SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Rabu, 16 November 2011

L's Diary: Eps.317 - Lanjutan Kisah Gua Terra yang Terlupakan

PhotobucketEpisode 317: Lanjutan Kisah Gua Terra yang Terlupakan

Di gua Terra... Beberapa waktu yang lalu...


Aku terduduk lemah di dalam gua, memandangi sosok raksasa merah di depanku yang juga memandangiku dengan rasa ingin tahu. Cukup sudah pencarianku pada Groudon, kini aku harus segera keluar dari gua ini untuk membawa Parmin ke rumah sakit.
“Aku pergi sekarang,” kataku beranjak berdiri. Namun aku langsung mengerang saat menjejakkan kaki kiriku. Meski begitu kututupi rasa sakit itu, kutahan sebisa mungkin agar raksasa merah yang tak lain adalah Groudon itu melihatnya. Meskipun telah kalah dan gagal, aku harus tetap terlihat keren. “Maaf sudah mengganggumu, dan terima kasih atas pertarungannya.”
Groudon diam. Pokemon legenda incaranku yang tadi kudengar bersuara seperti manusia itu kini diam saja tak mengatakan apa-apa. Groudon hanya menatapku dengan matanya yang kuning.
“Apa tak ada kalimat perpisahan? Bagaimanapun kau tidak setiap hari bertarung dengan manusia...” sungutku kesal merasa tidak dipedulikan. “Paling tidak katakanlah sesuatu... apa saja agar suatu hari nanti bisa aku tulis dalam sebuah novel bila ada waktu...”
Pergilah...”
Akhirnya dia mengeluarkan suaranya yaang bergetar. Tapi...hanya itu? Dasar Pokemon... sikapnya benar-benar dingin dan menyebalkan. “Baiklah aku akan pergi,” sahutku datar sambil berbalik ke arah Parmin yang terbaring pingsan. “Aku pergi dan tidak akan kembali lagi. Selamat tinggal Gro...”
GEDEBUMMM!!!
Terdengar suara dentuman keras sekali di belakangku, membuatku secara reflek menoleh. Kupikir Groudon kembali menyerangku dari belakang, tapi ternyata... Groudon terjatuh di tanah! Tubuhnya besarnya tersungkur di tanah, telungkup dengan tatapan mata yang kini berubah lemah.
“Hei, kenapa tak tidur dalam keadaan duduk seperti tadi? Kelihatannya tak nyaman bila tidur seperti itu,” kataku membanyol. Groudon tak menjawab. Mata Pokemon itu terpejam-pejam seperti menahan sakit. Rahangnya bergetar pelan, diikuti bahunya dan kini seluruh tubuhnya. “Hei, ada apa denganmu?” tanyaku terkejut.

Pergilah... aku tidak apa-apa... aku hanya tidak ingin melihatmu lagi...” kata Groudon terdengar susah payah. Samar-samar kudengar suara rintihannya.
Aku berjalan terpincang mendekati Groudon, membuat Pokemon benua itu langsung mendelikkan matanya seperti mengancam. Tapi aku tahu kalau Groudon takkan menyerangku karena menggerakkan tubuhnya saja dia kesulitan.
Aku mendekat dan kini berada tepat di depan wajahnya. Pelan-pelan kupegang dahi Groudon yang lebar dan besar. Groudon yang terkejut langsung menyeringai seperti menakutiku dengan gigi-gigi putihnya yang besar.
Apa lagi yang kau inginkan? Bukankah katamu tadi akan segera pergi? Cepatlah pergi sebelum kubakar lagi tubuhmu.
Aku tak menghiraukan peringatannya dan terus memegang dahi Groudon. Aku tak percaya dengan yang kulakukan saat ini... tanganku memegang kulit Groudon yang keras secara langsung! Kulitnya benar-benar keras, lebih keras dari tanah, mendekati besi!
“Awalnya aku memang ingin pergi, tapi melihat keadaanmu sekarang... aku ragu untuk meninggalkanmu,” kataku kemudian.
Apa maksudmu? Apa kamu tidak ingin segera membawa dan mengobati temanmu? Dia bisa segera mati bila tidak diobati,” sahut Groudon.
“Ya, aku akan membawanya ke rumah sakit, tapi setelah aku mengobatimu terlebih dulu,” jawabku. “Kau keracunan.”
Aku tahu,” kata Groudon. “Tapi aku bisa mengobati diriku dengan beristirahat. Itu akan memulihkan kembali tenagaku dan menghilangkan racunnya.
“Tapi kau takkan melakukannya selagi aku masih ada di dalam gua ini bukan?” terkaku. “Kau khawatir apabila kau beristirahat lalu tertidur, aku akan menangkapmu dan kau tidak bisa berbuat apa-apa. Itulah kenapa kau menyuruhku pergi karena sekali aku keluar dari gua ini, pintu masuknya akan hilang dan kau tak perlu mengkhawatirkanku menangkapmu. Kini posisi kita berbalik, Groudon.”
Groudon mendesis dan menggerakkan kepalanya pelan. Gerakan kepalanya memang pelan, tapi itu cukup untuk membuatku terjatuh. Aku cukup terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba, tapi aku berusaha tetap tenang dan kembali berdiri.
Kamu licik. Kamu bilang kamu menyesal dan berhenti mengejarku. Kamu juga bilang akan pergi, tapi kenapa kamu tidak juga pergi? Apa yang kamu inginkan?
Aku tersenyum. Setelah pertarungan keras tadi akhirnya Groudon berhasil melemah. Padahal aku sudah putus asa setelah semua usahaku sia-sia. Ternyata racun dari Nidorino yang pelan-pelan melemahkan tubuhnya. Aku baru ingat kalau Parmin tadi memerintahkan Nidorino miliknya untuk meracuni Groudon dan aku patut berterima kasih padanya untuk ini. Keputusanku mengajaknya serta ternyata tepat. Aku pun menoleh ke arah Parmin yang terbaring pingsan di sudut gua. Dia tampak lemah tak berdaya dengan luka bakar menghitam kemerahan di sekujur tubuhnya, tapi aku tak peduli. Aku kembali melihat ke arah Groudon yang sesaat lagi sepertinya akan tak sadarkan diri karena racun. Apa yang kukejar selama ini... apa yang telah kuimpikan selama ini... telah terwujud... tepat di depan mataku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...