SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Senin, 17 Maret 2014

Lunar's Diary: Eps.421 - Reaper Mundur


Episode 421: Reaper Mundur

Aku mengundurkan diri. Aku mengaku kalah.
Eh?
Seketika seluruh arena menjadi lengang mendengar ucapan Reaper. Tak lama, bisik-bisik para penonton terdengar dari semua tribun di dalam Battle Dome. Bisik-bisik itu lantas berubah menjadi suara riuh, yang terus bergemuruh.
“Hei, apa maksudmu? Apa kamu ketakutan dengan si Pincang sampai bilang seperti itu?” teriak salah seorang penonton.
“Apa-Apaan kamu ini? Kami di sini ingin menonton pertarungan yang hebat, bukannya omong kosong!” gerutu penonton yang lain.
Suara-suara sumbang lainnya pun muncul. Cepat saja tribun para penonton menjadi riuh ramai dengan ocehan para penonton yang tidak puas. Sementara, aku, Flame, dan official turnamen terdiam bingung.
“Reaper? Bisa kau jelaskan apa maksud perkataanmu?” tanya Flame mencoba menenangkan keadaan. Mendengar suara Flame, keributan di bangku penonton tiba-tiba sirna. Kini mereka tengah menantikan jawaban Reaper atas pertanyaan Flame.
Aku mengaku kalah. Terima kasih,” jawab Reaper datar. Kemudian dia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar Battle Dome.


“Hei, mau kemana dia?” seru seorang penonton.
“Apa dia benar mengalah?” sahut yang lain.
Melihat gerak-gerik Reaper, official turnamen menjadi bingung. Kulihat Scott tampak bingung, pun dengan Flame. Dan aku. Sementara Reaper terus berjalan dengan santainya menuju pintu keluar, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, saat tinggal selangkah lagi orang aneh itu mencapai pintu…
“Kembali kau, Reaper!” aku berteriak keras, mengalihkan semua perhatian di Battle Dome ke arahku. Termasuk Reaper, yang berhenti melangkah. “Apa maksudmu dengan mengaku kalah? Kita bahkan belum bertarung. Segeralah kembali ke arena, dan kita selesaikan ini dengan jantan,” seruku marah.
Sudah kubilang kamu tidak usdah repot-repot, Pincang,” sahut Reaper. Dia kembali melangkah, dan kini melintasi pintu. Dia keluar dari Battle Dome.
“Kurang ajar!” teriakku berang. Aku tak pernah merasa diremehkan seperti ini sebelumnya. Bisa-bisanya dia mengacuhkanku begitu saja, seolah aku ini begitu lemah? Aku tidak bisa terima. “Jangan kabur kamu, pengecut!”
Sontak aku berlari melintasi arena, mengejar Reaper yang telah berada di luar. Sebelum aku benar-benar keluar dari Dome, sempat kudengar suara Flame mencoba menenangkan para penonton yang sangat berisik.
Segera saja aku berada di luar Battle Dome dan mendapati tidak ada seorang pun di luar arena. Lalu, kemana perginya Reaper? Sial! Dia menghilang begitu saja!
“Lunar!” terdengar teriakan Flame di belakangku.Aku menoleh dan tampak Flame bersama Scott berlari ke arahku. “Mana Reaper?” tanyanya kemudian.
“Ya, dimana si pembuat masalah itu?” Scott ikut bertanya. “Seolah masih kurang saja masalah di turnamen ini. Kini dia membuat heboh dengan tiba-tiba mengundurkan diri.” Scott melihat berkeliling, namun sama sepertiku, tidak menemukan keberadaan sosok misterius itu. “Eh, dimana dia?” tanyanya heran.
“Entahlah, aku juga tidak tahu,” sahut terengah-engah karena berlari tadi. “Sepertinya… dia sudah meninggalkan pulau ini…”

*

Sementara itu, di tempat lain di Frontier, tanpa kutahu…

Reaper tampak berjalan masuk ke dalam gua yang gelap. Dia berjalan begitu tenang, hingga sesuatu yang kuning menyala terlihat di depannya.
Aku selesai. Sekarang terserah padamu. Kuberikan kamu kesempatan melawannya. Tapi berikan apa yang aku inginkan,” kata Reaper pada cahaya kuning, yang ternyata adalah rambut seorang lelaki yang berdiri di sana.
“Terima kasih Reaper. Pertarunganku dengan Si Pincang ini pasti akan seru. Akhirnya tiba kesempatan bagiku, untuk membuktikan siapa yang terkuat. Kuyakinkan dirimu, aku akan menang dalam turnamen ini. Dan akan kulakukan apa yang kamu minta, di pertarungan puncak nanti!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...