SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Minggu, 01 Agustus 2010

L's Diary: Eps. 119 - Ciuman Pertama

wooper gifEpisode 119: Ciuman Pertama

”Lunar...” Flame memanggil. Aku menoleh. Ini pertama kalinya dia memanggilku dengan nama asli. ”Jangan pergi dulu....”
Tiba-tiba Flame berlari ke arahku dan dia langsung memeluk tubuhku. Aku terkejut, aku tak mengira Flame akan memelukku. Dia memeluk tubuhku dengan erat dan membenamkan kepalanya di dadaku.
””Flame, kau....”
”Lunar, izinkan aku memanggil nama aslimu,” ujar Flame kemudian. ”Aku... aku tidak mau berpisah darimu. Kumohon... jangan tinggalkan aku... Bukankah kau telah berjanji takkan meninggalkanku sendiri?”
”Flame, mengertilah, aku harus pergi,” jawabku. ”Aku tahu ini mungkin berat bagimu, tapi ketahuilah, aku takkan melupakan persahabatan kita.”
”Kenapa... kenapa hidup ini begitu kejam?” isak Flame. Rupanya dia mulai menangis. ”Kenapa saat aku menemukan sahabatku, aku pun harus berpisah dengan mereka? Kenapa?”
”Jangan berkata begitu, karena hidup hampir selalu begitu,” jawabku mencoba menghiburnya. ”Aku yakin, kau pasti akan menemukan sahabat yang lain disana, sebagaimana aku akan menemukan sahabat yang lain juga. Tentu saja aku takkan melupakanmu.”
Flame mendongak dan menatapku erat. ”Lunar, berjanjilah... berjanjilah kalau kau tidak akan pernah lupa dengan persahabatan kita. Berjanjilah padaku...”
”Aku berjanji padamu Flame, aku takkan melupakan persahabatan kita. Kau adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Apa kau pikir aku bisa melupakanmu?” Aku lalu mengusap air mata di pipinya dengan lembut. Aku tak menyangka perpisahan ini bisa begitu mengharukan seperti ini.
”Kalau begitu,” Flame menatap mataku lembut. ”Kalau begitu ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu. Anggaplah ini sebagai hadiah perpisahan dariku.”
”Oh ya? Apa itu?” tanyaku penasaran.
Flame tersenyum dan mendongak menatapku. Kusadari tubuhnya bertambah tinggi, bukan bertambah tinggi, tapi dia berjinjit dan kemudian....
Dia menciumku? Apa aku bermimpi? Tidak... aku tidak bermimpi... bibirnya benar-benar menyentuh bibirku!


Kurasakan kehangatan pada bibir mungil Flame. Aku masih tak percaya dengan yang dilakukan Flame, tapi aku tak mau melewatkan sensasi ini. Ini adalah... ini adalah ciuman pertamaku!
Tanpa terasa tanganku bergerak memeluk tubuhnya erat. Kami berciuman cukup lama hingga Flame melepaskan bibirnya dari bibirku. Dia lalu memandang wajahku dengan polos. Aku tak berani menatapnya setelah apa yang dilakukannya barusan. Aku benar-benar malu.
”Lunar, aku berhutang sebuah ciuman dalam taruhan itu, kupikir sekaranglah waktu yang tepat untuk melunasinya. Kau tak perlu malu, Lunar...” ujarnya lirih. Kulihat pipinya bersemu merah.
”Ah, iya... aku... entah ya... seharusnya... kau tak perlu... aku kan waktu itu.... hanya....” aku benar-benar salah tingkah dibuatnya. ”Tapi Flame, bukannya waktu itu kau bilang kalau kau hanya akan memberikan....”
Perkataanku terhenti saat tiba-tiba Flame menempelkan telunjuknya di bibirku seolah menyuruhku berhenti bicara. ”Kau sahabatku Lunar, walaupun aku tak mengerti dengan perasaan ini, tetapi kau adalah sahabatku Lunar...”
Aku tersenyum. Aku benar-benar tak mengerti. Flame, yang kau lakukan ini lebih dari apa yang kau sebut dengan sahabat. Aku tak mengerti dan aku benar-benar tak mengerti. Meski begitu, aku berusaha untuk memahaminya, memahami arti persahabatan yang kau coba untuk katakan.
”Baiklah Flame, aku harus pergi. Terima kasih atas semua yang telah kau berikan kepadaku. Apa yang terjadi malam ini takkan pernah aku lupakan. Ini akan menjadi malam terindah yang pernah kulalui bersamamu. Terima kasih Flame, terima kasih...” ujarku seraya melepaskan pelukanku.
Flame melepaskan pelukannya. Dia memandangku begitu erat seolah tak ingin berpisah denganku. ”Lunar, walaupun kita hanya bersama untuk waktu yang sebentar, tapi entah mengapa aku seperti sudah mengenalmu untuk waktu yang sangat lama. Dan aku percaya akan datang saat dimana kita akan kembali bertemu. Sampai saat itu tiba, aku akan selalu berdoa semoga perjalananmu baik-baik saja. Jaga dirimu....”
”Kau juga Flame, jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu berharap yang sama untukmu. Kau sudah cukup menderita, karena itu komohon jangan menangis lagi. Bagaimanapun.... selamat ulang tahun...”
Aku menatap gadis yang sangat kusayangi itu untuk terakhir kalinya dan kemudian berbalik, mulai berjalan meninggalkannya. Sandslash tampak melihat Flareon dengan berkaca-kaca, begitu pula dengan Flareon. Pokemon pertamaku itu kemudian ikut berbalik dan mengikutiku. Aku terus berjalan tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Aku takut aku takkan bisa meninggalkannya saat kulakukan itu. Flame, maafkan aku.... aku tak bisa hanya menganggapmu sebagai seorang sahabat. Kalau kau ingin tahu, perasaanku lebih dari itu. Tapi aku tahu aku tak bisa mengatakannya padamu. Aku tahu kalau kita hanya akan menjadi sahabat, takkan pernah lebih dari itu. Karena itulah... kutinggalkan kau sebagai seorang sahabat... seorang sahabat yang lebih dari seorang sahabat. Kenyataannya adalah.... aku mencintaimu...

*
Sementara itu, tanpa aku tahu...

Flame memandangi kepergian Lunar dengan air mata berlinang. Dia seolah tak ingin berpisah dengannya, seolah dia sangat kehilangan akan kepergiannya.
”Sudah selesai, Nona Flame,” tiba-tiba Courtney muncul dari belakangnya sambil mengunyah permen karet. ”Temanmu itu akhirnya pergi juga, meninggalkanmu.”
”Kau salah, Courtney...” sahut Flame dalam tangis sunyinya, ”Dia tidak pernah meninggalkanku. Raganya memang pergi, tapi kenangan akan dirinya akan tetap ada di hatiku.”
Courtney tersenyum. Dia seolah mengerti dengan apa yang dirasakan oleh keponakan bosnya itu. ”Kau mencintainya bukan?”
Flame menggeleng. ”Entahlah, aku tidak tahu perasaan ini. Kami adalah sahabat, dan akan tetap seperti itu. Tetapi....”
”Tetapi apa?”
”Tetapi aku ingin dia menoleh padaku... saat dia berjalan meninggalkanku....” Flame berkata dengan nada sedih.
Courtney tersenyum lagi. ”Dia tidak melakukan itu,” sahutnya. Dia lalu menepuk bahu Flame. ”Kalau kalian berjodoh, kalian pasti akan bertemu kembali. Sudahlah, kita kembali ke kapal sekarang. Kupikir Maxie sudah menunggumu disana.”
Flame mengangguk lemah. ”Baiklah, kurasa sudah cukup merayakan ulang tahunku malam ini.”
Flame melangkah mengikuti Courtney dengan gontai. Ulang tahun kali ini adalah ulang tahun terindah sekaligus terburuk baginya. Terindah karena untuk pertama kali dia merayakannya dengan seorang sahabat yang sangat dekat, dan terburuk karena di hari yang sama itu dia justru berpisah dengan sahabatnya tersebut. Seorang sahabat... yang telah menjadi cinta pertamanya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...