
“Ti… tidak mungkin…” Henry tidak percaya melihat Pokemon keduanya terkapar tak berdaya di lantai arena. Dia mengembalikan Luxray ke dalam PokeBall dengan bibir tergigit. Dipandanginya PokeBall Luxray dengan tidak percaya, lalu ditatapnya Reaper dengan penuh amarah. “Kali ini kau tidak akan lolos, siapapun dirimu!” sentaknya marah. Dia memasukkan PokeBall Luxray dan mengeluarkan PokeBall terakhirnya. Dia memandang PokeBall ketiga sekaligus terakhirnya itu kemudian melihat ke arah kekasihnya yang sedari tadi memandangnya cemas.
“Henry… berusahalah…” kata Lavender terdengar lemah. Dia sama seperti Henry, sepertinya tidak percaya dengan apa yang terjadi di arena. Dua Pokemon Henry dapat dikalahkan dengan sangat mudah oleh Reaper.
“Baiklah Reaper…. Inilah kekuatan terakhirku… yang sebenarnya!” teriak Henry melemparkan PokeBall terakhirnya. Dari dalam PokeBall muncul seekor Pokemon menyerupai ular bersisik dengan tubuh berwarna biru muda dengan gigi-gigi tajam di mulutnya.
“Kita lihat apa yang bisa kau lakukan,” kata Reaper terdengar meremehkan.
“Baik… Huntail, serang dengan air garam!” perintah Henry pada Pokemon yang dipanggilnya Huntail itu. Huntail kemudian memunculkan guyuran air besar melebar dari mulutnya yang bergerak cepat ke arah Haunter. Serangan itu begitu cepat dan juga luas, membuat Haunter tidak sempat menghindar. Air garam dari Huntail pun mengenainya telak, membuat Pokemon itu terjatuh ke lantai. “Yes!” pekik Henry senang. “Lihatlah itu Reaper, aku masih belum kalah!”
“Hebat… kau hebat,” puji Reaper terlihat begitu tenang walaupun Pokemonnya telah terjatuh. Dia lalu menggerakkan tangannya ke atas seakan mengangkat Haunter dari jauh. Anehnya, tubuh Haunter yang pingsan perlahan tergerak ke udara, membuat para penonton tercengang melihatnya.
“Dia… apa yang dia lakukan?” tanya salah seorang penonton terheran.
“Dia mengangkat Haunter menggunakan telekinetik!” teriak yang lain.
Henry sendiri terheran melihat gerakan tangan Reaper yang mampu melayangkan Haunter di udara. “Siapa… Siapa sebenarnya dirimu?” tanyanya kemudian.
“Aku adalah Reaper… yang akan mengalahkanmu!” jawab Reaper seraya menyentakkan tangannya cepat. Bersamaan dengan itu Haunter miliknya hilang dari pandangan, sekali lagi membuat para penonton terkejut.
“Haunter hilang!” teriak penonton.
“Dia tidak menggunakan PokeBall!”
“Hentikan main-mainnya! Bertarunglah dengan serius!” bentak Henry mulai jengah. “Kalau kau memang manusia berkemampuan cenayang, lebih baik tidak usah kau pamerkan kemampuanmu itu disini… disini tempatnya bertarung!”
“Ho… Jadi itu maumu… Kamu mengharapkan pertarungan serius?” tanya Reaper dengan nada yang entah kenapa kali ini terdengar mengerikan. “Kalau begitu aku akan serius… kuharap kamu tidak menyesalinya…”
“Menyesalinya? Apa maksud…”
“KELUARLAH DRIFBLIM!” teriak Reaper menggelegar di seluruh penjuru arena. Para penonton terkejut mendengar teriakan Reaper yang begitu keras itu, termasuk aku. Aku tak menyangka peserta misterius berjubah hitam itu bisa mengeluarkan suara yang begitu keras tanpa menggunakan pengeras suara. Ini… ini aneh sekali!
Saat perhatian para penonton terpecah oleh suara keras Reaper itulah tiba-tiba seekor Pokemon menyerupai balon muncul di atas Huntail, mengejutkan Pokemon terakhir milik Henry itu. Beruntung Henry menyadari kemunculan Pokemon kedua Reaper itu dan dengan cepat memerintahkan Huntail untuk menyingkir.
“Huntail, ekor aqua!” perintahnya cepat. Huntail memapatkan tubuhnya di lantai membentuk sebuah pegas, kemudian meregang meluncur kencang ke arah Drifblim yang melayang di atasnya. Sesampainya di udara, Huntail langsung mengibaskan ekornya keras menghantamkannya pada Drifblim, memunculkan percikaan air yang begitu deras. Driblim tampak bergerak melayang bergeser dari posisinya, namun Pokemon itu mampu menahan tubuhnya sehingga tidak terjatuh ke lantai.
“Sekarang giliranku! LEDAKAN!!!”
BOOOM!!!
Sebuah ledakan keras terjadi di tengah arena, memunculkan asap tebal yang langsung menyelimuti arena pertarungan Battle Dome. Ledakan itu memunculkan serpihan-serpihan lantai yang bertebaran kemana-mana. Sontak para penonton langsung terkejut menyadari ledakan yang begitu keras. Kebanyakan mereka langsung reflek bergerak melindungi diri mereka masing-masing. Aku sendiri tidak menyangka akan terjadi ledakan, sehingga aku tetap duduk manis di tempat dudukku menatap kosong ledakan yang terjadi tepat di depanku. Aku terus menatap ke depan sementara para penonton terlihat panik menciptakan suara berisik dan ricuh. Perlahan asap tebal ledakan itu menghilang, memunculkan kembali pemandangan arena pertarungan yang… oh tidak… ini tidak baik… Henry terluka!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...