
”Aku ingin mengatakan alasan sebenarnya kenapa kau harus pergi dari Tim Magma, karena itulah aku menyuruh Flame keluar.”
”Alasan sebenarnya? Apa maksud Anda?” tanyaku tak mengerti.
”Berikan kertas itu padaku,” perintah Maxie. Aku lalu maju dan mengulurkan kertas perjanjian tersebut. Maxie menerimanya dan kini menunjukkanya kepadaku. ”Kertas ini walaupun terlihat sangat meyakinkan, tapi tak bisa merubah kepercayaanku padamu hingga kau benar-benar melakukan pengkhianatan nantinya. Orb biru itu asli, dan kau tak bisa disamakan dengan Allejandro Volta, kau lebih baik darinya.”
”Lalu kenapa Anda katakan semua itu?” tanyaku heran.
”Itu hanya alasan....yang bisa diterima semuanya. Itu hanyalah alasan agar aku bisa mengeluarkanmu dengan tepat.”
”Lalu apa alasan sebenarnya?” aku mulai penasaran. Bila Maxie terdengar bertele-tele seperti ini, pasti yang akan dikatakannya adalah hal yang serius. Kalau bukan itu alasan yang digunakannya untuk memecatku, aku penasaran dengan alasan apa yang sengaja disembunyikan itu.
”L, harusnya kau menjawab dengan jujur saat aku menanyakan siapa namamu waktu pertama kali kita bertemu. Kalau kau menyebutkan nama lengkapmu saat itu, mungkin aku takkan pernah berurusan denganmu lagi sejak saat itu.”
”Apa maksudnya? Memangnya kenapa dengan....” tiba-tiba pikiranku kembali pada saat pertama kali bertemu Tim Magma. Entah mengapa kali ini aku bisa mengingatnya dengan baik. Saat itu...
”Aku lupa menanyakan, siapa namamu Nak?”
”Anda bisa memanggilku L, Tuan Maxie.”
”L? Itu nama yang aneh, tapi sudahlah,”
”Anda bisa memanggilku L, Tuan Maxie.”
”L? Itu nama yang aneh, tapi sudahlah,”
”Tapi ini juga salahku,” sambung Maxie. ”Seharusnya kuperiksa data-datamu secara lengkap setelah kau bergabung dengan Tim Magma, tapi aku tak sempat dan kemudian melupakannya.”
”Memangnya ada apa dengan namaku? Apakah itu ada artinya dengan keberadaanku di Tim Magma?”
Maxie mengangguk. ”Ya, sangat ada. Sekarang, aku akan menanyakannya sekali lagi dan jawab dengan jujur. Siapa nama aslimu? Sebutkan nama aslimu dengan lengkap!”
”Namaku... namaku...” aku ragu menjawab, tapi... ”...namaku Lunar Servada.”
”Nah, itu baru nama yang benar,” sahut Maxie sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arahku. ”Kau, Lunar Servada. Nama awalmu adalah namamu, sementara nama belakangmu, adalah nama keluargamu. Saat ini aku akan membicarakan tentang... keluarga Servada.”
Keluarga Servada? Memangnya ada apa dengan keluarga Servada?
”Sekarang tolong katakan apa maksud Anda?” tanyaku semakin tak mengerti.
”Aku tak mau berurusan dengan keluarga Servada!” Maxie langsung menjawab pertanyaanku dengan cepat. Aku terkejut. Apa maksudnya dengan jawaban itu?
”Lunar Servada, kau harus tahu satu hal!” Maxie berkata dengan berapi-api. ”Kau harus tahu kalau aku sangat membenci keluarga Servada bahkan kalaupun mereka pernah menolongku, aku akan tetap membenci mereka!”
Maxie... Maxie membenci keluarga Servada? Apa... apa maksudnya ini?
”Kalau aku tahu kau berasal dari keluarga Servada, aku takkan sudi menerimamu sebagai anggota Tim Magma. Aku akan langsung menyetrummu sampai tewas!”
Begitukah? Begitukah yang akan dilakukan oleh Maxie bila saat itu aku memberikan nama asliku?
”Tuan Maxie, kenapa kau memben...”
”Kenapa aku membenci keluarga Servada?” potong Maxie cepat. ”Kau mau tahu kenapa?” Aku terdiam. Aku tak bisa berkata apa-apa karena aku tahu suasana hati Maxie sedang buruk. ”Aku membenci Servada karena aku memang membencinya!”
Jawaban macam apa itu? Tetapi...
”Lunar Servada, aku bisa saja membunuhmu saat ini, tetapi aku tak bisa melakukannya... setelah semua yang kau lakukan untukku, untuk Flame, dan untuk Tim Magma....” Maxie terdiam. Kini dia sudah tampak kembali tenang. ”Aku tak bisa menghukummu saat ini, karena kau memang tak memiliki salah padaku ataupun Tim Magma. Tetapi meski begitu, aku akan tetap membencimu karena di dalam tubuhmu mengalir darah keluarga Servada. Dan karena aku membencimu, hanya ada satu hal yang bisa kulakukan saat ini, yaitu mengeluarkanmu.... aku ingin kau memahami hal ini dengan baik.”
Aku terdiam. Aku tak menyangka akan berada dalam situasi seperti ini. Aku tak menyangka bila ternyata ada seseorang yang sangat membenci keluargaku dan sepertinya menaruh dendam pada keluarga Servada. Yang aku tak menduga lagi adalah... kenyataan bahwa Maxie bisa begitu emosional saat mendengar nama keluargaku. Sebenarnya apa yang terjadi? Sebenarnya apa alasan Tuan Maxie membenci keluargaku?
”Aku bisa memahaminya, Tuan Maxie,” ujarku pelan. ”Bila Anda membenci keluargaku, aku bisa memakluminya. Aku pun bisa memahami bila Anda ingin aku pergi dari sini. Tapi asal Anda tahu...” aku mulai ikut terbawa emosi. Tak terasa setetes air mata meluncur dari mataku yang berkaca-kaca. ”Asal Anda tahu, kalaupun Anda tak mengeluarkanku dari tim ini, aku akan mengajukan pengunduran diri sendiri. Aku tak mau lagi bergabung dengan tim penjahat yang mengorbankan kepentingan orang lain demi mencapai tujuannya!”
Maxie terdiam. Sepertinya dia tak menyangka bila aku berani mengatakan hal sekeras itu.
”Aku mendapat banyak hal dari Tim Magma, dan aku tak bisa memungkiri bila Tim Magma juga mendapatkan banyak hal dariku. Aku... aku harus berterima kasih pada Anda Tuan Maxie, Anda telah memberiku kesempatan untuk... untuk bisa mencari Groudon. Anda tahu, mencari Groudon bersama Anda, bersama semua anggota Tim Magma lainnya, adalah sebuah kehormatan bagiku. Karena itu... terima kasih Tuan Maxie... terima kasih.....” aku berhenti bicara. Aku tak kuasa menahan air mataku. Kini aku benar-benar menangis, dan aku berusaha mengenyahkan air mataku. ”Maaf, maaf bila aku pernah mengecewakanmu, termasuk saat membuat Flame sekarat... maafkan aku....”
Aku berbalik membelakangi Maxie. Aku tak mau dia melihatku menangis. Aku tak mau dia melihatku begitu lemah. Aku harus kuat... aku harus kuat.
”Tuan Maxie,” aku berbicara lagi. ”Setelah ini aku akan pergi sehingga Anda tidak bisa melihatku lagi. Tapi sebelum pergi, aku punya permintaan terakhir. Kalau Anda mengizinkan, biarkan aku menyimpan seragam ini. Biarkan aku menyimpannya sebagai kenang-kenangan... dan juga bukti kalau aku pernah bekerja untuk orang sehebat Anda... Tuan Maxie....”
Usai mengatakan hal itu, aku langsung melangkahkan kakiku berniat meninggalkan ruangan tokoh kharismatik yang kukagumi itu.
”Lunar, tunggu dulu.” Aku baru saja akan membuka pintu kabin saat Maxie memanggilku. Aku pun berbalik menghadapnya. ”Lunar,” lanjut Maxie. ”Maafkan aku.... dan terima kasih atas semua bantuanmu selama ini. Kau harus tahu satu hal, aku sangat bangga padamu. Aku bangga memiliki seorang prajurit tangguh sepertimu. Semoga kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Dan terakhir... kau boleh menyimpan seragam itu sebagai kenang-kenangan dariku....”
Aku tersenyum getir. Kutatap wajah Maxie untuk terakhir kalinya dan kemudian aku kembali berbalik, membuka pintu, dan benar-benar keluar dari ruangan Maxie. Itulah terakhir kalinya aku memasuki ruangan Maxie. Itu juga menjadi saat terakhir aku bertemu dengan Maxie, dengan salah satu orang terhebat yang pernah kutemui...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...