SERVADA CHRONICLES: BATTLE SEASON
BAB XLVI BAGIAN INGATAN YANG HILANG

“Sampai kapan kamu akan terus seperti ini?”
“Sampai kapan kamu akan terus berbohong?”
“Bagaimanapun aku kini adalah bagian dari dirimu...”
“Dan kamu adalah bagian dari diriku...”
“Kamu tidak bisa melupakannya begitu saja...”
“Bangunlah Lunar Servada... BANGUNLAH!!!”
“ARGH!” tiba-tiba aku terbangun dari tidurku dan mendapati api berkobar di tangan kiriku. Rasanya panas, panas sekali! “APA? ADA APA INI?” teriakku histeris. Api itu terus berkobar di seluruh lenganku dan aku kebingungan mematikannya. Entah bagaimana api bisa membakar lenganku... aku tidak tahu!
“Lunar ada apa?” pintu kamarku terbuka dan Melona masuk ke dalam. Dia terkejut melihat api membakar lenganku. “Ta... tanganmu terbakar? Apa yang kamu lakukan?”
“TOLONG PADAMKAN API INI CEPAT!” teriakku tak mengubris pertanyaan Melona. Panas api itu membuatku benar-benar panik.
“I... iya,” jawab Melona panik. Dia lalu melemparkan PokeBallnya, memunculkan Pokemon berwarna biru seperti duyung. “Vaporeon, tembakan air!” perintahnya dan Pokemon yang dipanggilnya Vaporeon itu langsung menembakkan air yang deras ke arah lenganku. Perlahan api yang membakar lengan kiriku pun lenyap.
Aku bernafas tak beraturan sementara peluh deras membasahi keningku. Aku lalu jatuh terduduk lesu di lantai kamar. “Apa yang terjadi padaku?” tanyaku bingung.
“Apa... apa itu tadi?” tanya Melona datar. Aku menoleh ke arah Melona dan kulihat dia tampak shock, sepertinya dia sangat terkejut dengan peristiwa yang baru menimpaku. “Apa yang telah kau lakukan hingga membakar tanganmu sendiri?” tanyanya lagi.
“Aku tak tahu...” jawabku lemas. “Aku juga menanyakannya bukan?”
“Aku ambil obat dulu,” kata Melona berjalan keluar kamar.
Aku melihat lengan kiriku yang masing mengeluarkan asap bekas api tadi. Kulitku tampak menghitam dan terkelupas, meninggalkan rasa panas yang membekas. Aku mengambil PokeBallku, mengeluarkan Wooper dan memerintahkannya menyiram lenganku dengan air untuk mendinginkannya. Rasa panas itu perlahan menghilang dan lenganku kini benar-benar basah. Kuamati lenganku yang hangus dengan seksama, ingin mengetahui betapa parah luka bakarnya. Namun yang kulihat membuatku sangat terkejut. Sesuatu yang merah menyala berkilauan dari lenganku... cahaya cukup terang di dalam kegelapan kamarku.... dan itu tidak bisa kupercaya...
*
“Kalau kau berani turun ke bawah, akan kucincang kau jadi dendeng!” ancam Melona saat aku berkeras ingin bekerja. Kalau dipikir Melona benar, sepertinya aku butuh istiraahat untuk mengobati lenganku ini karena entah kenapa rasa nyerinya masih terus terasa. Aku benar-benar tak habis pikir bagaimana hal itu bisa terjadi, bagaimana mungkin tanganku terbakar sendiri tanpa ada sebab yang jelas. Malam itu sama sekali tak ada lilin, tak ada bahan bakar, tak ada Pokemon api... tapi kenapa lenganku bisa terbakar hebat? Yang lebih aneh lagi adalah cahaya kemerahan yang muncul dari dalam kulitku yang terbakar itu. Cahaya itu terlihat seperti bara yang menyala... apa itu tulangku yang terbakar? Tapi itu tak mungkin... api itu tak sempat membakar hingga ke dalam tulangku karena terlebih dulu dipadamkan oleh Vaporeon milik Melona. Ini benar-benar aneh...
“Boleh aku masuk?” terdengar suara dibalik pintu yang tak lain adalah Melona.
“Masuklah,” jawabku. Melona lalu masuk ke dalam kamar membawa nampan berisi sepiring makanan yang kukenali sebagai nasi pecel.
“Makanan untuk pegawai yang sakit,” kata Melona sembari meletakkan sepiring nasi pecel itu di meja kecil yang ada di samping tempat tidurku.
“Way-Way-Way!” seru Wynaut yang bertengger di bahu kanannya.
“Terima kasih nona Melona,” jawabku lemah. “Maaf telah merepotkanmu.”
“Tidak apa-apa, kau kan memang lagi sakit,” sahut Melona tersenyum manis. “Bagaimana lukamu? Sudah membaikkah? Apa perlu kita pergi ke rumah sakit?”
Aku menggeleng. “Tak usah, rasanya sudah baikan, hanya nyeri-nyeri sedikit.”
“Syukurlah kalau begitu. Tapi apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit untuk memastikannya lebih lanjut?” tanya Melona khawatir.
“Maafkan aku nona Melona,” kataku tak menghiraukan pertanyaannya. “Maafkan aku telah membentakmu tadi, aku sedang panik saja.”
Melona tersenyum. “Tidak apa-apa Lunar, itu wajar karena kau panik. Itu mekanisme perlindungan diri, walaupun aku masih bingung kenapa itu bisa terjadi.”
“Percayalah, aku lebih penasaran lagi untuk mengetahui penyebabnya,” kataku tersenyum lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...