SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Jumat, 16 Juli 2010

L's Diary: Eps.111 - Pertanyaan dan Empati

Episode 111: Pertanyaan dan Empati

Di rumah sakit kota Dewford

Aku terduduk di samping sebuah tempat tidur. Di tempat tidur itu terbaring seorang gadis yang sangat kusayangi. Namanya Flame, dan dia sekarang sedang sekarat. Sudah seminggu lebih aku berada di kota ini setia menemani dalam ketidaksadarannya. Ini semua memang salahku, andai saja aku bisa lebih waspada, pasti serangan meriam hidro dari Blastoise tidak akan mengenai Flame dan membuatnya koma. Maafkan aku Tuan Maxie, aku gagal menjaga keponakanmu tersayang.


”Kak L, makanlah dulu,” terdengar suara perempuan di belakangku. Aku menoleh dan mendapati seorang wanita berdiri di ambang pintu. Dia adalah Rose, rekan Bima, admin Tim Rocket yang telah mencelakai Flame.
”Aku tidak berselera makan,” jawabku datar. ”Makan saja duluan...”
”Tapi kak L sudah tiga hari tidak makan...
”Aku bilang tidak mau ya tidak mau!” bentakku keras. Rose tampak terkejut mendapati sahutanku yang begitu kasar itu.
”Ba... baiklah...” jawabnya ketakutan. ”Kalau kakak mau makan bilang saja ya?” Setelah mengatakan itu Rose lalu pergi meninggalkan ruangan.
Aku terdiam. Kuamati wajah manis Flame yang belum juga membuka matanya. Kugenggam erat telapak tangannya yang dingin, berharap dia akan segera bangun. Dokter mengatakan kalau keadaan Flame sangat membahayakan. Beruntung aku segera membawanya ke rumah sakit. Dokter sendiri menyatakan keheranannya dengan keadaan yang dialami oleh Flame. Melalui pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa sel tubuh Flame berbeda dengan sel tubuh manusia biasa. Ya, itu mungkin benar, mengingat flame adalah seorang pyrokinesis atau Maxie menyebutnya dengan PokeHuman.
Kini aku tahu kenapa Flame sangat suka meminum Soda Pop. Aku pun tahu kenapa dia mengatakan tidak pernah merasakan panas saat berada di dalam gunung Chimney yang penuh lava mendidih serta kenapa dia tidak berenang di pantai Lilycove. Kemampuan itu, kemampuan itu yang menjadikannya seperti ini. Entah itu anugerah... atau kutukan.
”Fla...Fla...” seekor Pokemon kecil mirip kucing bergerak-gerak menggosokkan tubuhnya di kakiku. Tampaknya Flareon milik Flame itu ingin segera bisa bermain dengan majikannya lagi. Aku lalu membelai leher Flareon yang berbulu mengembang dengan lembut. Kuangkat dia dan kuletakkan di pangkuanku. Flareon menurut dan saat dia melihat Flame terbaring di tempat tidur, matanya langsung menatap sahabat manusianya itu lekat.


”Flame akan segera sadar, aku yakin itu,” ujarku menenangkan Flareon yang mulai berkaca-kaca. ”Dia akan kembali bermain denganmu.”
”Kak L, maafkan aku,” tiba-tiba terdengar suara laki-laki dibelakangku. Aku menoleh dan mendapati lelaki yang mengklaim sebagai admin Tim Rocket Hoenn berdiri disana. ”Aku tak menyangka kalau seranganku itu fatal dan bisa membunuh temanmu,” sesal Bima.
”Sudahlah, tak ada yang perlu kau sesali,” sahutku pelan. ”Bukan salahmu bila kamu mau membalas dendam. Wajar bila kamu melakukan hal itu. Aku pernah bertemu dengan seseorang yang menaruh dendam pada Tim Aqua dan dia bisa melakukan apa saja bahkan mempermainkan perasaan orang lain untuk itu. Kupikir yang kamu lakukan adalah hal yang wajar, meskipun Flame yang menjadi korbannya.”
”Maafkan aku kak L, harusnya aku tak menyerang kalian begitu saja.”
”Kamu ingin membalaskan kematian Blastoise yang telah menolongmu bukan?” tanyaku kemudian. Bima mengangguk. Aku menarik nafas panjang. ”Kutanyakan padamu, apakah Blastoise itu menginginkanmu untuk melakukan balas dendam atas kematiannya?”
Bima terdiam. Dia menundukkan kepalanya lama, seperti sedang berpikir. ”Aku tidak tahu,” jawabnya sambil mendongakkan kepala. ”Kupikir dia tidak mau...”
”Benar, aku juga memikirkan hal itu,” sahutku lirih. ”Blastoise menolongmu pasti karena ingin agar kau tetap hidup dan menjalani hidupmu dengan baik, menjadi orang yang berguna, bukan untuk membalaskan dendam yang sama sekali tak ada gunanya ini. Entahlah, aku bukan orang yang bijak, aku hanya mencoba menempatkan diriku pada posisi Blastoise... dan tentunya pada posisimu. Aku mencoba berempati.”
”Empati?” Bima bertanya.
Aku mengangguk. “Iya, itulah yang disebut dengan empati, menempatkan diri pada posisi orang lain, berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain untuk memahami orang tersebut.”
Bima terdiam. Sepertinya dia berusaha mencerna kata-kataku. Terus terang saja, aku sendiri tidak begitu mengerti dengan apa yang kukatakan.
”Tak seharusnya Tim Magma membunuh Blastoise milikmu, hal seperti itu tak seharusnya dilakukan. Itulah yang menjadikan Tim Magma disebut sebagai tim penjahat, walaupun mereka memiliki tujuan menciptakan perdamaian.” Aku berhenti bicara lalu menatap wajah Bima. ”Bima, atas nama Tim Magma, aku meminta maaf kepadamu. Maafkan bila kami telah berlaku jahat padamu.”
“Kak L....” Bima terlihat terharu. Matanya mulai berkaca-kaca. Dialah Bima, warga kota Dewford yang menjadi admin Tim Rocket di Hoenn demi membalaskan dendamnya atas kematian Blastoise sahabatnya yang dibunuh oleh Tim Magma saat dia kecil. Blastoise itu meninggalkan telur yang kemudian menetas dan menjadi Blastoise miliknya sekarang, yang telah menyerang Flame.
Karena dendam, manusia bisa melakukan apa saja. Karena dendam, manusia bisa menjadi lupa dan mengabaikan orang lain. Disini aku bisa menyimpulkan, bahwa dendam hanya akan melahirkan dendam.
Aku juga menyimpulkan satu hal, yaitu tentang ambisi. Demi sebuah ambisi yang ingin diraih, terkadang segala cara ditempuh, termasuk mengorbankan kepentingan orang lain, merugikan orang lain, bahkan melukai orang lain. Sampai disini aku mulai memikirkan kembali keputusanku bergabung dengan Tim Magma. Entah mengapa kemudian timbul keinginan di hatiku untuk... meninggalkan Tim Magma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...