Episode
420: Semifinal Dimulai
“Reaksi-reaksi tertentu? Reaksi apa?”
“Emosi, perasaan manusia,” jawab Flame. “Bila
aku sedang sedih, atau marah, api bisa muncul begitu saja dari tubuhku. Aku
tidak bisa mengendalikannya, dan saat itu aku hilang kesadaran, seolah ada
setan yang merasukiku, mengambil alih tubuhku.”
Setan… yang mengambil alih tubuh? Tanyaku
dalam hati.
“Aku belum bisa banyak berbicara
mengenai PokeHuman dan sel-A. Karena Kakek Blaine sedang menyelidikinya. Yang
membuatku terkejut, ternyata kamu pun seorang PokeHuman. Sungai pasir. Aku
benar-benar tak percaya,” kata Flame kemudian.
“Jangankan kamu, aku saja tak percaya,”
sahutku tertunduk. Langsung saja aku teringat momen pertama kali aku mampu
mengeluarkan badai pasir. Saat itu aku di Verdanturf, dan pasir-pasir muncul
begitu saja saat aku sedang tertidur. Sejak itu, beberapa kali pasir-pasir
misterius muncul dari tubuhku, kebanyakan ketika aku sedang berada dalam
kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Terakhir ketika aku berhadapan dengan
Volta di depan rumah sakit, yang jumlahnya begitu banyak.
“Lunar…” panggil Flame. Aku mendongak
dan memandang ke arahnya. Dia tersenyum lantas mendekatiku. Dia menggenggam
tanganku lembut, membuatku terkejut. Tangannya begitu hangat. “Menangkanlah
turnamen ini.Menangkanlah turnamen ini, dan kita lakukan apa yang semestinya
kita lakukan sejak awal,” bisiknya pelan.
Aku terdiam memandang wajahnya. Tampak
kesedihan pada wajahnya yang putih nan ayu itu. Aku lalu tersenyum, dan
mengangguk mengiyakan. “Tentu, Miss Festival. Akulah yang akan memenangkan
turnamen ini.”
*
Hari
pertarungan, Semifinal 1
Suasana Battle Dome sudah dipadati
begitu banyak penonton. Seolah mereka sudah tidak sabar menyaksikan pertarungan
semifinal pertama hari ini: Lunar melawan Reaper. Ya, aku Si Pincang dari
Verdanturf bakal menghadapi sosok misterius itu, yang telah membuat kekasih
Lavender hilang ingatan. Ini akan jadi pertarungan besar!
“Selamat datang kembali di… FRONTIER
FESTIVAL!” sebuah suara perempuan terdengar lantang di seantero Battle Dome. Flame,
berdiri dengan anggunnya mengenakan gaun hijau di tengah arena. Wajahnya tampak
kembali ceria, tidak seperti saat tragedi PokeHuman terjadi. Syukurlah, aku
senang melihatnya.
“Hari ini kita akan menyaksikan
pertarungan semifinal pertama Frontier Festival. Yang akan mempertemukan…
petarung pincang yang luar biasa… Lunar Servada!” Flame menunjuk ke arahku yang
berdiri di sisi kanan arena, yang langsung disambut riuh suara penonton.
“Ayo pincang! Kamu pasti bisa!” teriak
salah seorang penonton.
“LUNAR! LUNAR! LUNAR!” suara teriakan
mengelu-elukan diriku terdengar saling bersahutan.
“Melawan…” Flame melanjutkan sesi
perkenalan para petarung, seraya melihat dan menunjuk ke sisi yang
berseberangan denganku, “…. petarung misterius kita…. Reaper!”
“Yeah! REAPER!!!” teriakan keras dari
penonton turut terdengar dari tribun penonton. Namun tak lama, teriakan itu
berubah cibiran.“HUUUU!!!”
Suasana mendadak sunyi. Seakan kehadiran
sosok berjubah dan bertudung hitam di arena mampu membungkam suara-suara para
penonton.
“Lunar, kalahkan dia! Kamu pasti bisa!”
tiba-tiba terdengar suara perempuan di tepi arena. Aku menengok dan melihat
Lavender di sana. “Lunar, balaskan kekalahan Henry,” sambung Lavender.
Aku mengangguk mantap. “Ya, akan
kumenangkan pertarungan ini. Demi Henri.”
Segera kuarahkan pandanganku pada
Reaper, melihat sejurus ke wajah Reaper yang gelap tertutup tudung. Itu pun
kalau dia punya wajah. Karena entah kenapa aku merasa sosok misterius itu
memang tidak memiliki wajah. Apa dia hantu? Hmm… aku tidak tahu.
“Reaper, hari ini akan kuhentikan
langkahmu di sini. Aku akan mengalahkanmu!” seruku bersemangat. Tak ada jawaban.Reaper
berdiri terdiam, seakan tak mendengar ucapanku.
“Kamu
tak perlu bersusah payah seperti itu, Pincang,” tiba-tiba Reaper menyahut
dengan suaranya yang bergetar. “Karena
aku sudah tak tertarik dengan turnamen ini…”
“Eh, apa maksudmu?” tanya terkejut. Tapi
bukan hanya aku yang terkejut, para penonton pun tampak bingung dengan
ucapannya. Kulihat beberapa penonton berbisik-bisik, seakan bertanya-tanya
maksud ucapan Reaper. “Reaper, jangan bercanda. Maksudmu apa dengan sudah tak
lagi tertarik di turnamen ini?” tanyaku kesal. Bagaimana tidak kesal? Ucapannya
seolah meremehkanku, menjatuhkan kepercayaan diriku.
“Kalian
terlalu lemah bagiku. Turnamen ini bukan kelasku,” sahut Reaper.
“Oh ya?Sombong sekali dirimu,” sergahku
marah.Bisa-bisanya orang gak jelas ini menyebut para petarung di turnamen ini
lemah.Aku mesti berusaha mati-matian untuk sampai di babak ini.“Lalu apa yang
akan kau lakukan?” tanyaku kemudian.
Reaper terdiam. Auranya begitu dingin,
seolah tak ada kehidupan di tubuhnya. Perlahan, kepalanya mendongak dan melihat
ke arahku. Sedetik kemudian, sebuah kalimat yang sangat tak bisa dipercaya
keluar dari mulutnya.
“Aku
mengundurkan diri. Aku mengaku kalah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...