Episode 421: Reaper Mundur
“Aku
mengundurkan diri. Aku mengaku kalah.”
Eh?
Seketika seluruh arena menjadi lengang
mendengar ucapan Reaper. Tak lama, bisik-bisik para penonton terdengar dari
semua tribun di dalam Battle Dome. Bisik-bisik itu lantas berubah menjadi suara
riuh, yang terus bergemuruh.
“Hei, apa maksudmu? Apa kamu ketakutan
dengan si Pincang sampai bilang seperti itu?” teriak salah seorang penonton.
“Apa-Apaan kamu ini? Kami di sini ingin
menonton pertarungan yang hebat, bukannya omong kosong!” gerutu penonton yang
lain.
Suara-suara sumbang lainnya pun muncul. Cepat
saja tribun para penonton menjadi riuh ramai dengan ocehan para penonton yang
tidak puas. Sementara, aku, Flame, dan official turnamen terdiam bingung.
“Reaper? Bisa kau jelaskan apa maksud
perkataanmu?” tanya Flame mencoba menenangkan keadaan. Mendengar suara Flame,
keributan di bangku penonton tiba-tiba sirna. Kini mereka tengah menantikan
jawaban Reaper atas pertanyaan Flame.
“Aku
mengaku kalah. Terima kasih,” jawab Reaper datar. Kemudian dia berbalik dan
berjalan menuju pintu keluar Battle Dome.
“Hei, mau kemana dia?” seru seorang
penonton.
“Apa dia benar mengalah?” sahut yang
lain.
Melihat gerak-gerik Reaper, official
turnamen menjadi bingung. Kulihat Scott tampak bingung, pun dengan Flame. Dan
aku. Sementara Reaper terus berjalan dengan santainya menuju pintu keluar,
seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, saat tinggal selangkah lagi orang aneh itu
mencapai pintu…
“Kembali kau, Reaper!” aku berteriak keras,
mengalihkan semua perhatian di Battle Dome ke arahku. Termasuk Reaper, yang
berhenti melangkah. “Apa maksudmu dengan mengaku kalah? Kita bahkan belum
bertarung. Segeralah kembali ke arena, dan kita selesaikan ini dengan jantan,”
seruku marah.
“Sudah
kubilang kamu tidak usdah repot-repot, Pincang,” sahut Reaper. Dia kembali
melangkah, dan kini melintasi pintu. Dia keluar dari Battle Dome.
“Kurang ajar!” teriakku berang. Aku tak
pernah merasa diremehkan seperti ini sebelumnya. Bisa-bisanya dia mengacuhkanku
begitu saja, seolah aku ini begitu lemah? Aku tidak bisa terima. “Jangan kabur
kamu, pengecut!”
Sontak aku berlari melintasi arena,
mengejar Reaper yang telah berada di luar. Sebelum aku benar-benar keluar dari
Dome, sempat kudengar suara Flame mencoba menenangkan para penonton yang sangat
berisik.
Segera saja aku berada di luar Battle
Dome dan mendapati tidak ada seorang pun di luar arena. Lalu, kemana perginya
Reaper? Sial! Dia menghilang begitu saja!
“Lunar!” terdengar teriakan Flame di
belakangku.Aku menoleh dan tampak Flame bersama Scott berlari ke arahku. “Mana
Reaper?” tanyanya kemudian.
“Ya, dimana si pembuat masalah itu?” Scott
ikut bertanya. “Seolah masih kurang saja masalah di turnamen ini. Kini dia
membuat heboh dengan tiba-tiba mengundurkan diri.” Scott melihat berkeliling,
namun sama sepertiku, tidak menemukan keberadaan sosok misterius itu. “Eh,
dimana dia?” tanyanya heran.
“Entahlah, aku juga tidak tahu,” sahut
terengah-engah karena berlari tadi. “Sepertinya… dia sudah meninggalkan pulau
ini…”
*
Sementara
itu, di tempat lain di Frontier, tanpa kutahu…
Reaper tampak berjalan masuk ke dalam
gua yang gelap. Dia berjalan begitu tenang, hingga sesuatu yang kuning menyala
terlihat di depannya.
“Aku
selesai. Sekarang terserah padamu. Kuberikan kamu kesempatan melawannya. Tapi
berikan apa yang aku inginkan,” kata Reaper pada cahaya kuning, yang
ternyata adalah rambut seorang lelaki yang berdiri di sana.
“Terima kasih Reaper. Pertarunganku
dengan Si Pincang ini pasti akan seru. Akhirnya tiba kesempatan bagiku, untuk
membuktikan siapa yang terkuat. Kuyakinkan dirimu, aku akan menang dalam
turnamen ini. Dan akan kulakukan apa yang kamu minta, di pertarungan puncak
nanti!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...