
Sebelumnya, di Magmarine, tepatnya di ruangan Maxie.
Aku berdiri menghadap Maxie yang duduk di kursinya. Beliau tampak mengamati Orb biru yang kuberikan waktu itu dengan sangat seksama. Sudah sepuluh menit aku berdiri di depannya dan Maxie belum juga mengucapkan sepatah katapun. Sepertinya beliau begitu tertarik dengan Orb biru di tangannya sehingga tak memedulikan keberadaanku.
”Ada apa Tuan Maxie memanggilku?” tanyaku memecah kebuntuan.
”Oh, maafkan aku L,” jawab Maxie. ”Aku memang pernah memegang Orb merah, tapi aku tak menyangka Orb biru ini begitu indah. Aku patut berterima kasih padamu dan Flame karena sudah membawakan bola yang sangat berharga ini padaku. Kita sudah mendapatkan Kyogre, dan ditambah Orb biru ini, Tim Aqua sudah bukan penghalang lagi bagi kita.”
”Tapi Tuan Maxie,” selaku tiba-tiba. ”Melon mengatakan kalau Tim Aqua berniat menyerang kapal selam kita untuk merebut Kyogre. Beruntung dia berhasil merusak kapal selam mereka. Kupikir mereka akan terus berusaha merebut Kyogre.”

”Tenang saja L, tak perlu takut dengan itu,” jawab Maxie santai. ”Kita tinggal selangkah lagi untuk mendapatkan Groudon, dan tentu saja itu berarti kita tinggal selangkah lagi menggapai tujuan kita. Karena itulah, aku akan kembali menugaskanmu bersama Flame untuk menyelidiki gua Terra.”
”Tugas lagi?” aku terperangah. Maxie kembali memberikan tugas padaku dan Flame? Bukankah kami baru saja kembali dari tugas di rute 103?
”Iya, maafkan aku L bila terkesan membebani kalian. Tapi kalianlah yang terbaik yang bisa melakukan hal ini. Kuharap kalian mau melakukannya.”
”Te...tentu saja!” jawabku menutupi keenggananku. ”Demi Groudon, kami akan berjuang keras.”
”Baiklah, aku suka melihat semangatmu itu,” sahut Maxie sambil tersenyum. ”Tujuan kalian berikutnya adalah gua Granit yang ada di kota Dewford. Selidiki gua itu.”
”Siap laksanakan!” jawabku mantap.
”Tapi L,” ujar Maxie kemudian. ”Aku memanggilmu kesini bukan hanya karena tugas itu, melainkan aku ingin membicarakan mengenai Flame.”
”Flame? Ada apa dengan Flame?” tanyaku penasaran.
”Itulah kenapa aku hanya memanggilmu saja, kupikir Flame tak usah mendengar hal ini,” jawab Maxie menarik nafas panjang. ”Ini terkait insiden di gunung Kanon.”
”Insiden?”
Maxie mengangguk. ”Ya, saat kalian bertugas menyelidiki keberadaan Groudon di gunung tersebut. Bukankah katamu Flame terkena gumpalan lahar api yang besar hingga pingsan dan kau menggotongnya keluar dari gunung tersebut?”
”Ya, dia memang melindungi kami dari serangan Pokemon merah besar itu, namun sebagai akibatnya serangan tersebut mengenai tubuhnya dan melukainya hingga pingsan. Aku sangat khawatir mengenai luka yang dideritanya dan aku takut dia akan meninggal apabila pakaiannya...”
”Berhenti sampai disitu,” potong Maxie membuatku langsung terdiam. ”Kau bilang lukanya parah kan?” aku mengangguk. ”Apa kau tak curiga?” tanya Maxie lagi.
”Curiga?”
”Iya, aku ingat kau mengatakan dia sempat dirawat selama sehari di kota Fortree. Apa kau tak heran mengapa lukanya bisa begitu cepat sembuh?”
Aku terkejut. Aku memikirkan pertanyaan tersebut. Entah mengapa aku baru memikirkannya. Kalau menurut Winona, luka yang dialami oleh Flame cukup serius, tapi bukannya Winona pintar dalam hal pengobatan jadi bisa saja wajar kalau Flame bisa sembuh hanya dalam waktu sehari.
”L, kau harus tahu satu hal,” Maxie meneruskan perkataannya tanpa memedulikan kebingunganku. ”Saat kalian kembali dari gunung Kanon, kami memeriksa tubuh Flame. Kau tahu apa yang kami temukan?”
Aku menggeleng. Aku memang tidak tahu. Sebenarnya apa sih yang ingin dikatakan oleh Maxie? Aku semakin penasaran dibuatnya.
”Kami menemukan.... tak ada satu pun bekas luka bakar!”
Apa? Apa benar yang dikatakan Maxie? Hal itu mustahil terjadi. Bila memang sekembalinya kami dari gunung Kanon Flame diperiksa, pasti akan ditemukan bekas luka bakar di tubuhnya. Mana mungkin bekas luka itu bisa hilang dalam sehari?
”Kalau hal yang dialami Flame terjadi padamu,” Maxie meneruskan, ”kau mungkin akan koma selama satu bulan lebih dengan meninggalkan bekas luka bakar yang mengerikan. Bahkan, kau bisa saja mati. Panas gunung berapi macam gunuung Kanon melebihi seratus derajat celcius. Apabila tersentuh laharnya dan kemudian langsung menyelamatkan diri mungkin tidak akan terjadi luka kritis. Namun apabila lahar itu bertahan pada tubuhmu, tentu saja tubuhmu akan melepuh dan bahkan hancur. Bukankah kau bilang kau berusaha keras menyingkirkan gumpalan lahar yang menempel di tubuh Flame? Bila itu benar, maka seharusnya Flame sudah mati.”
”Tuan Maxie, tolong hentikan... ” aku sudah tidak bisa menahan rasa penasaranku. ”Katakan apa yang sebenarnya terjadi pada Flame?”
Maxie terdiam. Sepertinya dia terkejut melihat keberanianku. ”Baiklah, kupikir aku terlalu bertele-tele, lebih baik aku langsung ke pokok permasalahan,” jawab Maxie tenang. ”Apa Flame pernah bercerita padamu mengenai pengalaman buruknya saat kecil?”
”Mengenai Flareon?” aku mencoba menebak.
”Bukan, tapi mengenai dia pernah membakar seorang anak di pulau Cinnabar.”
”Mak...maksud Tuan... Flame benar-benar...”
”Tepat sekali!” sela Maxie menganggukkan kepalanya pelan. ”Dia memang seorang pyrokinesis. Lebih tepatnya kalau aku menyebutnya sebagai... PokeHuman.”
PokeHuman? Apa itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...