
”Hai Lunar, selamat ulang tahun. Tumben rambutmu rapi di hari ini,” sapa Noah saat aku memasuki PokeMart.
”Ah, ya... terima kasih,” jawabku seadanya. ”Kemana aku harus mengantar hari ini?”
”Lunar, sebenarnya aku ingin memberimu hari libur karena kamu berulang tahun,” jawab Noah. ”Tetapi pesanan Nest Ball sangat banyak. Kamu tahu kan kalau Nest Ball adalah bola penangkap monster yang sangat terkenal?”
”Iya, aku tahu...” aku mengambil beberapa Nest Ball yang ada di meja yang siap untuk dikirimkan. ”Bilang saja kalau tak ada libur untukku. Sudahlah, mau diantar kemana bola-bola ini? Lunar Servada bersama dengan sahabatnya si Tropius sudah siap untuk bekerja.”

”Sekali lagi aku minta maaf, karena kali ini pelanggan kita tinggal di tempat yang jauh, mungkin akan sangat melelahkan di hari ulang tahunmu.”
”Alamatnya?”
”Gunung Pyre, dengan nona Spectra.,” jawab Noah.
”Apa? Gunung Pyre?” aku terkejut mendengar alamat yang disebutkan Noah. ”Apa tidak ada tempat yang lebih bagus lagi?”
”Memangnya kenapa dengan gunung itu?” tanya Noah heran.
”Gunung itukan... gunung itukan...”
”Angker maksudmu?” potong Noah menebak. ”Selama kamu punya Pokemon, kamu akan baik-baik saja. Percaya deh.”
Aku terdiam. Gunung Pyre adalah gunung yang menjadi pemakaman Pokemon. Tempat itu diliputi dengan aura yang mengerikan dan menakutkan... tunggu dulu, memang apa bedanya mengerikan dan menakutkan? Bukankah itu sama saja?
Di gunung itu konon banyak Pokemon hantu yang.... yang aku takuti! Sumpah, lebih baik aku kepanasan di dalam gunung Chimney bersama Tim Magma daripada harus menginjak tanah gunung itu barang sejengkal saja.
Tapi tugas adalah tugas. Benar kata Noah, selama aku bersama Pokemonku, aku pasti baik-baik saja. Aku harus menghadapi ketakutanku itu. ”Baiklah, kemanapun aku siap!” kuambil tas ranselku yang sudah berisi Nest Ball dan bergegas keluar.
***
Aku dan Tropius kini sudah ada di udara, menuju ke gunung Pyre yang angker. Aku berusaha menyingkirkan bayangan-bayangan menakutkan yang mulai muncul di kepalaku. Aku sudah membayangkan akan lari terbirit-birit gara-gara dikejar Banette, Pokemon hantu yang paling aku takuti!
Gunung Pyre terletak jauh dari kota Verdanturf. Aku dan Tropius belum pernah kesana, jadi kami tidak tahu jalannya secara pasti. Karena itulah aku lalu menerapkan peribahasa ”Malu Bertanya Sesat di Jalan”. Aku bertanya pada tukang ojek botak yang sedang mangkal di persimpangan jalan, tetapi bapak-bapak itu malah marah-marah dan menantangku bertarung Pokemon. Tentu saja langsung kukeluarkan Sandslash sang jagoan dan langsung bisa menyapu semua Pokemonnya. Tapi bukan berarti masalah beres, karena kemudian datang teman-temannya yang sama-sama botak dan berotot dengan sepeda motor gede seperti milik om Indro Warkop. Harusnya aku tahu kalau bapak itu bukan tukang ojek, melainkan anggota geng motor!
Baiklah, setelah berhasil lolos dari kejaran para tukang ojek botak tersebut, aku akhirnya terpaksa mampir ke toko buku buat beli peta. Harusnya aku ingat perkataan Dora the Explorer yang selalu menyapaku setiap pagi dengan suara mungilnya yang sok centil itu.
(Komentar Tropius, ”Please deh, gak usah ngomongin acara tivi buat anak-anak itu, gak penting tahu gak sih...”)
Setelah dua kali membeli peta –yang pertama salah beli peta, peta Afrika Selatan-, kami kembali menjelajah udara terbang menuju gunung Pyre. Di luar dugaan gunung Pyre sangat jauh dari Verdanturf, membuat kami terpaksa beristirahat sebentar untuk memulihkan kondisi Tropius. Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan setelah yakin benar Tropius sudah kembali sehat. Untuk menuju gunung Pyre, kami harus melewati kota Mauville, dari situ lurus terus dan memakan waktu yang sangat lama hingga mencapai rute 123, lalu belok ke utara ke rute 122. Gunung Pyre terletak di rute 122 tersebut, dikelilingi oleh lautan teluk.
Akhirnya setelah melalui perjalanan yang sangat panjang dan hari pun sudah mulai gelap, kira-kira pukul tujuh malam, aku melihat sebuah gunung tinggi menjulang disana. Itu gunung Pyre, pikirku. Baiklah, sedikit lagi sampai dan tugas hari ini selesai sudah. Tunggu dulu, sekarang kan sudah malam, itu berarti.... sial, kenapa hari sudah malam? Bukankah dengan begitu gunung Pyre akan semakin angker saja? Oh, siapa sih wanita kurang kerjaan yang tinggal di gunung Pyre dan memesan Nest Ball? Kenapa wanita yang kata Noah bernama nona Spectra itu tidak tinggal di kota-kota yang banyak tersebar di Hoenn? Kenapa justru memilih hidup di gunung yang angker? Aku jadi penasaran siapa wanita bernama nona Spectra itu sebenarnya. Dia mungkin nenek tua yang berwajah seram seperti Mak Lampir. Hiyyy......
Setelah dua kali membeli peta –yang pertama salah beli peta, peta Afrika Selatan-, kami kembali menjelajah udara terbang menuju gunung Pyre. Di luar dugaan gunung Pyre sangat jauh dari Verdanturf, membuat kami terpaksa beristirahat sebentar untuk memulihkan kondisi Tropius. Aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan setelah yakin benar Tropius sudah kembali sehat. Untuk menuju gunung Pyre, kami harus melewati kota Mauville, dari situ lurus terus dan memakan waktu yang sangat lama hingga mencapai rute 123, lalu belok ke utara ke rute 122. Gunung Pyre terletak di rute 122 tersebut, dikelilingi oleh lautan teluk.
Akhirnya setelah melalui perjalanan yang sangat panjang dan hari pun sudah mulai gelap, kira-kira pukul tujuh malam, aku melihat sebuah gunung tinggi menjulang disana. Itu gunung Pyre, pikirku. Baiklah, sedikit lagi sampai dan tugas hari ini selesai sudah. Tunggu dulu, sekarang kan sudah malam, itu berarti.... sial, kenapa hari sudah malam? Bukankah dengan begitu gunung Pyre akan semakin angker saja? Oh, siapa sih wanita kurang kerjaan yang tinggal di gunung Pyre dan memesan Nest Ball? Kenapa wanita yang kata Noah bernama nona Spectra itu tidak tinggal di kota-kota yang banyak tersebar di Hoenn? Kenapa justru memilih hidup di gunung yang angker? Aku jadi penasaran siapa wanita bernama nona Spectra itu sebenarnya. Dia mungkin nenek tua yang berwajah seram seperti Mak Lampir. Hiyyy......

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...