
Setelah Melona merasa lebih baik, kami lalu memutuskan melanjutkan perjalanan meniti menara pilar langit. Kami berdua menaiki tangga demi tangga dan untunglah tidak ada Pokemon lagi yang menyerang kami.
“Sepertinya Pokemon-Pokemon itu ada disini sebagai mekanisme pertahanan menara ini,” kata Melona yang masih sembab karena menangis tadi. “Kita harus lebih hati-hati sekarang.”
Aku mengangguk. “Kau benar Nona Melona, kupikir pastilah ada sesuatu di menara ini sehingga Pokemon-Pokemon itu berusaha melindunginya.”
“Itulah yang kita cari Lunar,” sahut Melona mulai bersemangat. Dia sudah tampak ceria lagi. Sepertinya kesedihannya sudah hilang semua setelah menangis tadi. Syukurlah kalau dia sudah tidak sedih lagi. “Kita mungkin akan menemukan harta karun atau sesuatu yang berharga,” sambungnya antusias.
Cukup lama kami melangkah menyusuri lantai demi lantai di menara itu hingga kami melihat seberkas sinar matahari dari tangga di seberang kami. Sepertinya tangga itu menuju ke puncak menara.
“Sinar matahari... apa kita sudah berada di lantai paling atas?” tanya Melona.
“Entahlah,” jawabku sambil mengangkat kedua bahuku. “Hanya ada satu cara mengetahuinya.”
Kami berdua melangkah menuju tangga dan mulai menaikinya satu persatu. Tangga kali ini lebih panjang bila dibandingkan tangga-tangga sebelumnya. Semakin kami menaiki anak tangga, sinar matahari semakin menerpa kami. Pada akhirnya kami menapak anak tangga terakhir dan benar saja, tangga itu membawa kami ke puncak atau tepatnya... atap menara itu. Langit biru dengan awan putih dan semilir angin langsung saja menyapa kami berdua.

“Perjalanan kita berakhir di luar... apa kau yakin tidak ada yang terlewat di dalam tadi?” tanya Melona memastikan. Dia mungkin berpikir kalau ada harta karun di dalam menara tadi dan kami telah melewatinya tanpa menyadari harta itu.
Aku menggeleng. “Tidak, aku dari tadi memerhatikan sekeliling, tak ada yang luput dari pengamatanku kecuali di lantai Claydol dan Sableye tadi.”
“Pastilah misteri menara ini ada di salah satu lantai itu,” terka Melona kemudian. “Tapi kalau kita kembali sekarang...”
Aku tengah ikut memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu saat tiba-tiba pandanganku terhenti pada sesuatu yang ada di seberang. “Nona Melona, lihat itu!” kataku pada Melona seraya menunjuk pada satu titik. Aku dan Melona kini melihat ke satu arah di sudut atap menara. Sebuah siluet seperti manusia tampak berdiri disana, dengan Pokemon menyerupai burung di sampingnya.
“Ternyata kita tidak sendiri,” kata Melona. Dia lalu berjalan mendekati siluet itu. Aku hendak mencegahnya, khawatir bahwa itu mungkin berbahaya. Namun entah kenapa aku mengurungkan niatku itu dan ikut berjalan menyusulnya mendekati siluet itu. Setelah berada cukup dekat, barulah kami bisa melihat jelas siluet apa itu. Seorang lelaki berjubah putih berambut biru tampak berdiri membelakangi kami dengan Pokemon burung besar berleher biru dan bersayap seperti awan di sampingnya. Lelaki itu sepertinya tak menyadari keberadaan kami, asyik melihat pemandangan dari puncak menara, tapi tidak demikian dengan Pokemonnya. Pokemon itu menatap kami bergantian, lalu mengendus ke arah lelaki itu, seolah membisikkan sesuatu padanya.

“Ya Wallace,” sahutku menyela. “Aku Lunar, kita bertarung di depan gua Terra waktu itu.”
Lelaki berjubah putih itu tak lain adalah Wallace, juara Hoenn yang pernah kuhadapi dulu saat masih memburu Groudon. Aku takkan lupa pertarungan itu... aku takkan lupa lelaki ini... dia yang sudah...
“Jadi kau mengenalnya?” tanya Melona padaku.
Aku mengangguk. “Ya Nona Melona, aku mengenalnya,” jawabku. “Dia Wallace, juara Hoenn menggantikan Steven Stone.”
“Kami pernah bertemu satu kali dan itu sangat berkesan, benar begitukaan Lunar Servada?” kata Wallace sambil tersenyum, senyuman yaang sama saat dia mengalahkanku dulu.
“Apa yang kau lakukan disini Wallace?” tanyaku ingin tahu. Jujur saja aku masih kesal dengannya walaupun dia sudah memberikan lencana terakhir kepadaku sehingga aku bisa mengikuti liga Ever Grande.
Wallace kembali tersenyum. Kali ini dia berjalan mendekati Pokemonnya dan membelai bulu awan Pokemon itu dengan lembut. “Aku kemari untuk menengok teman lamaku ini,” jawabnya tenang. “Altaria, dan satu Pokemon lagi yang ternyata sudah pergi dari menara ini... Rayquaza.”
Ray... Rayquaza?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...