

“Itu yang pertama sekaligus yang terakhir,” kataku membenarkan. Lelaki sipit berperut buncit dengan syal melilit itu tak lain adalah Guy, ranger yang kala itu hendak menangkapku di gunung Chimney. “Aku penasaran dengan apa yang dilakukan seorang ranger di Battle Frontier, kupikir harusnya ada pekerjaan yang lebih penting yang harus ditanganinya,” sindirku kemudian.
“Aku bukan lagi ranger aktif, Lunar,” sahut Guy. “Aku sudah banyak bermasalah karena penyelidikan pribadiku mengenai kelompok Y & M, walaupun aku masih memiliki akses pada data-data ranger,” tambah Guy. “Aku datang kesini ya seperti kamu, untuk ikut dalam turnamen ini.”
“Masa’?” tanyaku tak percaya.
Guy mengangguk. “Karena alasan itu dan juga alasan lain... yang membuatku dikeluarkan dari ranger.”
“Sudah kuduga. Apa ini masih terkait kelompok Y & M?” tanyaku menebak. Terakhir kuingat Guy adalah ranger indispliner yang menyelidiki tentang kelompok misterius bernama Y & M yang menurutnya bertanggung jawab terhadap kebakaran di kotanya, Floaroma.
Guy mengangguk lagi. “Aku merasakan keberadaan kelompok itu disini,” katanya tegas. “Apa kau juga merasakannya?” Aku menggeleng bereaksi. Guy menghela nafas pendek lalu melanjutkan, “Seperti aura gelap yang mencurigakan. Aku bertanya begini karena kemarin lusa aku melihatmu memukul Reaper.”
“Apa maksudmu Reaper adalah anggota kelompok Y & M?” tanyaku mencoba menyimpulkan.
“Aku tidak tahu pasti,” kata Guy sambil menggaruk kepalanya, “...tapi ada kemungkinan dia berhubungan dengan kelompok itu. Aku sudah mencari data Reaper dalam data peserta Frontier Festival, tapi aku tidak menemukan apapun.”
“Hei! Jangan bilang kalau kau menyelinap bank data Frontier,” tebakku cepat. Guy hanya tersenyum kecil mendengarnya.
“Aku tidak punya pilihan, Lunar,” katanya tenang tanpa merasa bersalah sedikit pun. “Aku telah mengorbankan segalanya hanya untuk menjadi lebih dekat pada kelompok Y & M, aku tidak bisa berhenti begitu saja,” tambahnya membela diri. “Aku telah mengumpulkan banyak data dan bila perkiraanku benar, maka tak lama lagi aku bisa berhadapan dengan mereka secara langsung.”
“Aku sangat ingin mendengar kelanjutan ceritamu, tapi saat ini ada pertarungan yang harus aku menangkan,” ujarku mencoba menutup pembicaraan saat menyadari kami telah tiba di pintu masuk Battle Dome.
“Oh, tentu saja,” sahut Guy. Kami berdua pun masuk ke dalam Battle Dome.
*
Saat aku dan Guy memasuki Battle Dome, suasana di dalam telah riuh ramai dan semua kursi di tribun penonton tampaknya telah terisi semua. Kulihat di arena tampak wajah yang kubenci berdiri disana.
“Pemenangnya adalah Badut!” seru Flame membuatku menyadari yang terjadi saat ini. “Badut melaju ke babak 16 besar fase gugur!”
Ya, si Badut itu ternyata baru memenangkan pertarungan terakhirnya di babak penyisihan. Aku tak heran bila dia bisa lolos ke fase gugur dengan mudah. Sepengetahuanku, Volta adalah trainer Pokemon yang hebat. Itu yang membuatnya terpilih dalam ujian regu khusus Tim Magma dulu, walaupun saat itu aku belum mengenalnya dengan baik. Kuharap aku tak bertemu dia hingga babak final nanti, itu pun kalau aku bisa mencapai final. Pede banget ya aku, hehehe…
“Dan untuk pertarungan berikutnya adalah…” Flame berhenti sejenak, menciptakan suasana tegang dan penasaran bagi penonton. “… adalah pertarungan antara Darko Monsta melawan si Pincang dari Verdanturf… Lunar Servada!”
“YEEEEE!!! SI PINCANG!!!” sontak terdengar teriakan begitu keras di belakangku. Teriakan itu seolah menjadi pemicu teriakan-teriakan keras berikutnya yang mengelu-elukan namaku. Wah, jadi malu nih… hehehe…
“Jangan besar kepala dulu, wajahmu merah tuh…” kata Guy mengembalikanku ke daratan, maksudku menyadarkanku. “Bukankah seharusnya sekarang kamu segera masuk ke arena? Jangan sampai kau didiskualifikasi karena datang terlambat, itu akan sangat memalukan bagi si Pincang.”
“Ah iya! Aku harus segera masuk!” aku langsung berbalik ke pintu masuk arena dan berlari pincang kesana.
“Lunar!” panggil Guy menghentikan langkahku. Aku berbalik dan melihat ke arahnya.
“Ada apa? Bukankah kamu menyuruhku untuk bergegas?” tanyaku kemudian.
Guy tersenyum. “Semoga berhasil kawan…” katanya pelan.
“Terima kasih.” Aku membalas senyumnya dan kemudian kembali berbalik memasuki arena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...