Memang aku telah berhasil mendapatkan Pokemon pertamaku, tapi aku tak mau perjalananku mencari Pokemon fosil sia-sia. Paling tidak aku berusaha mencari dulu sebelum memutuskan pergi dari gurun yang membosankan ini.
Saat aku kehabisan ide mencari Pokemon fosil, tiba-tiba aku teringat ucapan Pak Donald sebelum aku terpisah darinya. Pak Donald berkata kalau ada rumor yang mengatakan bahwa di gurun pasir ini terdapat sebuah menara yang disebut menara ilusi. Tapi tidak semua orang bisa melihat menara ilusi. Banyak maniak fosil yang datang untuk melihat menara ilusi, tapi sejauh ini mereka belum menemukan apa-apa. Orang-orang yang mengaku pernah melihat menara ilusi pun tak pernah melihatnya lagi pada kunjungan yang kedua kali. Kalau aku beruntung, mungkin aku bisa menemukan menara itu dan mungkin saja Pokemon fosil ada di dalam menara itu.
Saat tengah asyik berpacu di antara badai pasir yang makin mengganas, tiba-tiba saja Sandshrew yang ikut berjalan bersamaku berhenti dan terlihat mengendus sesuatu. Sandshrew memang sengaja tak kumasukkan ke dalam Pokeball karena aku tak ingin kesepian dalam perjalanan itu. Aku tak perlu khawatir Sandshrew akan terluka oleh badai pasir karena Sandshrew memiliki kemampuan selubung pasir yang membuatnya leluasa berjalan di tengah padang pasir.
Melihat Sandshrew berhenti melangkah, aku pun ikut menghentikan langkahku. Sandshrew mengendus-endus lama sampai akhirnya dia berlari ke suatu arah. Aku serta merta langsung mengikutinya. Sandshrew berhenti di sebuah batu besar dan sepedaku tersandar di batu besar itu. Rupanya Sandshrew mencium bau yang sama dengan bauku sehingga mengajakku kesini dan menemukan sepedaku. Baguslah, paling tidak aku berhasil menemukan sepedaku dan menyudahi perjalanan tanpa arah ini. Tapi, hei....apa yang ada didepanku ini?
Tampak sebuah bangunan tinggi menjulang tepat di depanku. Bangunan itu memiliki warna yang sama dengan warna pasir sehingga seolah-olah menjadi sebuah kamuflase dan tak terlihat. Apakah ini menara ilusi?
Aku yang penasaran dengan menara tinggi itu pun mulai melangkah memasukinya. Ruangan yang ada di dalamnya cukup luas, seperti sebuah aula pertemuan. Tapi di ruangan yang besar ini tak ada apa-apa selain kenyataan kalau kau bisa berlindung dari badai pasir di sini sehingga aku pun melepas kacamata hitam pemberian Pak Donald. Kuamati sekeliling ruangan dan menemukan anak tangga yang menuju ke atas. Kunaiki tangga itu perlahan dan sampai di atas. Lantai ruangan di atas ini agak rapuh dan aku yakin kalau kau berlari-lari di atasnya kau, lantai ini akan segera ambruk. Maka dari itu aku berjalan pelan berharap tak menimbulkan guncangan apapun pada lantai. Dengan hati-hati aku sampai pada tangga menuju ke atas yang lain. Kunaiki anak tangga ini satu persatu. Berbeda dari tangga pertama, tangga ini cukup panjang dan juga agak rapuh. Untung beratku tak sampai enam puluh kilo atau aku pastikan aku akan jatuh bersama lantai ini.
Akhirnya setelah mendaki dengan penuh hati-hati aku sampai di tingkat kedua. Kupikir ini adalah lantai teratas dari menara ini. Kuamati ruangan di tingkat dua ini dan kutemukan...hei, siapa itu? Ada seseorang yang lebih dulu memasuki menara ini rupanya. Lelaki itu berdiri membelakangi dan tampaknya sedang mengamati sesuatu di sudut ruangan.
Aku mencoba menyapanya tapi rupanya dia dulu yang menyapaku. ”Jadi sepeda di luar itu punya kamu?” tanyanya tanpa membalikkan badannya sedikitpun.
”I...iya,” jawabku lagi-lagi tergagap. ”Anda siapa?” aku balik bertanya.
Lelaki itu tiba-tiba berbalik dan tersenyum kepadaku. Kini aku bisa melihat jelas sosok lelaki itu. Dia tampak masih muda dengan pakaian rapi, wajahnya tampan, sepertinya sih dia anak orang kaya. Aku taksir umurnya sebaya denganku.
”Namaku Steven Stone,” lelaki itu memperkenalkan diri. ”Aku tertarik dengan bebatuan dan juga fosil. Kau mungkin bisa menyebutku sebagai maniak fosil, tapi aku tak mau orang menyebutku begitu. Aku lebih suka disebut....juara.” Lelaki bernama Steven itu memperkenalkan dirinya dengan penuh kharisma.
Wow! Cara perkenalan yang luar biasa, batinku. Aku baru melihat seseorang memperkenalkan dirinya dengan gaya seperti itu.
”Dan kamu...siapa?” Steven ganti bertanya.
”Oh, ah, eh...” seperti biasa, aku tergagap, ”namaku L, panggil saja seperti itu. Aku baru memulai perjalanan sebagai pelatih Pokemon dan aku pun tertarik dengan Pokemon fosil, tapi aku bukan maniak fosil.” Aku mencoba membalas perkenalan Steven dengan perkenalan yang baik, namun tampaknya tadi sangat buruk dan pemilihan kalimatku tidak tepat.
”Kau mencari Pokemon fosil?” tanya Steven. Aku baru saja mau menjawab ketika dia meneruskan perkataannya, ”Kalau begitu aku bisa berbagi fosil denganmu.”
”Ber...bagi fosil katamu?” tanyaku tak mengerti.
Steven tersenyum. ”Melangkahlah kesini dan lihat apa yang kutemukan,” jawab Steven.
Aku melangkah perlahan mendekati Steven di sudut ruangan. Kulihat ada sebuah meja tanah keras disana dan di atas meja itu ada dua buah batu besar – sebesar majalah – yang memiliki corak aneh. Yang satu bercorak seperti cakar sedangkan yang satunya lagi bercorak seperti akar.
”Apa ini?” tanyaku tak mengerti.
”Apalagi? Inilah yang kau cari! Inilah fosil Pokemon purba!”
Pokemon fosil? Benarkah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...