SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Jumat, 16 Desember 2011

L's Diary: Eps.331 - Menyingkirkan Sableye

PhotobucketEpisode 331: Menyingkirkan Sableye

BLUK-BLUK-BLUK!
Sableye-Sableye itu berjatuhan begitu saja di lantai seperti buku kamus tebal. Aku pun bisa bergerak bebas dan langsung berdiri. Untung aku masih sempat mengeluarkan Tropius dari Nest Ball.
“Sekarang lihat siapa yang memegang kendali,” kataku angkuh sambil memegang punggung Solar. Solar pun mengangguk-anggukkan kepalanya seolah setuju dengan ucapanku.
(Komentar Solar, “Makanya, jangan macem-macem sama bos ane... lihat tuh akibatnya!)
Tapi tampaknya Sableye-Sableye itu tidak jera. Mereka kembali bangkit berdiri dan menunjukkan gigi tajamnya yang putih bersinar. Ah, mereka membuatku iri saja... andai gigiku seputih gigi mereka...

“Solar, gunakan daun-daun ajaib!” perintahku cepat saat kulihat Pokemon-Pokemon ungu kerdil itu mulai melompat cepat ke arahku dengan rahang terbuka lebar. Solar pun membuka kedua sayap daun pohon pisangnya lebar, mengibaskannya sekali dan memunculkan puluhan daun-daun berwarna-warni yang berterbangan ke arah Sableye-Sableye itu. Sableye-Sableye itu langsung terjatuh dan tampak kesakitan terkena serangan daun ajaib Solar. “Yes, bagus Solar.”
Aku lalu berbalik ke tempat Melona. Tapi Melona tak terlihat di depanku, yang ada hanya tumpukan Sableye yang menggunung seperti dalam film Critters. Oh tidak! Jangan-jangan Melona sudah tinggal kerangka saja seperti dalam film Critters, habis dimakan Sableye!
“NONA MELONA!!!” teriakku keras memastikan apakah Melona masih hidup. Tidak ada jawaban, hanya suara desis Sableye. Oh tidak... apa yang aku takutkan terjadi! “Solar, daun-daun ajaib!” perintahku. Solar kembali meluncurkan daun-daun berwarna-warni berkilauan kali ini menyerang gunungan Sableye di tempat Melona tadi berdiri. Langsung saja Sableye-Sableye itu berhamburan seperti popcorn. Aku pun kini bisa melihat Melona yang terbaring lemah disana. Syukurlah tubuhnya masih utuh, tidak seperti yang terjadi pada warga desa di film Critters 2 yang tinggal belulang saja setelah diinjak bola Critters raksasa.
“Melona-Melona! Kau tidak apa-apa?” tanyaku langsung menghampirinya.
PLAK!!! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiriku.
“Aw,” erangku perlahan. “Melona, apa-apaan kau ini?” sergahku saat menyadari Melona yang menampar pipiku.
“Kenapa tidak dari tadi kau keluarkan Tropius? Memangnya ditindih puluhan Sableye itu gak sakit apa?” cecarnya kesal sambil bangkit berdiri. “Bantu aku berdiri! Tulang-tulangku rasanya seperti patah semua...”
Aku tersenyum dan membantunya berdiri. “Syukurlah kau tidak apa-apa,” kataku senang.
“Jangan bersyukur dulu... bawa aku pergi dari sini dan baru katakan itu,” sahut Melona sewot.
“Tentu saja Nona Melona, pelayanmu ini bisa diandalkan.” Aku lalu naik ke atas punggung Tropius diikuti oleh Melona duduk di belakangku. “Pegangan yang erat, Sableye-Sableye ini menggigit!”
“Aku sudah tahu... kau terlambat mengatakannya!”
Aku tak menanggapi ucapan Melona itu dan langsung memberikan perintah. “Solar, terbanglah!”
Solar mengangkat tubuhnya pelan dan berikutnya membawa kami bergerak terbang ke seberang ruangan. Sableye-Sableye tampaknya masih penasaran dan mereka berusaha menyerang kami. Mereka berlompatan berusaha menjangkau kami. Seekor Sableye berhasil mendarat di bahu Melona sambil memamerkan gigi-gigi putihnya yang tajam.
“Enyah kau Pokemon sial!” bentak Melona sambil mendorong Sableye kasar. Sableye itu pun langsung terhempas menghantam dinding. “Lain kali aku akan berpikir seratus kali sebelum memutuskan masuk ke menara ini... Claydol dan Sableye membuatku muak!”
Aku hanya tersenyum mendengarnya.

*

Aku dan Melona kini berada di lantai empat pilar langit. Tropius berhasil membawa kami terbang dengan cepat menghindari kejaran Sableye-Sableye haus darah itu. Lantai empat sendiri sama saja dengan lantai sebelumnya, juga berlantai marmer biru gelap. Bedanya di ruangan yang begitu luas ini tidak ada patung-patung Pokemon sehingga kami merasa aman untuk beristirahat.
“Bagaimana keadaanmu Melona,” tanyaku pada Melona yang duduk menempel dinding sambil memijat-mijat kakinya.
“Tidak lebih baik dari ini...” jawab Melona datar.
“Kau benar, seharusnya aku mengeluarkan Tropius sejak awal. Kita bisa mencapai puncak dengan cepat apabila terbang.”
“Terlambat Lunar, kau sudah dengan sukses membuatku patah tulang.”
“Kupikir tidak terlambat,” elakku. “Buktinya kita sudah mencapai lantai empat sekarang.”
“Kalau aku bilang terlambat ya terlambat!” sahut Melona dengan nada tinggi.
Aku yang merasa tak terima dengan ucapannya itu langsung menghampirinya dan menatapnya tajam. “Kau ini kenapa sih Nona Melona? Bukankah kau sendiri yang memutuskan masuk ke menara ini? Kenapa kemudian menyalahkanku begitu saja?” bentakku kesal. Sedari tadi aku melakukan hal terbaik yang bisa kulakukan dan bukannya berterima kasih, Melona justru menamparku juga mencercaku tak karuan.
Melona terdiam. Kepalanya langsung menunduk ke bawah dan kulihat air mata menetes di pipinya. Dia menangis.
“Kotaku tenggelam... penginapanku tenggelam... dikeroyok Pokemon... dibentak pelayan sendiri.... sepertinya hal buruk selalu terjadi padaku...” isaknya sambil menangis. “Sejak aku lahir sampai sekarang... seolah kesedihan selalu akrab denganku...”
Aku terdiam mendengarnya. Tiba-tiba aku merasa bersalah telah membentak Melona barusan. “Maafkan aku Nona Melona... aku tak bermaksud membuatmu...”
Ucapanku langsung terputus saat tiba-tiba Melona bergerak menghujamkan kepalanya di dadaku. Dia lalu menangis sejadi-jadinya, membuatku sangat terkejut. Kurasakan air mata menetes deras membasahi bajuku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memeluknya pelan. Aku bisa mengerti kesedihan Melona. Semua yang terjadi padanya memang menyedihkan... wajar bila dia akhirnya menangis seperti ini.
“Menangislah Melona... Menangislah sampai kau merasa puas...” bisikku pelan. Tanpa terasa air mataku pun ikut jatuh menetes. Oh Melona...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...