
¬--Not in my diary--
Volta’s Ending
Seorang lelaki berambut pirang keemasan memasuki sebuah rumah besar di kota Goldenrod. Seorang lelaki berambut warna sama langsung mendatanginya.
”Mau apa kau kesini?” cegah lelaki kedua yang tak lain adalah Nanta Paciolo.
”Jangan halangi aku,” jawab lelaki pertama yang tak lain adalah Volta.
”Kau tak berhak memasuki rumah ini, kau sudah terusir dari keluarga ini,” sahut Nanta ketus.
”Kau bilang aku pewaris keluarga ini, kenapa sekarang kau melarangku?” tantang Volta tak gentar.
”Saat itu kan aku....”
”Biarkan dia masuk, Nanta...” tiba-tiba terdengar suara lelaki tua dari dalam rumah. Volta dan Nanta langsung melihat ke asal suara dan mendapati seorang kakek berambut putih dengan jas hitam tengah berdiri disana. ”Bagaimanapun Volta adalah cucu kakek, dia sama sepertimu.”
”Tapi Kek...”
”Jangan egois, Nanta,” sela Volta. “Apa kau tak dengar apa yang dikatakan Kakek?”
Nanta terdiam. Dia lalu bergerak menyingkir dari depan Volta. Volta tersenyum mengejek ke arahnya dan kemudian berjalan ke arah sang kakek.
”Oh, cucuku, sudah lama aku tak melihatmu,” sapa sang kakek. ”Kudengar kau membantu pamanmu, apa itu benar?”
”Itu benar, tapi sekarang aku tidak ada urusan lagi dengannya,” jawab Volta.
”Kau kesini pasti ada keperluan bukan?”
”Ya, aku kesini bukan sekedar mengunjungi kakek saja.” Volta menatap kakeknya dengan tajam sementara sang kakek membalas tatapannya dengan lembut.
”Apa yang kau inginkan, cucuku?” tanya sang kakek dengan suara ringkih.
”Aku mau...” Volta menghentikan ucapannya. Dia terlihat ragu. ”Aku mau,” lanjutnya kemudian, ”aku mau bagianku dari keluarga ini!”
Sang kakek tersenyum dan berbalik membelakangi Volta. ”Akhirnya kau meminta bagianmu juga. Aku sudah lama menunggu saat ini. Memangnya untuk apa kau meminta bagianmu?”
”Aku...” Volta menggenggam tangannya erat. ”Aku ingin membentuk kelompok, kelompok yang akan bisa menyaingi semua tim penjahat yang pernah ada!”
”Apa kau paham dengan resikonya?” tanya sang kakek sambil memilin jenggot putihnya yang panjang.
”Aku paham, setelah semua yang aku alami bersama mereka semua,” jawab Volta lantang. ”Aku telah bersama Tim Rocket, Tim Magma, dan Tim Aqua. Sekarang saatnya aku bergerak sendiri!”
”Baiklah, aku menyetujuinya...” sang kakek berbalik memandang Volta. ”Kau bisa mengambil bagianmu hari ini juga,” ujarnya seraya melangkah ke samping Volta. ”Kalau boleh aku tahu, nama apa yang akan kau berikan pada kelompokmu itu? Dan juga... apa yang akan kau kejar?”
”Namanya....” Volta berpikir sejenak dan kemudian, ”.... namanya adalah Tim Voltase, dan yang akan aku kejar adalah...... Rayquaza!”
*
Flame’s EndingBrodie duduk di kabinnya dengan perasaan sangat senang. Sepertinya dia baru saja mengalami sesuatu yang sangat menyenangkan dalam hidupnya.
”Hahaha...” dia tertawa sendiri. “Akhirnya, akhirnya penghalang terakhirku telah pergi! Aku patut berterima kasih pada Tabitha untuk ini. Kalau saja dia tidak menyuruhku menggantikannya menemui Maxie, aku pasti tidak bisa meletakkan surat palsu itu. Hahahahaha....”
Brodie kemudian mengambil sebuah foto yang ada di mejanya. Dia menatap foto wanita berambut merah itu dengan penuh perasaan.
”Flame, sekarang tidak ada lagi yang bisa menghalangiku untuk mendapatkanmu,” ujarnya kemudian. ”Aku telah menyingkirkannya. Si L bodoh itu akhirnya pergi dari sini dan aku akan segera mendapatkanmu. Aku benar-benar mencintaimu.. oh, Flame...”
”Jadi begitu,” tiba-tiba terdengar suara wanita di belakangnya. Brodie berbalik dan terkejut mendapati Flame ada di depannya sekarang. ”Jadi kau yang melakukan semua itu?”
”Flame, kenapa kau bisa....kenapa kau masuk tiba-tiba?” tanya Brodie terkejut. Dia merasa terjepit setelah hal-hal yang dikatakannya tadi. Apakah Flame mendengar semua yang dikatakannya tadi?
”Aku berniat mengunjungimu dan pintu kabinmu tak tertutup rapat tadi, jadi maafkan aku bila lancang masuk kesini. Tetapi...” Flame terdiam. Dia menundukkan kepalanya. “Brodie, apa kau masih belum paham juga dengan hubungan kita?” ujar Flame masih dengan kepala menunduk. “Apa kau masih belum bisa menerima hubungan pertemanan kita?”
Brodie tampak bingung dan ketakutan. Dia tak tahu harus mengatakan apa, tetapi sepertinya sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Flame pasti sangat marah setelah mengetahui dialah yang membuat surat perjanjian yang mengeluarkan L itu.
”Kenapa... kenapa kau lakukan ini?” tanya Flame lantang. Bersamaan dengan itu dia mendongakkan kepalanya menatap Brodie dengan penuh kebencian. ”Brodie... aku benci... aku benci kamu!”
Flame berbalik dan melangkah hendak meninggalkan kabin Brodie. Brodie mencegahnya dan secara spontan dia memegang tangan Flame.
”Flame, maafkan aku... aku tidak bermaksud....”
”Lepaskan tanganku!” bentak Flame keras. ”Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!”
”Tapi Flame, kumohon... dengarkan aku dulu,” bujuk Brodie bersikeras.
”AKU BILANG LEPASKAN!”
Tiba-tiba hawa panas terasa di ruangan kabin yang sempit itu. Mendadak dari lengan Flame muncul api yang keluar begitu saja menyelimutinya. Brodie langsung melepaskan tangannya dari lengan Flame dan terkejut mendapati apa yang terjadi di depannya. Dilihatnya api muncul dari tubuh Flame dan kemudian.... alarm tanda bahaya berbunyi di setiap penjuru Magmarine, membuat semua yang ada di dalamnya berada dalam kepanikan massal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...