarang mengurus sebuah penginapan sekaligus rumah makan di kota Pasifidlog.
“Benar-benar di luar dugaan,” komentarnya saat menyadari siapa aku. “Pantas saja aku merasa pernah melihat si Pincang dari Verdanturf, ternyata itu kau, L.”
“Kupikir hanya aku saja yang memiliki ingatan payah, ternyata ada orang lain yaitu kamu, hahaha...” sahutku sambil tertawa. Melona tertawa mendengarnya.
“Sudah lama sekali ya?” katanya. “Bagaimana kabar Flame? Apa kalian masih di Tim Magma?”
“Aku sudah lama keluar dari Tim Magma, tak lama setelah menyelamatkanmu waktu itu,” jawabku. “Setelah keluar dari Tim Magma, aku tak tahu lagi bagaimana kabar dan keadaan Flame saat ini.” Mendadak aku langsung teringat pada Flame, rekanku di Tim Magma dulu. Entah kenapa aku jadi merindukannya…
“Ah, sayang sekali...” Melona terdengar kecewa. “Kupikir kalian berpacaran, ternyata tidak ya...”
“Kami cuma rekan biasa saja kok, tidak lebih,” sahutku. “Kau sendiri bagaimana? Bagaimana hubunganmu dengan Aaron?”
“Aku sudah memutuskannya sejak lama sebelum pertemuan kita waktu itu,” jawab Melona. “Dan sejak itu aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Tim Aqua. Aku menetap di penginapan ini sampai sekarang.”
“Aku tak menyangka kau punya penginapan sebesar ini,” kataku takjub.
“Dan aku tak menyangka kau bisa sampai ke babak final liga Pokemon,” balas Melona tersenyum.
“Ah, siapa saja bisa kok,” sahutku merendah.
“Kalau begitu siapa saja juga bisa memiliki penginapan seperti ini,” balas Melona tak mau kalah. “Aku hanya melanjutkan usaha keluarga ini setelah nenekku meninggal beberapa waktu yang lalu.” Raut wajah Melona berubah sedih.
“Aku minta maaf,” kataku menyesal, “aku tidak tahu kalau...”
“Tidak apa-apa kok,” sela Melona. “Santai saja.” Melona tersenyum. “Karena kau sudah ada di kota ini, maka kuputuskan untuk menjadi pemandumu selama berlibur di kota ini, bagaimana? Kau setuju?”
“Hanya kalau kau memaksa.”
“Aku memang memaksa.” Melona berdiri dari tempat duduknya dan menarik tanganku, membuatku terkejut. “Ayo Lunar, akan kutunjukkan seperti apa kotaku ini. Selamat datang di Pasifidlog, dimana matahari pagi tersenyum di atas air!”
*
Seharian penuh Melona membawaku berkeliling kota Pasifidlog. Kota ini tidak besar, namun juga tidak terlalu kecil. Warganya ramah dan kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan dan beberapa membuka toko cinderamata. Benar yang ditulis di majalah Overseas, kota ini benar-benar kota yang menyenangkan, tepat untuk dijadikan destinasi liburan. Udaranya sangat segar dengan pemandangan biru lautan yang menentramkan hati. Pantas saja Melona terlihat begitu bahagia tinggal di kota ini. Yang ajaib adalah kota ini mampu bertahan selama bertahun-tahun lamanya, berdiri di atas lautan.
Aku memasukkan kepalaku ke dalam laut dan benar saja, ada banyak Corsola di bawah kota Pasifidlog. Kerumunan Pokemon berbentuk batu karang warna merah muda itu tampak berkumpul dan beberapa di antaranya bergerak kesana-kemari. Setelah puas melihat kerumunan Corsola itu, aku kembali mendongak dan langsung membuka PokeDex-ku.

Corsola hidup di lautan selatan yang hangat. Jika lautan tercemar, kumpulan Corsola yang indah akan berubah warna dan tercerai-berai dengan sendirinya.
“Nenek moyang kalian benar-benar luar biasa,” ujarku kagum. “Kalian sungguh beruntung memiliki nenek moyang seperti mereka.”
“Biasa saja,” sahut Melona. “Sudah menjadi kewajiban bagi kami, penduduk air untuk menjaga kedamaian dan kebersihan lautan terutama di wilayah Pasifidlog. Bila lautan disini tercemar, Corsola akan pergi dan itu artinya kota ini akan tenggelam. Corsola tidak bisa hidup di perairan yang kotor.”
“Penduduk air?”
Melona mengangguk. “Iya, penduduk air atau People of the Water, itulah yang diceritakan oleh nenekku.” Melona mendadak terdiam. Dia memandangi lautan biru dan cakrawala di depannya. “Hari sudah senja, sepertinya kita harus kembali ke penginapan.”
“Oh, baiklah.” Kami bangkit berdiri dan berjalan kembali ke penginapan.
*
“Disini kamarmu,” kata Melona membawaku pada salah satu kamar di lantai atas penginapan Blue Sea. Dia membuka pintu kamar itu dan mempersilakanku masuk. Kamar itu begitu sederhana dengan sebuah tempat tidur, lemari, dan meja kecil. Ada jendela di kamar itu dengan pemandangan langsung ke laut. Tentu saja ke laut, bukankah kota ini dikelilingi oleh lautan. “Kamar ini sudah memenuhi standar penginapan internasional, jadi kupastikan kau akan nyaman di dalamnya,” jelas Melona.
“Terima kasih Melona,” ujarku sambil duduk di atas kasur.
“Kalau ada apa-apa atau ada sesuatu yang kau inginkan, kau bisa mencariku di lantai bawah atau di kamarku, di ujung koridor ini.”
“Boleh aku menanyakan sesuatu?” tanyaku kemudian.
“Tanyakan saja.”
“Apa hanya kau saja yang mengelola tempat ini? Kenapa aku tidak melihat ada pegawai lain selain dirimu?”
Melona terdiam beberapa saat kemudian menjawab, “Memang sangat kelihatan... Sebenarnya...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...