
”Bila aku berhasil menangkap Groudon, maka aku bisa menciptakan daratan baru bagi penduduk kota Cinnabar. Bila hal itu terjadi, mereka pasti mau mengakui keberadaanku... mereka pasti mau menerimaku. Karena itulah... karena itulah aku mau bergabung dengan paman Maxie dalam tim Magma!”
Aku terkesiap kaget. Ucapan Flame di pantai kota Lilycove terngiang-ngiang di kepalaku. Kupandangi lembaran-lembaran surat kabar di lantai. Semua headline-nya mengabarkan tentang meletusnya gunung Cinnabar di Kanto. Ya, saat ini aku memang sedang mencari tahu tentang letusan gunung tersebut sejak melihat berita di televisi pada saat nona Ester datang berkunjung. Rupanya Flame benar tentang gunung Cinnabar. Kini aku tahu mengapa dia begitu tertarik untuk menangkap Groudon. Semua pengorbanannya di tim Magma tak lain adalah wujud pengabdiannya pada pulau kelahirannya, pulau Cinnabar. Entah mengapa keinginanku yang sempat hilang dulu kembali muncul. Sebagai seorang sahabat aku tak mau membiarkan Flame bersusah payah seorang diri demi menyelamatkan tanah kelahirannya. Sebagai seorang sahabat aku harus membantunya, membantunya mewujudkan keinginannya, keinginan untuk mendapat pengakuan. Dan untuk mewujudkan hal itu, tak ada cara lain kecuali....menangkap Groudon!
Aku terdiam. Setelah lama berdiam di Verdanturf, kupikir sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali berpetualang. Kupikir sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali bergerak demi mencari Groudon. Kali ini aku akan melakukannya bukan untuk ambisi masa kecilku menciptakan daratanku sendiri, tetapi aku akan melakukannya demi seorang sahabat, sahabat yang begitu berarti dalam hidupku.
Aku mengambil selembar halaman depan surat kabar. Kulihat gambar seorang wanita berambut merah tengah mengendong seorang nenek tua di antara kobaran api yang bergelora di sekitarnya. Perlahan aku tersenyum dan membaca judul headline itu.
”Wanita Pemberani di Tengah Api”
*

Aku melangkah pelan di antara bangunan besar kota Mauville. Saat ini aku memang sedang berada di kota itu untuk menemui seorang teman. Kupikir dia tahu beberapa informasi mengenai Groudon, seperti hadiah yang diberikannya pada saat ulang tahunku yang kedelapan belas.
”Kau selalu antusias dengan penelitianmu,” komentarku pada seorang lelaki yang sedang menulis serius di meja kerjanya. Lelaki itu tampak terkejut menyadari kehadiranku. Saat ini aku berada di dalam ruangan kerjanya, menyusup dari jendela belakang.
”Lunar? Bagaimana kau bisa....”
”Aku masuk melalui jendela belakang ruangan ini...” potongku cepat, ”... seperti yang kulakukan dulu.”
”Apa maksudmu? Kau mau bertingkah seperti maling?” tanya lelaki itu yang tak lain adalah Sammon Reever.
”Tidak, aku tidak berniat jadi maling. Aku hanya ingin menyegarkan ingatanmu mengenai apa yang aku lakukan di malam festival kota Mauville setahun yang lalu.”
Sammon tertegun. Dia lalu tersenyum misterius. Sepertinya kini dia tahu apa maksud pembicaraanku. “Kau tahu, dugaanku tidak pernah salah,” ujarnya kemudian. “Aku benar bahwa kaulah orang berseragam Tim Magma yang merusak lantaiku.”
”Aku mengakuinya,” sahutku cepat. ”Memang aku yang merusak lantaimu. Kini ingatanku sudah kembali, kupikir ini saatnya untuk meminta maaf. Tetapi bila kau tak mau memaafkanku, aku tak bisa memaksa. Kau boleh melaporkanku pada polisi bila kau mau.”
Sammon tersenyum sambil mendengus. ”Huh, kalaupun aku melakukannya, itu sudah tidak ada artinya lagi sekarang. Tak ada alasan untuk menuntutmu saat ini.” Sammon bangkit dari tempat duduknya dan berdiri menatapku. ”Katakan saja, apa yang sebenarnya kau inginkan dariku.”
Mendadak suasana menjadi begitu tegang. Aku dan Sammon saling berhadapan, seolah kami siap untuk bertarung. Sammon menatapku tajam, pun demikian denganku.
”Aku hanya ingin meminta bantuanmu,” ujarku memecahkan ketegangan. ”Itupun kalau kau bersedia. Tetapi kupikir kau akan dengan senang hati menerimanya, mengingat kau sangat suka meneliti.”
”Langsung ke pokok permasalahan,” sahut Sammon ketus. ”Apa ini tentang Groudon?”
Aku mengangguk. ”Ya, ini tentang Groudon,” jawabku. ”Apa yang kau berikan setahun yang lalu tidak bisa membangkitkan Groudon. Fosil itu membutuhkan tenaga yang sangat kuat untuk dibangkitkan dan anggap saja percobaanmu gagal. Sekarang aku ingin tahu apalagi yang kau ketahui mengenai Groudon.”
”Huh, kau pikir aku ini ahli Groudon?” tanya Sammon sambil tersenyum mengejek. ”Aku tak tahu lagi mengenai Groudon. Jujur kukatakan kalau fosil itu bukan penelitianku seorang diri.”
”Jadi kau punya teman?” tanyaku menyimpulkan.
Sammon mengangguk. ”Ya, dan dia yang lebih tertarik terhadap apa yang kau kejar saat ini. Aku tak bisa bercerita banyak, walaupun sepertinya kau akan memaksaku.”
”Memang itu yang akan kulakukan,” sahutku tegas. Entah mengapa kepribadianku saat menjadi anggota Tim Magma kembali muncul. Aku bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. ”Katakan....siapa dia dan dimana dia tinggal sekarang?”
Lagi-lagi Sammon tersenyum mengejek. Aku tak tahu maksud dari senyuman anehnya itu sampai dia menjawab pertanyaanku. ”Aku tak tahu pasti dimana dia tinggal, tetapi kau beruntung sekali hari ini.”
”Beruntung?” tanyaku tak mengerti.
Sammon mengangguk. ”Ya, kau beruntung... karena orang itu, ada di rumahku saat ini...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...