Episode 54: Berita Gunung Kanon
”Baiklah, aku akan menjelaskan tugas kalian berikutnya,” Tabitha mulai berbicara. Layar putih di belakang Tabitha sekarang mengeluarkan visual sebuah gunung berapi, tapi jelas gunung itu bukan Chimney. Tekstur gunung itu memanjang dan menyerupai sebuah meriam yang mengarah ke langit. ”Gunung berapi ini adalah gunung Kanon, sebuah gunung berapi yang terletak di provinsi Poin, provinsi yang pernah kalian datangi dulu saat menyelamatkan Flareon milik Flame. Tapi gunung ini terletak jauh dari pulau Hitam. Gunung ini terletak di pulau Merah, sebuah pulau di barat daya pulau utama provinsi Poin.....
”Beberapa waktu yang lalu gunung ini menjadi aktif dan menunjukkan gejala akan meletus. Ilmuwan kami telah mengukur tingkat panas di sekitar gunung tersebut dan menemukan tanda-tanda keberadaan Groudon disana. Mereka memperkirakan bahwa disana terdapat Groudon. Perkiraan ini cukup beralasan karena didukung dengan kesaksian warga setempat yang menyatakan melihat Pokemon bertubuh raksasa di dalam gunung tersebut. Tapi tentu saja perkiraan tersebut masih belum pasti karena kita semua, Tim Magma, mempercayai kalau Groudon adalah legenda Hoenn, dan tentunya di Hoennlah Pokemon tersebut tertidur usai pertarungan besar raksasa purba bertahun-tahun yang lalu.....
”Kita bisa saja mengirimkan pasukan dalam jumlah yang banyak ke gunung tersebut sebagaimana yang kita lakukan pada gunung Chimney. Namun tentu saja itu akan memakan biaya yang besar, lagipula aktivitas gunung tersebut telah mencapai tingkat bahaya yang tentunya hanya akan membahayakan keberadaan kita semua ditambah lagi keberadaan Groudon tersebut masih merupakan perkiraan. Karena itulah kami bermaksud mengirim kalian kesana untuk membuktikan keberadaan Groudon disana. Tugas kalian adalah masuk ke dalam gunung tersebut dan mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya. Setelah kalian memastikan keberadaan Groudon ada atau tidak disana, kalian segera kembali kesini. Kalian mengerti?”
”Mengerti!” Kami bertiga mengangguk hampir bersamaan.
Tabitha tersenyum. Dia lalu melanjutkan, ”Disana nanti kalian akan bertemu salah seorang ilmuwan kami. Instruksi manual lainnya telah aku persiapkan dalam paket, jadi kalian bisa mempelajarinya dalam perjalanan ke gunung tersebut. Kalian akan punya waktu banyak mempelajarinya mengingat jarak gunung Kanon terbilang jauh bila menggunakan helikopter tugas kalian.” Tabitha kemudian mengambil tiga paket dan menyerahkannya satu-persatu kepada kami. ”Ini instruksi dasar, kalian bisa mengatur rencana semau kalian asal tidak melanggar instruksi dasar ini.” Tabitha berhenti bicara dan menatap kami satu-persatu lalu melanjutkan. ”Apa ada pertanyaan?” Kami bertiga terdiam tak menjawab. ”Kalau begitu segera laksanakan!”
”Siap laksanakan!” jawab kami bertiga berbarengan. Kami kemudian mohon izin dan keluar dari ruangan Maxie.
Setelah pemberitahuan tugas tersebut kami bertiga masuk ke kabin masing-masing. Aku dan Badut berada satu kabin sementara Flame berada di kabin yang terpisah khusus wanita. Ruanganku cukup sempit, kalau tak mau dibilang sempit. Di dalam kabin kami hanya ada satu tempat tidur bertingkat dan satu meja belajar. Meskipun sempit, tapi cukup layak untuk tempat istirahat. Badut saja langsung terlelap tatkala berbaring di tempat tidurnya sementara aku belum juga bisa memejamkan mata. Aku memandangi langit-langit kabin. Teringat semua yang pernah terjadi selama aku bergabung dengan Tim Magma. Kurang lebih empat bulan sudah aku bergabung dengan tim ini dan selama itu aku mengalami pengalaman yang seru. Entah apa yang akan aku alami nanti. Aku lalu menengok pada jendela bulat di dinding kabin. Terlihat birunya lautan, sepertinya kapal ini mulai menyelam ke dasar laut. Aku memandanginya tenang hingga kemudian tertidur.
Alarm berbunyi keras sekali di dalam kabinku. Aku dan Badut terbangun. Rupanya hari baru telah menjelang. Dan hari ini adalah hari keberangkatan kami ke gunung Kanon.
”Kudengar misi kita kali ini penuh resiko,” kata Badut menyambut paginya. ”Maxie sengaja ingin menghukum kita dengan cara lain.”
”Oh, ya?” sahutku. ”Kurasa tidak, dia bilang sudah memaafkan kita.”
”Kau jangan langsung percaya dengan apa yang kau dengar.”
”Badut, Flame ada dalam tim kita. Kau pikir Maxie ingin keponakannya dalam bahaya?”
Badut tak menjawab. Dia memakai seragam grunt-nya dan melangkah ke pintu. Aku pun segera memakai seragamku dan bersiap pergi keluar.
Setelah kami berdua siap, kami segera ke kabin perintah. Disana Flame telah menunggu kedatangan kami.
”Kalian siap?” tanyanya menyambut kedatangan kami.
”Kami selalu siap,” jawab Badut. ”Kuharap L tidak berbuat kesalahan lagi.”
”Hei,” protesku. ”Kau pikir itu kesalahanku?”
”Ya, karena kau berpikiran yang buruk. Kepalamu itu sepertinya harus dibersihkan.”
”Otakmu itu yang harus dibersihkan!” balasku tak terima dengan ucapannya.
”Hei, sudahlah,” lerai Flame. ”Kalian tak bisa bertengkar seperti ini terus. Ada misi yang harus kita lakukan, dan aku tak mau pertengkaran kalian membuat kita kembali gagal.”
”Baiklah, kita akan bersatu kali ini,” sahut Badut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...