SERVADA CHRONICLES - MAGMA SEASON
BAB XVI: PEMBALASAN ROCKET BIMA
Episode 106: Tabitha Palsu
--Not in my diary--
Dua orang laki-laki dan wanita berseragam tudung merah berjalan di tepi pantai. Mereka sedang menuju sebuah gua yang ada pada ujung lain pantai tersebut. Mereka tampak sangat tenang dan sedikit berbincang, tanpa mengetahui kalau ada seseorang yang mengamati mereka dari kejauhan.
”Dua orang berseragam merah,” ujar seseorang yang mengamati keduanya dari kejauhan menggunakan teropong itu. ”Tak salah lagi, mereka adalah Tim Magma. Kupikir ini adalah saat yang tepat... untuk melakukan pembalasan!”

Sebelumnya, di ruangan Maxie
Maxie sedang duduk di kursinya. Dia tampak mengamati sebuah bola berwarna biru di tangan kanannya dengan seksama. Saat itulah terdengar suara ketukan dari pintu kabinnya.
”Masuklah,” jawab Maxie mempersilakan. Pintu pun terbuka, dan lelaki yang menjadi tangan kanan Maxie langsung masuk ke dalamnya.
”Ada apa Tuan memanggilku?” tanya lelaki yang tak lain adalah Tabitha itu.
”Tentu saja untuk meminta data yang kuminta waktu itu. Apa kau sudah lupa? Aku sudah mengatakannya tadi saat memintamu datang. Lagipula data itu pun sudah ada di tanganmu,” jawab Maxie panjang lebar. Entah kenapa dia terlihat kesal pada anak buah yang paling dipercayainya itu.
Tabitha lalu melihat pada sebuah amplop cokelat besar yang terpegang di tangan kanannya. ”Ah, iya... ada disini...” jawab Tabitha. ”Maaf, saya tidak sadar...”
”Kenapa kamu jadi blo’on seperti ini sih?” sungut Maxie kesal. ”Ya sudah, taruh dokumen itu di mejaku dan segera pergi.”
”Baik, Tuan Maxie,” jawab Tabitha. Dia lalu meletakkan amplop berisi kertas-kertas A4 itu di atas meja Maxie dan segera berbalik hendak meninggalkan ruangan.
“Tunggu sebentar, Tabitha,” cegah Maxie tiba-tiba.
Tabitha pun langsung kembali berbalik. “Ada apa Tuan?” tanyanya.
”Tolong kau panggilkan L kesini,” jawab Maxie tanpa mengalihkan pandangannya dari bola biru yang ada dalam genggamannya.
”Ada apa dengan L, Tuan?” sahut Tabitha penasaran.
”Tentu saja aku mau bicara dengannya,” jawab Maxie tampak kesal. ”Kau pikir aku mau main catur dengan dia? Aku tak ada waktu untuk itu.”
”Apa Tuan mau memberinya tugas lagi?” terka Tabitha kemudian.
”Iya, aku mau memberinya sebuah tugas dengan Flame,” kata Maxie sambil mengambil amplop yang ada di mejanya. ”Tapi sebelum itu....” perkataan Maxie terhenti. Pemimpin Tim Magma yang kharismatik itu kemudian mengeluarkan kertas-kertas dari dalam amplop dan memeriksanya satu-persatu. ”Sebelum itu,” lanjut Maxie, ”aku ingin berbicara dengannya mengenai suatu hal.”
”Tuan ingin bicara apa?” tanya Tabitha lagi. Admin Tim Magma itu tampak sangat ingin tahu.
”Maaf, tapi hal ini hanya kubicarakan dengan L selaku regu elite,” tolak Maxie. Dia memandang tangan kanannya itu dengan tatapan curiga. Wajar saja bila Maxie curiga terhadap Tabitha. Gelagat pemegang perintah kedua di Tim Magma itu memang terlihat sangat aneh. ”Baiklah Tabitha, sekarang kau bisa meninggalkan ruanganku dan mulai memanggil L.”
”Baik Tuan,” pamit Tabitha. Dia lalu berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Maxie.
Tabitha berjalan dengan pelan di lorong kapal selam dengan kepala menunduk ke bawah. Seulas senyum yang sangat aneh tersungging di wajahnya. Entah mengapa tiba-tiba sebuah cairan bening keluar dari semua wajahnya. Cairan berwarna ungu itu kemudian bergerak dan kini menempel di bahu lelaki itu. Saat itulah, seseorang berseragam grunt merah yang lain tampak berjalan ke arahnya.
”Kau sudah menemui Tuan Maxie... Brodie?” tanya grunt yang berwajah mirip Tabitha tersebut saat sudah mendekati Tabitha. Bukan... bukan mirip, namun dia memang Tabitha! Kalau dia Tabitha, lalu siapa sosok berwajah Tabitha yang bertemu dengan Maxie tadi?
”Tentu saja sudah,” jawab lelaki yang baru keluar dari ruangan Maxie itu sambil mendongak. Kini wajahnya bukan lagi wajah Tabitha, melainkan wajah....
”Terima kasih Brodie,” ujar Tabitha yang asli. ”Untung kau mau menggantikanku menemui Tuan Maxie, dengan begitu kencanku dengan Courtney jadi tidak terganggu. Semuanya berjalan lancar bukan? Apa yang diperintahkan oleh Tuan Maxie?”
”Kau bertanya banyak sekali,” jawab Brodie yang rupanya telah menyamar menjadi Tabitha dan menemui Maxie. ”Aku sudah memberikan dokumen itu, dan Tuan Maxie menyuruhmu memanggilkan si L.”
”Begitu ya? Kalau begitu terima kasih banyak ya?” sahut Tabitha. ”Sekarang aku harus pergi menemui L.”
Tabitha lalu berjalan meninggalkan Brodie begitu saja. Sementara itu Brodie berdiri terdiam di tempatnya. Dia mengeluarkan sebuah kertas dari balik rompinya dan memandangnya lekat. Tiba-tiba saja grunt Tim Magma yang pandai menyamar itu menyunggingkan sebuah senyuman yang sangat misterius.
”Tidak, Tabitha...” bisiknya pada dirinya sendiri, ”... akulah yang harusnya berterima kasih padamu....”

BAB XVI: PEMBALASAN ROCKET BIMA

--Not in my diary--
Dua orang laki-laki dan wanita berseragam tudung merah berjalan di tepi pantai. Mereka sedang menuju sebuah gua yang ada pada ujung lain pantai tersebut. Mereka tampak sangat tenang dan sedikit berbincang, tanpa mengetahui kalau ada seseorang yang mengamati mereka dari kejauhan.
”Dua orang berseragam merah,” ujar seseorang yang mengamati keduanya dari kejauhan menggunakan teropong itu. ”Tak salah lagi, mereka adalah Tim Magma. Kupikir ini adalah saat yang tepat... untuk melakukan pembalasan!”

*
Sebelumnya, di ruangan Maxie
Maxie sedang duduk di kursinya. Dia tampak mengamati sebuah bola berwarna biru di tangan kanannya dengan seksama. Saat itulah terdengar suara ketukan dari pintu kabinnya.
”Masuklah,” jawab Maxie mempersilakan. Pintu pun terbuka, dan lelaki yang menjadi tangan kanan Maxie langsung masuk ke dalamnya.
”Ada apa Tuan memanggilku?” tanya lelaki yang tak lain adalah Tabitha itu.
”Tentu saja untuk meminta data yang kuminta waktu itu. Apa kau sudah lupa? Aku sudah mengatakannya tadi saat memintamu datang. Lagipula data itu pun sudah ada di tanganmu,” jawab Maxie panjang lebar. Entah kenapa dia terlihat kesal pada anak buah yang paling dipercayainya itu.
Tabitha lalu melihat pada sebuah amplop cokelat besar yang terpegang di tangan kanannya. ”Ah, iya... ada disini...” jawab Tabitha. ”Maaf, saya tidak sadar...”
”Kenapa kamu jadi blo’on seperti ini sih?” sungut Maxie kesal. ”Ya sudah, taruh dokumen itu di mejaku dan segera pergi.”
”Baik, Tuan Maxie,” jawab Tabitha. Dia lalu meletakkan amplop berisi kertas-kertas A4 itu di atas meja Maxie dan segera berbalik hendak meninggalkan ruangan.
“Tunggu sebentar, Tabitha,” cegah Maxie tiba-tiba.
Tabitha pun langsung kembali berbalik. “Ada apa Tuan?” tanyanya.
”Tolong kau panggilkan L kesini,” jawab Maxie tanpa mengalihkan pandangannya dari bola biru yang ada dalam genggamannya.
”Ada apa dengan L, Tuan?” sahut Tabitha penasaran.
”Tentu saja aku mau bicara dengannya,” jawab Maxie tampak kesal. ”Kau pikir aku mau main catur dengan dia? Aku tak ada waktu untuk itu.”
”Apa Tuan mau memberinya tugas lagi?” terka Tabitha kemudian.
”Iya, aku mau memberinya sebuah tugas dengan Flame,” kata Maxie sambil mengambil amplop yang ada di mejanya. ”Tapi sebelum itu....” perkataan Maxie terhenti. Pemimpin Tim Magma yang kharismatik itu kemudian mengeluarkan kertas-kertas dari dalam amplop dan memeriksanya satu-persatu. ”Sebelum itu,” lanjut Maxie, ”aku ingin berbicara dengannya mengenai suatu hal.”
”Tuan ingin bicara apa?” tanya Tabitha lagi. Admin Tim Magma itu tampak sangat ingin tahu.
”Maaf, tapi hal ini hanya kubicarakan dengan L selaku regu elite,” tolak Maxie. Dia memandang tangan kanannya itu dengan tatapan curiga. Wajar saja bila Maxie curiga terhadap Tabitha. Gelagat pemegang perintah kedua di Tim Magma itu memang terlihat sangat aneh. ”Baiklah Tabitha, sekarang kau bisa meninggalkan ruanganku dan mulai memanggil L.”
”Baik Tuan,” pamit Tabitha. Dia lalu berbalik dan melangkah keluar dari ruangan Maxie.
Tabitha berjalan dengan pelan di lorong kapal selam dengan kepala menunduk ke bawah. Seulas senyum yang sangat aneh tersungging di wajahnya. Entah mengapa tiba-tiba sebuah cairan bening keluar dari semua wajahnya. Cairan berwarna ungu itu kemudian bergerak dan kini menempel di bahu lelaki itu. Saat itulah, seseorang berseragam grunt merah yang lain tampak berjalan ke arahnya.
”Kau sudah menemui Tuan Maxie... Brodie?” tanya grunt yang berwajah mirip Tabitha tersebut saat sudah mendekati Tabitha. Bukan... bukan mirip, namun dia memang Tabitha! Kalau dia Tabitha, lalu siapa sosok berwajah Tabitha yang bertemu dengan Maxie tadi?
”Tentu saja sudah,” jawab lelaki yang baru keluar dari ruangan Maxie itu sambil mendongak. Kini wajahnya bukan lagi wajah Tabitha, melainkan wajah....
”Terima kasih Brodie,” ujar Tabitha yang asli. ”Untung kau mau menggantikanku menemui Tuan Maxie, dengan begitu kencanku dengan Courtney jadi tidak terganggu. Semuanya berjalan lancar bukan? Apa yang diperintahkan oleh Tuan Maxie?”
”Kau bertanya banyak sekali,” jawab Brodie yang rupanya telah menyamar menjadi Tabitha dan menemui Maxie. ”Aku sudah memberikan dokumen itu, dan Tuan Maxie menyuruhmu memanggilkan si L.”
”Begitu ya? Kalau begitu terima kasih banyak ya?” sahut Tabitha. ”Sekarang aku harus pergi menemui L.”
Tabitha lalu berjalan meninggalkan Brodie begitu saja. Sementara itu Brodie berdiri terdiam di tempatnya. Dia mengeluarkan sebuah kertas dari balik rompinya dan memandangnya lekat. Tiba-tiba saja grunt Tim Magma yang pandai menyamar itu menyunggingkan sebuah senyuman yang sangat misterius.
”Tidak, Tabitha...” bisiknya pada dirinya sendiri, ”... akulah yang harusnya berterima kasih padamu....”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...