SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Senin, 17 Maret 2014

Lunar's Diary: Eps.420 - Semifinal Dimulai


Episode 420: Semifinal Dimulai

“Reaksi-reaksi tertentu? Reaksi apa?”
“Emosi, perasaan manusia,” jawab Flame. “Bila aku sedang sedih, atau marah, api bisa muncul begitu saja dari tubuhku. Aku tidak bisa mengendalikannya, dan saat itu aku hilang kesadaran, seolah ada setan yang merasukiku, mengambil alih tubuhku.”
Setan… yang mengambil alih tubuh? Tanyaku dalam hati.
“Aku belum bisa banyak berbicara mengenai PokeHuman dan sel-A. Karena Kakek Blaine sedang menyelidikinya. Yang membuatku terkejut, ternyata kamu pun seorang PokeHuman. Sungai pasir. Aku benar-benar tak percaya,” kata Flame kemudian.
“Jangankan kamu, aku saja tak percaya,” sahutku tertunduk. Langsung saja aku teringat momen pertama kali aku mampu mengeluarkan badai pasir. Saat itu aku di Verdanturf, dan pasir-pasir muncul begitu saja saat aku sedang tertidur. Sejak itu, beberapa kali pasir-pasir misterius muncul dari tubuhku, kebanyakan ketika aku sedang berada dalam kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Terakhir ketika aku berhadapan dengan Volta di depan rumah sakit, yang jumlahnya begitu banyak.
“Lunar…” panggil Flame. Aku mendongak dan memandang ke arahnya. Dia tersenyum lantas mendekatiku. Dia menggenggam tanganku lembut, membuatku terkejut. Tangannya begitu hangat. “Menangkanlah turnamen ini.Menangkanlah turnamen ini, dan kita lakukan apa yang semestinya kita lakukan sejak awal,” bisiknya pelan.
Aku terdiam memandang wajahnya. Tampak kesedihan pada wajahnya yang putih nan ayu itu. Aku lalu tersenyum, dan mengangguk mengiyakan. “Tentu, Miss Festival. Akulah yang akan memenangkan turnamen ini.”

*

Hari pertarungan, Semifinal 1

Suasana Battle Dome sudah dipadati begitu banyak penonton. Seolah mereka sudah tidak sabar menyaksikan pertarungan semifinal pertama hari ini: Lunar melawan Reaper. Ya, aku Si Pincang dari Verdanturf bakal menghadapi sosok misterius itu, yang telah membuat kekasih Lavender hilang ingatan. Ini akan jadi pertarungan besar!
“Selamat datang kembali di… FRONTIER FESTIVAL!” sebuah suara perempuan terdengar lantang di seantero Battle Dome. Flame, berdiri dengan anggunnya mengenakan gaun hijau di tengah arena. Wajahnya tampak kembali ceria, tidak seperti saat tragedi PokeHuman terjadi. Syukurlah, aku senang melihatnya.
“Hari ini kita akan menyaksikan pertarungan semifinal pertama Frontier Festival. Yang akan mempertemukan… petarung pincang yang luar biasa… Lunar Servada!” Flame menunjuk ke arahku yang berdiri di sisi kanan arena, yang langsung disambut riuh suara penonton.
“Ayo pincang! Kamu pasti bisa!” teriak salah seorang penonton.
“LUNAR! LUNAR! LUNAR!” suara teriakan mengelu-elukan diriku terdengar saling bersahutan.
“Melawan…” Flame melanjutkan sesi perkenalan para petarung, seraya melihat dan menunjuk ke sisi yang berseberangan denganku, “…. petarung misterius kita…. Reaper!”


“Yeah! REAPER!!!” teriakan keras dari penonton turut terdengar dari tribun penonton. Namun tak lama, teriakan itu berubah cibiran.“HUUUU!!!”
Suasana mendadak sunyi. Seakan kehadiran sosok berjubah dan bertudung hitam di arena mampu membungkam suara-suara para penonton.
“Lunar, kalahkan dia! Kamu pasti bisa!” tiba-tiba terdengar suara perempuan di tepi arena. Aku menengok dan melihat Lavender di sana. “Lunar, balaskan kekalahan Henry,” sambung Lavender.
Aku mengangguk mantap. “Ya, akan kumenangkan pertarungan ini. Demi Henri.”
Segera kuarahkan pandanganku pada Reaper, melihat sejurus ke wajah Reaper yang gelap tertutup tudung. Itu pun kalau dia punya wajah. Karena entah kenapa aku merasa sosok misterius itu memang tidak memiliki wajah. Apa dia hantu? Hmm… aku tidak tahu.
“Reaper, hari ini akan kuhentikan langkahmu di sini. Aku akan mengalahkanmu!” seruku bersemangat. Tak ada jawaban.Reaper berdiri terdiam, seakan tak mendengar ucapanku.
Kamu tak perlu bersusah payah seperti itu, Pincang,” tiba-tiba Reaper menyahut dengan suaranya yang bergetar. “Karena aku sudah tak tertarik dengan turnamen ini…
“Eh, apa maksudmu?” tanya terkejut. Tapi bukan hanya aku yang terkejut, para penonton pun tampak bingung dengan ucapannya. Kulihat beberapa penonton berbisik-bisik, seakan bertanya-tanya maksud ucapan Reaper. “Reaper, jangan bercanda. Maksudmu apa dengan sudah tak lagi tertarik di turnamen ini?” tanyaku kesal. Bagaimana tidak kesal? Ucapannya seolah meremehkanku, menjatuhkan kepercayaan diriku.
Kalian terlalu lemah bagiku. Turnamen ini bukan kelasku,” sahut Reaper.
“Oh ya?Sombong sekali dirimu,” sergahku marah.Bisa-bisanya orang gak jelas ini menyebut para petarung di turnamen ini lemah.Aku mesti berusaha mati-matian untuk sampai di babak ini.“Lalu apa yang akan kau lakukan?” tanyaku kemudian.
Reaper terdiam. Auranya begitu dingin, seolah tak ada kehidupan di tubuhnya. Perlahan, kepalanya mendongak dan melihat ke arahku. Sedetik kemudian, sebuah kalimat yang sangat tak bisa dipercaya keluar dari mulutnya.
Aku mengundurkan diri. Aku mengaku kalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...