“Kalian para jurnalis harusnya bisa menghargai tempat ini,” kata Flame tegas dengan pose berkacak pinggang. Flint tampak menyusul muncul di belakangnya. “Hormati para pasien disini, keramaian yang kalian buat disini bisa membuat mereka terkena serangan jantung mendadak!”
“Yeah, memangnya kalian tidak bisa menanyakan hal ini di tempat lain apa?” Flint ikut bicara.
“Wah, kebetulan disini juga ada Miss Festival dengan kekasihnya,” celetuk salah seorang wartawan berkacamata bundar seolah tidak mengindahkan perkataan Flame dan Flint. “Kami juga ingin meminta konfirmasi terkait adegan pelukan Miss Festival dengan si Pincang pada peringatan ulang tahun Miss Festival waktu itu. Sebenarnya apa yang terjadi waktu itu? Apakah di antara kalian tengah terjadi cinta segitiga?”
“Apa-apaan kalian ini? Kalian ini peliput berita atau infotainment sih? Jangan bicara hal yang tidak-tidak!” sergah Flint marah. “Lebih baik kalian segera pergi dari sini atau akan kusuruh Magmortarku mendesain ulang gaya rambut kalian!”
“Wah-wah… itu yang kami tunggu,” sahut seorang wartawan seolah tak gentar dengan ancaman Flint. “Aku sudah tidak sabar menuliskan keburukan dari anggota Elite Four, dan bila kau benar-benar membuktikan ucapanmu itu, maka aku akan sangat senang sekali.”

“Bisakah kalian hentikan kekonyolan ini!” teriakku lantang melihat situasi menjadi semakin tak terkendali. “Kalian kesini untuk mencariku kan? Kalian ingin menanyakan mengenai badai pasir itu kan? Oke! Aku akan menjawabnya, tapi itu selama kalian bisa tenang dan tidak berisik,” sambungku dengan nada tinggi. “Kawanku di dalam tengah bersedih karena luka yang diderita oleh kekasihnya, jadi aku tidak mau kalian membuatnya tambah sedih hanya karena sikap konyol kalian ini.
“Selain itu aku tidak ingin kalian mengalihkan pertanyaan kalian pada masalah lain,” lanjutku. “Apa yang terjadi antara diriku dengan Miss Festival adalah semata-mata hubungan pertemanan, karena kami dulu pernah bekerja di dalam satu tim yang sama. Tidak ada hubungan apa-apa selain hubungan kawan lama di antara diriku dengan Nona Flame.”
“Ooooooo….” Orang-orang yang mengaku jurnalis peliput turnamen Frontier Festival langsung berseru kompak layaknya paduan suara. Kulihat Flame tampak melirik dan tersenyum sekilas ke arahku, sementara wajah Flint masih terlihat kesal. Sepertinya lelaki berambut kribo itu cemburu melihat kedekatanku dengan Flame, hehehe…
“Kalau begitu sekarang apa penjelasanmu tentang badai pasir itu? Jangan membuat kami terus bertanya-tanya mengenai hal itu dan berburuk sangka kepadamu,” tanya wartawan berkacamata bundar lagi. “Para pembaca dan penggila pertarungan Pokemon yang mengikuti jalannya turnamen ini pastilah ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Aku terdiam tak menjawab. Aku bingung harus menjawab apa, mengingat kemampuan yang kumiliki ini adalah sebuah rahasia. Lagipula aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan mengenai kemampuan ini, aku sendiri tidak tahu jelas mengenai kemampuan yang misterius ini.
Aku melirik melihat Flame, seolah bertanya apa aku harus menjawab pertanyaan para jurnalis itu, mengingat aku sempat mengatakan pada Flame kalau aku juga seorang PokeHuman. Rupanya Flame mengerti maksud lirikanku dan menjawab dengan menggeleng pelan. Bila Flame menyarankan untuk tidak membuka kemampuan misterius ini, maka aku tidak punya pilihan selain mengarang cerita yang terdengar masuk akal. Well, sulit untuk mencari alasan yang masuk akal, namun aku akan mencobanya. Semoga saja para jurnalis ini bisa mengerti. Jawab saja kalau Dianlah yang sebenarnya mengeluarkan badai pasir, namun tidak terlihat jelas kalau Sandslash milikku itu yang mengeluarkannya. Kupikir alasan itu cukup masuk akal untuk bisa dipahami.
“Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan kalian,” kataku pelan. Aku menghela nafas pendek lalu melanjutkan, “Badai pasir itu sebenarnya…”
“PokeHuman,” sebuah suara lantang memotong ucapanku. Suara itu berasal dari belakang kerumunan, membuat para jurnalis langsung berbalik menengok ke belakang, tak terkecuali diriku, Flame, Flint, dan Guy. Seorang lelaki berambut pirang tampak berjalan pelan mendekati kerumunan dan berhenti dalam jarak satu meter di depan mereka. Itu… Volta!
“PokeHuman? Apa maksudmu, Badut?” tanya wartawan berkacamata bundar seolah mewakili para jurnalis yang berkerumun disitu.
Volta menyeringai ke arahku, yang kubalas dengan tatapan datar. Mantan rekanku itu lalu melihat memandang para wartawan dan berkata pelan, “PokeHuman… itu adalah kemampuan…. Atau tepatnya keajaiban… yang dimiliki oleh orang-orang dari masa lalu!”
DENK!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...