
Di sebuah gua.
Melon tengah terduduk bersandar pada dinding gua yang lembab. Tangan kanannya tampak memegangi betis kanannya sementara tangan kirinya memegang sebuah bola berwarna biru. Cairan merah tampak keluar dari betis kanannya itu.
”Kalau aku mati disini...” bisik Melon pada dirinya sendiri, ”aku mau mati secara terhormat....” Melon lalu melihat ke arah Pokemon bundar berwarna biru dengan perut putih yang ada di depannya. Pokemon itu menatapnya sedih. ”Obalie... aku mengandalkanmu,” ujarnya lirih pada Pokemon bernama Obalie itu.
*
Aku dan Flame mendapat tugas untuk menyelidiki sebuah gua yang ada di rute 103. Maxie mengisahkan sebuah gua bernama gua Terra yang menjadi kediaman dari Groudon. Sebuah gua misterius disinyalir telah muncul di rute 103, dan Maxie menduga kalau gua tersebut adalah gua Terra. Karena itulah aku dan Flame kemudian ditugaskan untuk menyelidikinya. Hanya saja ada satu hal yang berubah bila dibandingkan dengan tugas kami sebelum ini. Ini adalah tugas pertama kami berdua setelah kepergian Volta. Walaupun pada akhirnya terbongkar siapa dia sebenarnya, namun kami pasti akan sangat merindukan saat-saat bersamanya dulu.

Aku dan Flame dalam perjalanan menuju gua yang dimaksudkan saat kami melihat beberapa orang berseragam Tim Aqua tampak bergerak di atas bukit. Kami tak tahu apa yang mereka lakukan, namun demi menghindari konfrontasi, kami memutuskan untuk menghindari kontak langsung dengan mereka. Bagaimanapun sebisa mungkin tidak berhadapan dengan Tim Aqua demi kebaikan bersama. Kami pun berjalan agak cepat dengan sedikit mengendap-endap. Saat ini perhatian kami memang hanya boleh terfokus pada tugas saja, tidak dengan hal-hal lainnya walaupun aku cukup penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Tim Aqua.
Setelah berjalan cukup lama dari tempat pendaratan helikopter kami, kami akhirnya melihat sebuah gua yang berada cukup terpencil dan tersembunyi dari pandangan orang. Gua itu berada di tepi sebuah teluk yang menjorok masuk ke tengah daratan Hoenn yang memisahkan kota Slateport, Oldale, dan Mauville. Setidaknya, itulah yang kulihat pada peta. Terus terang saja aku belum begitu mengenal dengan baik wilayah Hoenn sebelumnya dan baru setelah aku bergabung dengan Tim Magma aku bepergian ke beberapa tempat di provinsi ini.
”L, kita menemukan gua itu,” ujar Flame sambil menunjuk sebuah gua di depannya.
”Iya, aku juga melihatnya kok,” sahutku datar. Pikiranku masih terganggu dengan kehadiran Tim Aqua tadi. ”Sebaiknya kita cepat masuk dan memeriksanya sebelum Tim Aqua memergoki kita. Aku tidak mau kejadian di gua dasar laut terjadi lagi.”
”Beres,” jawab Flame sambil mengacungkan ibu jarinya. ”Untuk itu,” dia lalu mengeluarkan PokeBall dari dalam sakunya dan melemparkannya, muncullah Flareon, ”temanku ini akan sangat membantu. Seharusnya kita mendengarkan keresahan Flareon saat berada di gua dasar laut dulu.”
Flame benar. Saat kami berada di gua dasar laut, Flareon bertingkah aneh dan seperti merasakan sesuatu di belakang kami. Andai saja waktu itu kami menghiraukannya...
”Kalau begitu untuk menerangi gua,” sahutku tak mau kalah. Kukeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya. Ninjask, Pokemon tercepat yang pernah ada itu pun muncul. ”Ninjask, aku mohon bantuannya.”
Kami kemudian mulai memasuki gua itu. Cahaya yang masuk ke gua itu tidak cukup terang memang, namun kami masih bisa melihat dengan cukup jelas sehingga tak perlu menggunakan kilatan cahaya milik Ninjask.
Selama menyusuri gua, beberapa ekor Zubat, Pokemon berbentuk kelelawar menyerang kami. Namun hal itu bukan masalah berarti untuk Flareon dan juga Ninjask.

”Sejauh mata memandang, yang ada hanya Zubat,” komentarku kemudian. ”Apa benar disini ada Groudon?”
”Untuk pertanyaan itulah kita menyelidikinya,” jawab Flame. ”Gua Terra adalah gua yang misterius, yang konon lokasinya bisa berpindah-pindah tempat. Kalau gua ini memang benar gua Terra, maka tujuan kita akan segera tercapai.”
Aku dan Flame terus menyusuri gua tersebut. Beberapa bebatuan yang mengkilat membantu penerangan kami. Bebatuan itu terlihat indah. Aku baru saja hendak mendekati bebatuan itu saat tiba-tiba muncul sebuah ombak besar yang bergerak ke arah kami berdua.
”Flame, awas!” teriakku sambil mendorong tubuh Flame. Ombak itu pun luput dan terpecah menghantam dinding gua. Dengan segera lantai gua digenangi oleh air.
”Ombak?” kata Flame memandang air ada di tanah. ”Mana mungkin...”
”Siapa disitu?!” teriakku mencari ke segala arah. Tak ada jawaban, yang ada justru sebuah ombak yang kembali meluncur ke arah kami. Cakupan ombak itu cukup lebar sehingga membuat kami kesulitan menghindar. Kami mungkin bisa menghindar, namun Flareon milik Flame terlambat menghindari ombak itu hingga tersapu menghantam dinding gua. Flareon pun pingsan.
“Flareon!” jerit Flame mendekati Pokemonnya yang pingsan itu tanpa menyadari sebuah bola es besar bergerak siap menghantamnya.
”Flame!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...