
”Mungkin kalian tak memiliki masalah denganku,” jawab Bima enteng, ”namun aku yang punya urusan dengan kalian.”
”Urusan?” aku semakin tidak mengerti dengan perkataan anggota Tim Rocket ini.
”Ya, aku ingin membalas dendam pada kalian yang telah membunuh Blastoise, induk dari Blastoiseku ini!”
Dendam? Apalagi ini?

”Blastoise, lakukan meriam hidro lagi! Jatuhkan Tim Magma yang tersisa!” perintah Bima kemudian. Namun Pokemon menyerupai kura-kura yang dipanggil Blastoise itu tak bergerak. Dia seperti sedang mengumpulkan tenaga. ”Oh, aku lupa,” sambung Bima saat melihat Pokemonnya tersebut. ”Aku lupa kalau Blastoise harus mengisi ulang tenaganya setelah meriam hidro tadi. Meriam hidro memang hebat, tapi cukup merepotkan juga, butuh waktu untuk melakukan serangan kembali setelah serangan pertama.”
Blastoise sedang melakukan isi ulang tenaga? Kalau begitu ini kesempatanku untuk melakukan serangan balasan.
”Sandslash, serang dia!” teriakku tak mau kalah memberi perintah. Namun Sandslash tak bergerak maju. Aku lalu menoleh dan kulihat Pokemon berwarna cokelat itu tengah terdiam menatap Flareon yang tergolek lemas di samping Flame. Aku pun ikut melihat Flame yang pingsan, wajahnya terlihat kesakitan. Entah kenapa tiba-tiba aku teringat perkataan Maxie saat itu, sebelum kami pergi ke gua Granit ini. Dan mengingat hal itu, membuatku menjadi sangat marah.
”Kurang ajar!” umpatku kasar dengan mata mendelik ke arah Bima. ”Bima atau siapapun kau, kau tak seharusnya menyerang Flame?”
”Oh ya? Lalu maksudmu kalian pantas membunuh induk Blastoise ini dan merusak kotaku?” balas Bima. ”Tak butuh waktu lama bagi Blastoise untuk mengisi ulang tenaga sementara Sandslash milikmu tidak menuruti perintahmu, kau juga akan menyusul pacarmu itu. Siapa namanya tadi? Flame?”
”Dia bukan pacarku... dia itu sahabatku!” geramku semakin marah dengan jawaban enteng lelaki yang mengaku sebagai admin Tim Rocket di Hoenn itu. Kutaksir umurnya lebih muda dariku dan entah mengapa aku merasa pernah bertemu dengan lelaki ini sebelumnya.
Aku mengepalkan kedua tanganku dengan erat. Emosiku telah memuncak, aku tak bisa menahannya lagi. Bila perkataan Maxie benar, maka Flame bisa....
”Sandslash! Apa kau mau diam saja?” teriakku kembali memberi perintah. “Buktikan kekuatanmu dan balas serangan kura-kura itu!”
Kali ini Sandslash mendengar perintahku. Dia melompat dan berdiri sejajar denganku. Pandangan matanya menatap Blastoise dengan penuh kebencian. Apakah Sandslash juga ikut merasakan kemarahanku?
“Sandslash... HAJAR!”
“Percuma saja, serangan dari tipe tanah Sandslash tidak akan mempan....” ucapan meremehkan dari Bima terhenti saat tiba-tiba tanah di bawah kami bergetar keras. Kulihat getaran itu bersumber dari tanah di bawah Sandslash dan kini untuk pertama kalinya kulihat Sandslash terdiam seperti melakukan konsentrasi. Tiba-tiba saja Pokemon andalanku itu melompat pada poisisi yang sama dan kakinya menghujam tanah dengan sangat keras. Bersamaan dengan itu tanah di depannya bergetar keras hingga mencapai tempat Bima dan Blastoise berdiri, membuat keduanya terguncang dan terhempas jatuh. Langit-langit gua pun bergetar keras dengan guncangan itu dan bebatuan serta stalaktit mulai runtuh dari atap gua menghujam ke tanah. Sebuah batu besar kemudian jatuh dan akan menimpa Bima yang terbaring di tanah kalau saja Blastoise tidak bangkit dan melindungi tuannya tersebut. Blastoise kesakitan dan langsung pingsan tertindih batu besar itu.

”Blastoise!” teriak Bima melihat Pokemonnya tertimpa sebuah batu besar. Dia bangkit dan menghampiri Blastoise seraya berusaha menyingkirkan batu besar yang menindih tubuh Pokemon kura-kura tersebut sementara langit-langit gua mulai runtuh.
”Kalau seperti ini aku harus memasukkannya ke dalam PokeBall, dan mengeluarkan Pokemon lain,” Bima berkata sendiri. Dia terlihat panik melihat Pokemonnya terluka.
Bima baru saja akan mengeluarkan PokeBall saat sesuatu yang dingin dan tajam menyentuh lehernya.
”Kalau aku jadi kau, aku takkan melakukannya,” cegahku kemudian. Kini aku telah berdiri di dekat lelaki berseragam hitam itu sementara Sandslash berada tepat di sampingnya sambil menghunus cakar yang tajam ke leher sang pemilik Blastoise. ”Bila kau melakukannya, aku tak segan-segan memerintahkan Sandslash untuk memotong kepalamu... setelah apa yang kau lakukan pada Flame!”
”Huh... kenapa kau begitu khawatir? Pacarmu itu akan segera tersadar, dia hanya terkena meriam hidro, itu tidak fatal,” bela Bima mulai ketakutan. ”Apa hanya karena itu kau mau membunuhku?”
”Kau salah!” bentakku kasar. Aku sudah tidak peduli dengan perangaiku karena memang aku telah dikuasai amarah yang sangat besar. Bilapun harus mengotori tanganku dengan darah, aku takkan menyesal. Hal ini dikarenakan.... ”Flame tidak akan semudah itu sadar dari meriam airmu! Dia bahkan bisa terbunuh hanya karena serangan tololmu itu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...