SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Selasa, 05 Januari 2010

L's Diary: Eps. 17 - Gadis Bernama Flame

wooper gifEpisode 17: Gadis Bernama Flame


”Omong kosong!” sanggah Maxie tak percaya. ”Jiken adalah pemimpin Ninja yang hebat, kami tahu itu karena kami pernah berselisih dengannya,” Maxie berargumen. ”Mana mungkin dia kalah begitu saja darimu.”

”Kalau kau tak percaya, kau bisa tanyakan pada Flannery, Gym Leader kota Lavaridge. Akulah yang membantunya menangani Ninja Abu,” tambahku. Aku lalu mengeluarkan sebuah lencana dari saku celana panjangku dan menunjukkannya pada Maxie. ”Dan ini adalah bukti kalau aku pun telah mengalahkan Flannery.”

Maxie terperangah. ”Lencana panas kota Lavaridge? Aku tak bisa percaya ini,” katanya. ”Tabitha, hubungi Flannery, tanyakan apa anak ini telah mengalahkannya dan juga telah mengalahkan Jiken,” perintah Maxie pada Tabitha.

”Baik Tuan,” sahut Tabitha. Dia lalu keluar dari ruangan.

”Kita tunggu saja apakah kau membual atau berkata yang sebenarnya,” Maxie menyeringai. Aku tersenyum kecil mendengarnya. Flannery adalah orang yang baik, dia pasti akan mengatakan hal yang sejujurnya.

Tak lama menunggu, Tabitha masuk ke dalam ruangan. ”Tuan, dia berkata yang sebenarnya. Flannery mengatakan kalau dialah yang menyelamatkan kota Lavaridge dari invasi Ninja Abu.”

”Kau dengar itu?”

”Hmm...” Maxie bergumam mendengar perkataan anak buahnya itu. Raut wajahnya masih menampakkan ketidakpercayaannya padaku. ”Rupanya kau tak berbohong. Baiklah, akan kupertimbangkan dulu sebelum memutuskan akan menerimamu sebagai anggota. Tapi apakah kau yakin mau bergabung dengan Tim Magma? Bukankah kau ini seorang pelatih Pokemon biasa?” tanyanya memastikan.

”Sebenarnya tujuanku menjadi pelatih Pokemon tak lebih dari usahaku untuk bisa menangkap Groudon. Dibutuhkan keahlian yang hebat dalam melatih Pokemon untuk bisa menangkap Groudon sang Pokemon legenda. Tapi tentu saja akan lebih mudah bila bersama-sama mencarinya dalam organisasi yang kuat seperti Tim Magma,” jawabku dengan sedikit pujian.

”Baiklah, tapi sebelumnya kau harus tahu apa konsekuensi menjadi anggota Tim Magma,” tambahnya. ”Tabitha, ambilkan buku pedoman Tim Magma dan berikan kepadanya agar dia membacanya.” Mendengar perintah itu Tabitha langsung berjalan keluar ruangan dan tak lama kembali dengan membawa sebuah buku berwarna merah. Dia memberikannya kepada Maxie. Maxie lalu melemparkan buku itu ke atas tempat tidur. ”Ini Nak, baca buku ini dulu sementara aku mempertimbangkan untuk merekrutmu menjadi anggota.” Setelah mengatakan itu, Maxie lalu berbalik dan berjalan hendak keluar ruangan diikuti kedua lelaki yang sedari tadi bersamanya. Saat tiba di pintu, Maxie menoleh padaku dan bertanya, ”Aku lupa menanyakan, siapa namamu Nak?”

”Anda bisa memanggilku L, Tuan Maxie,” jawabku berusaha sesopan mungkin.

”L?” Maxie tampak berpikir. ”Itu nama yang aneh, tapi sudahlah,” sahutnya. ”Flame, temani dia dan jelaskan segala hal yang tidak dia mengerti,” perintahnya pada Flame.

”Baik Paman,” jawab Flame. Dan Maxie pun meninggalkan ruangan. Kini tinggal aku dan


Flame saja yang berada di ruangan panas ini.

Flame lalu duduk di sebelahku seperti saat aku tersadar tadi. ”Maafkan aku telah menggeledah tasmu. Tapi itu memang prosedur untuk keamanan,” ujar Flame.

”Tak apa-apa, kau hanya menjalankan tugas, ” sahutku. ”Bolehkah aku bertanya?”

”Tentu saja, bukankah Paman Maxie memerintahkanku disini untuk menjelaskan segala yang kamu tanyakan? Memangnya apa yang ingin kamu tanyakan? Kulihat kamu belum membuka buku itu sama sekali.”

Aku tersenyum. ”Aku hanya ingin menanyakan kenapa kau membelaku begitu gigih tadi?”

”Aku tak membelamu,” jawab Flame. ”Memang itu kenyataannya kan?”

”Iya juga sih,” aku membenarkan.

”Kalau kamu memang terbukti mata-mata, tentu aku akan membiarkanmu mati tersengat listrik. Tapi sejujurnya, aku tak suka bila Paman berlaku kasar pada siapapun,” lanjutnya. ”Kami Tim Magma berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggunakan kekerasan dalam perjalanan mencari Groudon karena pada dasarnya kami tak pernah menginginkan untuk merugikan orang lain. Namun pada kenyataannya banyak aksi Tim Magma yang menggunakan kekerasan sehingga wajar saja bila diberi label penjahat. Ya, seperti itulah bila ambisi sudah merasuki diri kita.”

”Ya, kau benar,” lagi-lagi aku membenarkan. ”Tapi apa benar dia itu pamanmu?” tanyaku lagi.

”Bisakah kamu menanyakan hal lain mengenai buku merah itu daripada bertanya mengenai diriku?” sahut Flame ketus. Dia tampak tak senang. ”Kau harus membaca buku itu sebelum memutuskan bergabung dengan Tim Magma,” dia mengingatkan.

”Oke, baiklah.” Aku pun menuruti perkataannya dan mulai membuka buku merah yang diberikan Maxie. Aku pun mulai membaca satu-persatu halaman dari buku itu. Saat aku bingung akan suatu hal dalam buku itu, aku pun tergerak untuk menanyakannya. Aku melihat ke arah Flame dan ternyata dia sedang melamun. Diam-diam kuamati wajahnya. Dia tampak manis dengan wajahnya yang berkulit putih. Bibirnya yang mungil dan mata yang agak sipit serta kedua lesung pipitnya.... Sungguh, dia benar-benar manis! Belum pernah aku melihat gadis seperti dia sebelumnya.



”Kenapa kamu memandangiku seperti itu?” tanyanya curiga. Oh, rupanya dia memergokiku tengah memandang wajahnya.

”Oh, oh, tidak kok, aku cuma ingin.... menanyakan sesuatu,” jawabku tergagap.

”Kuharap bukan pertanyaan tentang diriku,” sahutnya tanpa ekspresi. Aku tersenyum mendengarnya. Ternyata dia juga memiliki suara yang lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda sopan, Sandslash pun segan...