
Kembali ke L’s Diary
Aku menatap Ninjask yang terkapar di atas tanah dengan pandangan tidak percaya. Shadow, Ninjask milikku pemberian Jiken itu langsung pingsan terkena tembakan es Milotic. Dengan begitu aku sudah kehabisan tiga Pokemon dan kini tinggal tersisa dua Pokemon lagi.
”Seperti yang kau lihat sendiri, Miloticku tak terkalahkan,” kata Wallace angkuh. ”Kecantikan dan keanggunannya bisa mengalahkan siapa saja.”
”Aku belum selesai, aku masih punya dua! Keluarlah Treas!” kulemparkan PokeBall dan memunculkan Treas, Lileep si Pokemon fosil pemberian Steven. ”Lileep, luncuran batu!”
Lilleep menggerakkan kepala bunganya dengan keras dan menghantamkannya pada Milotic. Namun lagi-lagi serangan itu seperti tidak ada artinya bagi Milotic yang masih berdiri dengan anggunnya. Wallace benar, Pokemon itu benar-benar anggun. Tapi meski begitu aku harus tetap mengalahkannya, karena hanya itu cara agar aku bisa masuk ke gua Terra. Aku berharap bisa memenangkannya dengan cepat karena aku takut gua Terra akan segera menghilang.
”Treas, luncuran batu!”
”Milotic, tembakan es!”
Milotic kembali menembakkan sinar putih membekukan yang kali ini ditujukan pada Treas. Serangan itu super efektif dan membuat Treas terlempar hingga membentur dinding bukit. Treas pun langsung pingsan. Sial! Kenapa Pokemon air bisa mempelajari serangan bertipe es? Semua Pokemonku jatuh karena satu jurus, benar-benar menyebalkan!

”Argh!!!” tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit. Aku memeganginya dengan dua tangan seolah-olah mempertahankannya agar tidak terlepas dari leherku. Sakit kepala ini datang lagi dan... kenapa harus di saat-saat seperti ini? Apakah sakit kepala ini adalah klimaks dari semua ketidakberuntunganku? Tidak, aku belum kalah... aku masih punya Sandslash...
”Kenapa kau? Apa kau baik-baik saja?” tanya Wallace tampak cemas melihatku memegangi kepalaku sambil terus mengerang. ”Mungkin kau butuh obat...”
”Aku... aku tidak butuh obat...” jawabku ketus. ”Aku... aku butuh untuk masuk ke gua itu... ke gua Terra!”
”Kalau yang itu aku tidak bisa membiarkannya,” sahut Wallace menatapku tajam. ”Kalahkan aku dulu, setelah itu semaumu.”
”Tanpa banyak bicara aku juga akan melakukannya!” kupaksakan melempar PokeBall sambil terus berusaha menahan sakit di kepalaku. Namun baru saja PokeBall Dian akan terkepas dari kepalanku, mendadak muncul pasir-pasir berterbangan di sekitarku. Pasir-pasir itu bertebaran cukup banyak hingga menyerupai badai pasir dan kini membuat pandanganku menjadi sulit. Hei, darimana datangnya pasir-pasir ini?
”Apa-apaan ini?” sentak Wallace terkejut dengan kemunculan ribuan pasir-pasir yang berterbangan tertiup angin yang juga entah datang darimana. ”Apa kau menggunakan badai pasir?” tanyanya kemudian.
Menggunakan badai pasir? Aku bahkan belum mengeluarkan Pokemon. Ini benar-benar aneh, sama seperti yang terjadi di kota Rustboro. Saat itu aku juga merasakan sakit kepala yang sama dan... hei! Aku harus memanfaatkan hal ini! Tak peduli darimana asal pasir-pasir ini, aku harus bisa memanfaatkannya dengan sebaik mungkin!
”Aku memilihmu, Sandslash!” Kulemparkan PokeBall Dian dan Sandslash Pokemon pertamaku pun muncul.
”Jadi itu Pokemon terakhirmu? Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, hanya butuh satu tembakan es untuk menjatuhkannya,” komentar Wallace. ”Milotic, tembakan es!” perintah Wallace. Milotic untuk kesekian kalinya menembakkan tembakan es. Namun untuk kali ini tembakannya meleset. ”Apa? Meleset?”
”Sepertinya tak cukup satu tembakan es untuk menjatuhkan Sandslash,” ujarku pelan. ”Butuh beberapa serangan untuk bisa mengenai Sandslash di dalam badai pasir... itu adalah selubung pasir!”
”Ah iya! Selubung pasir!” geram Wallace baru menyadarinya. ”Rupanya kau memanfaatkan badai pasir ini... sangat menarik. Tapi itu pun belum cukup untuk bisa mengalahkanku. Bagaimanapun aku ini juara.”
”Giliranku menyerang, Dian gunakan tarian pedang!” perintahku. Dian lalu menggerak-gerakkan tubuhnya, menggerakkan cakar-cakarnya yang tajam seperti sedang menari. Selanjutnya kulihat sorot matanya meningkat tajam. Semangat Dian pasti meningkat karena tarian itu, dan itu artinya kekuatan serangan fisiknya juga bertambah. Sekarang saatnya melakukan pembalasan!

”Milotic, gelombang air!”
Dian melompat tinggi ke arah Milotic bersiap menyayatkan cakarnya yang tajam. Saat sayatannya akan mendarat, sebuah gelombang air besar menyambar Dian, namun Dian bertahan agar tidak terhempas dan melanjutkan serangannya. Sayatannya pun berhasil mengenai telak Milotic, membuat Pokemon ular besar itu jatuh terjengkang di tanah. Milotic pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...