
Akhirnya dengan susah payah aku berhasil menyusul SS. Tidal. Beruntung ada pijakan di bagian lambung kapal sehingga aku bisa beristirahat sejenak disana dan memasukkan Mangrove kembali ke dalam PokeBall. Aku tak menyangka insang luar Wooper bisa sekuat itu menarikku menyeberangi lautan. Bukannya kelelahan, Mangrove justru terlihat senang dengan beberapa kali tersenyum lebar.
Setelah mengeringkan badan dan merasa baikan, aku lalu memanjat tangga besi disana untuk mencapai dek kapal. Akhirnya aku naik juga di kapal, batinku saat menginjak lantai dek. Beberapa penumpang yang tengah bersandar menikmati pemandangan laut terkejut ketika menyadari keberadaanku.
“Tidak apa-apa, aku hanya tertinggal kapal,” kataku kikuk. “Lanjutkan acara kalian, pemandangan yang indah bukan?” Aku lalu berjalan begitu saja melewati orang-orang yang masih memandang ke arahku tak percaya. “Oh, ayolah! Tak pernahkah kalian melihat orang ketinggalan kapal?”
Kapal SS. Tidal adalah kapal yang besar. Haluannya begitu luas, sangat cocok untuk menikmati pemandangan laut tropis Hoenn yang eksotis. Suasana seperti ini tepat sekali bila dilewatkan bersama kekasih. Oh, andai saja nona Ester masih hidup, aku pasti mengajaknya dalam perjalanan ini… membayangkan hari romantis bersamanya.. ah…
“Henry! Di sebelah sini!” teriak seorang gadis berambut hitam panjang di ujung haluan pada seorang lelaki yang kutebak sebagai kekasihnya. “Potret aku disini, pemandangan disini indah.”
“Sabar Lavender, jangan terlalu bersemangat,” jawab lelaki yang dipanggil Henry sambil berlari kecil menyusul gadis bernama Lavender itu. Henry lalu mengambil posisi dan mulia memotret dengan kamera SLR yang tergantung di lehernya. “Senyum Lavender… satu… dua… tiga!”
CKLICK!
“Disini-disini Henry!” panggil Lavender kembali bergerak ke sudut lain haluan kapal, membuat Henry mengikutinya. Mereka berdua terlihat sangat mesra, membuatku iri saja.
Daripada semakin iri, aku lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kapal mencari kamarku. Tapi baru saja aku bergerak, gadis bernama Lavender itu tampak berjalan ke arahku.
“Maaf mengganggu, tapi bisakah Anda memotretkan kami berdua?” katanya kemudian. “Aku dan Henry ingin berfoto bersama dengan latar belakang lautan. Bisakah?”
“Oh, tentu saja,” sahutku mengiyakan.
“Terima kasih.” Lavender memberikan kamera SLR yang tadi dipegang Henry kepadaku lalu dia berlari ke ujung tepian kapal dimana Henry telah menunggu disana. Keduanya lalu berdiri bersanding membelakangi lautan dan melihat ke arahku. “Sebelah sini Tuan.”

“Tunggu!” cegah Lavender. “Aku ingin Espeonku juga ikut berfoto.” Dia lalu mengeluarkan PokeBall dan mengeluarkan seekor Pokemon berbentuk kucing berwarna merah muda keunguan. Lavender memeluk Espeon lembut dan menggendongnya. Henry lalu merangkul bahu Lavender. “Baiklah Tuan, Anda bisa memotret sekarang.”
“Siap ya… satu… dua… tiga!”
CKLICK!
“Terima kasih Tuan…”
“Lunar Servada,” sahutku. “Apa kalian juga mau ke Battle Frontier?” tanyaku berbasa-basi.
Lavender mengangguk. “Iya, liburan tahun baru ini kami ingin mengunjungi Battle Frontier. Kami ingin ikut serta dalam festival. Kami datang jauh-jauh dari Sinnoh untuk itu.”
“Sebenarnya aku malas, tapi Lavender memak…” ucapan Henry terputus saat tiba-tiba Lavander menyikutnya dan melirik ke arahnya. “Ah iya, maksudku Battle Frontier adalah tujuan yang tepat untuk menghabiskan masa liburan. Bukan begitu Lavender?”
“Iya, tentu saja,” sahut Lavender tersenyum ceria. “Aku ingin melihat kekuatan Espeon dan juga Kirlia milikku. Kalau Kak Lunar sendiri, apa juga mau kesana?”
Aku mengangguk. “Ya, aku ingin menguji kemampuanku juga dan tentu saja, memenangkan hadiah-hadiahnya.”
“Wah, kita sama-sama berjuang ya? Kalau aku sih mengincar voucher hadiah belanjanya. Jarang-jarang lho dapat kesempatan seperti ini…”
Dasar perempuan, yang dipikirkan cuma belanja saja. Entah kenapa aku jadi teringat pada seseorang…
*
“Toilet-Toilet!” seruku berlari di koridor kapal. Saking kebeletnya aku tidak menyadari seorang wanita berjalan keluar dari kamar di koridor itu dan…
BRAKKK!
Aku menabrak wanita itu, membuat kami berdua langsung terjatuh di lantai.
“Aduh…. Lihat-lihat dong kalau berjalan… punya mata gak sih?!” omel wanita itu.
“Ma… maaf… aku terburu-bu…” ucapanku terputus saat menyadari siapa wanita yang aku tabrak itu. Wanita itu berambut pendek berwarna merah dengan jambul jingga. Wajah yang pernah kukenal… dan memang dia adalah…
“Flame!”
“Lu… Lunar?”
Aku dan Flame saling memandang. Aku tak percaya dengan yang aku lihat… Flame ada di kapal ini! Aku bertemu dengannya!
“Flame, ada apa?” tiba-tiba seorang lelaki berambut kribo merah keluar dari kamar. Dia lalu melihat ke arahku. “Siapa laki-laki ini Flame?” tanyanya pada Flame.
Flame dan seorang laki-laki yang keluar dari kamarnya? Apakah lelaki kribo itu adalah...
“Dia Lunar... temanku dulu,” kata Flame memperkenalkanku pada teman kribonya itu. “Dan Lunar,” katanya padaku. “Dia adalah Flint, kekasihku.”
Apa dia bilang? Ke...kasih?
BAB XLIX Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...