Aku duduk di samping Flame yang tengah terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur. Winona telah mengobati luka-lukanya dan katanya luka bakar Flame cukup serius, namun masa kritisnya sudah lewat. Flame hanya membutuhkan istirahat yang cukup saat ini hingga dia siuman kembali.
”Kau tampaknya sangat mengkhawatirkan temanmu ini,” tebak Winona. ”Dia pasti seseorang yang sangat spesial. Apakah dia kekasihmu?”
”Bukan, dia bukan kekasihku,” sanggahku. ”Dia temanku, rekanku. Dan karena itulah aku begitu peduli padanya.”
Winona tersenyum mendengarnya. Dia kemudian beranjak hendak meninggalkan kamar. ”L, berhati-hatilah terhadap perasaan pedulimu itu,” katanya kemudian. ”Dia bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak kamu harapkan.”
”Oh ya?” sahutku. ”Apa itu?”
”Kau tak bisa pura-pura bodoh bukan,” jawabnya. Winona kemudian melangkah ke pintu. ”Oh, ya... Tropius yang kau temukan sudah aku obati. Aku senang kau bisa menyelamatkannya.”
”Ya, dan aku senang kau mau membantu kami,” balasku. Winona tersenyum dan kemudian meninggalkan kamar.
Sesuatu yang tidak aku harapkan? Apa itu ya? Tanyaku dalam hati. Yang terpenting sekarang keadaan Flame sudah cukup membaik, aku senang. Kugenggam pelan tangannya dan kulihat wajahnya yang putih manis. Wajah yang sangat menyenangkan, apalagi bila dia sedang tersenyum. Aku jadi merindukan senyumannya itu... Flame, cepatlah sadar dan tersenyumlah lagi untukku.
”Maaf mengganggumu, L,” tiba-tiba Fadli masuk ke dalam kamar. ”Tapi aku butuh bantuanmu sekarang.”
Aku bangkit berdiri dan menghampiri Fadli. ”Ada apa?”
”Sekarang sudah dini hari, dan aku melihat banyak ninja yang mendekat di sekitar tempat ini,” jawab Fadli. ”Aku membutuhkan bantuanmu untuk melawan mereka. Kuharap kau mau membantuku.”
”Tentu Fadli, aku akan membantumu,” jawabku sangat meyakinkan. ”Aku berhutang padamu.”
Fadli tersenyum. ”Terima kasih. Kalau begitu siapkan Pokemonmu. Kita akan bertarung habis-habisan,” tuturnya sambil memegang bahuku. ”Ngomong-omong kau punya Pokemon apa saja?”
”Aku punya Sand....” aku hendak meneruskan jawabanku saat aku teringat kalau Sandslash milikku tengah bersama Badut. Dengan demikian Pokemonku hanya Ninjask pemberian Jiken. Tunggu dulu, bukankah aku tadi menangkap seekor Tropius? Tapi aku belum pernah menggunakan Tropius untuk bertarung. ”Maaf, aku hanya memiliki Ninjask dan Tropius.”
”Itu saja cukup,” jawab Fadli. ”Aku yang harusnya meminta maaf karena telah melibatkanmu dalam masalah kota kami. Sekarang ayo kita ke atas.”
Fadli mengajakku menaiki tangga ke ruangan atas. Rupanya ada sebuah ruangan di lantai atas yang oleh Fadli dijadikan tempat untuk mengamati situasi kota. Kulihat banyak sekali teropong di ruangan itu. Aku mencoba melihat suasana di luar melalui sebuah teropong. Aku terkejut. Ternyata rumah Fadli telah terkepung oleh ninja-ninja itu!
”L, seperti yang kau lihat, mereka telah mengepung rumahku,” bisik Fadli pelan. ”Kita akan memancing mereka agar tak menyarang rumahku, karena rumahku ini adalah pertahanan terakhir kota ini. Aku telah meminta Winona untuk menyalakan lampu sehingga kita akan bisa melihat mereka cukup jelas. Winona akan berjaga di rumah ini sementara kita berdua akan keluar dan menghadapi mereka. Mereka cukup banyak, tapi kita tidak punya pilihan selain menghadapi mereka. Mungkin kita akan kalah, tapi paling tidak kita berjuang sampai saat-saat terakhir.” Fadli menghentikan ucapannya. Dia terdiam, raut wajahnya berubah sedih, dan kulihat air mata menetes di pipinya.
”Fadli, kau tak apa-apa?”
”Aku... aku tak menyangka kota Fortree akan jatuh... aku tak pernah menyangka....” jawabnya sedih. Aku ikut sedih melihatnya.
”Kau salah Fadli,” hiburku. ”Kota ini takkan pernah jatuh. Kota ini akan bertahan, karena kota ini memiliki dirimu, dan juga semua warga kota yang telah berjuang mempertahankannya. Jadi bersemangatlah!” Aku tersenyum kecut di dalam hati dengan apa yang aku ucapkan. Aku memang pandai mengucapkan kata-kata seperti itu, tapi aku sungguh lemah untuk meyakininya. Meskipun begitu, kuharap Fadli meyakini hal tersebut. Sulit untuk membuat orang lain meyakini apa yang kita sendiri tak meyakininya, tapi aku akan berusaha.
”Terima kasih L, tak kusangka aku akan bertarung bersama orang asing untuk mempertahankan kota ini.”
Tiba-tiba terdengar suara benda keras menghantam rumah dari segala penjuru arah. Mereka mulai melakukan serangan!
”Serahkan kota ini!” terdengar suara keras dari luar rumah. ”Keluar kalian semua dan pertanggungjawabkan apa yang telah kalian lakukan terhadap desa kami!"
Fadli dan aku saling berpandangan mendengar suara itu. Dia kemudian mengangguk memberi tanda dan kubalas dengan sebuah anggukan. Pertempuran akan dimulai!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...