
Aku berjalan dengan tertatih-tatih di sebelah utara kota Slateport. Entah mengapa tiba-tiba tubuhku terasa sangat panas. Aku merasa seperti terkena demam tinggi, tetapi apa yang kurasakan lebih panas lagi.
”Kenapa... kenapa tubuhku begitu panas?” tanyaku heran. ”Kalau seperti ini aku harus mencari rumah sakit terdekat, tetapi... rumah sakit terdekat ada di kota Slateport, apa aku harus kembali kesana?”
Aku kemudian berbalik dan mulai melangkahkan kaki dengan tenaga yang masih tersisa. Seluruh tubuhku mulai kehilangan tenaga akibat demam itu. Sandslash yang sedari tadi menemaniku sampai terlihat khawatir.
”Aku tak apa-apa, Sandslash,” ujarku menenangkannya. ”Sebentar lagi kita akan sampai di kota Slateport dan kemudian aku akan segera...”
Perkataanku terhenti saat tiba-tiba aku tidak bisa merasakan tubuhku lagi. Aku telah benar-benar kehabisan tenaga. Demamku telah memuncak dan kini... aku terjatuh tak berdaya di atas tanah, membuat Sandslash langsung menghampiriku dengan cepat dan menatapku sedih. Aku pun membalas tatapannya.
”Sand...slash....” Itulah kata-kata terakhir yang aku ucapkan karena setelah itu, aku tak sadarkan diri dan tidak ingat apa-apa...
*
Aku merasakan sesuatu yang sangat kukenal, tetapi semuanya gelap. Perlahan kubuka mataku dan kudapati aku tengah terbaring di sebuah tempat tidur, di ruangan yang sangat tidak asing bagiku. Saat ini aku berada... di kamar tidurku?
”Untunglah kau sudah sadar,” samar-samar terdengar suara wanita yang sangat kukenal, ”kau membuatku sangat khawatir, Lunar....”
Aku mencari asal suara dan mendapati seorang wanita berbandana hijau tengah berdiri di sampingku. Ternyata... dia adalah kakakku.
”Kakak, apa aku sudah ada di rumah?” tanyaku lemah.
”Memangnya kau pikir dimana? Kau berharap ada di istana presiden?” jawab kak Lydia ketus. ”Saat ini istana presiden sering menjadi target sasaran serangan teroris, kupikir presiden pun enggan tinggal disana.”

”Ah, kakak....” aku tersenyum menanggapi leluconnya. Aku lalu menggerakkan badanku berusaha duduk di atas tempat tidur. ”Apa yang sebenarnya terjadi denganku?”
”Kakak menemukanmu terbaring di dekat gerbang kota Slateport. Beruntung kakak sedang berada disana untuk menjadi juri kontes Pokemon dan menemukanmu saat dalam perjalanan pulang. Kakak tak menyangka kalau itu adalah kau, dengan kostum... Tim Magma.” Kak Lydia lalu mendelik ke arahku. ”Kenapa kau bisa memakai kostum tim Magma? Jangan bilang kalau kau...”
”Aku sedang disana untuk mengikuti festival kostum, apa Kakak tidak tahu kalau disana sedang ada pesta kostum?” jawabku cepat. Aku tak mau kak Lydia curiga kalau aku telah bergabung dengan Tim Magma. ”Entah mengapa aku ingin memakai kostum itu.”
”Oh, syukurlah,” kak Lydia terlihat lega mendengar jawabanku. ”Kakak pikir kau bergabung dengan mereka. Kau tahu bukan kalau mereka itu penjahat?”
”Kenapa Kakak bisa berpikiran kalau aku akan bergabung dengan Tim Magma? Aku kan sedang menjadi pelatih Pokemon sekarang ini,” sangkalku berusaha membuat kakakku tak berpikir kalau aku telah bergabung dengan Tim Magma. Bagaimanapun kak Lydia akan marah besar bila tahu aku telah bergabung dengan Tim Magma. Dia tidak boleh tahu kalau selama ini aku bersama dengan Tim Magma.
”Ya... apalagi kalau bukan keinginan konyolmu untuk menangkap Groudon,” jawab kak Lydia dengan tatapan curiga. ”Kau sudah cukup membuat masalah dengan Groudon, Kakak tak mau kau menambah masalah lagi dengan Tim Magma. Apa kau lupa siapa ayah kita?”
”Kan sudah aku bilang kalau aku hanya ikut pesta kostum,” sahutku terus membela diri. ”Lagipula aku tidak tertarik dengan Tim Magma, mereka itukan penjahat.”
”Baguslah kalau kau mengerti itu,” kak Lydia terdengar lega. ”Seharusnya kau tidak lupa menghubungiku dengan PokeNav. Kakak berkali-kali meneleponmu, tapi tak pernah bisa. Memangnya kau apakan PokeNav-mu? Apa kau menjualnya?”
”Soal itu, maaf ya...” aku mulai memasang wajah sedih. ”Sebenarnya PokeNav milikku jatuh dan hilang saat aku mendaki gunung Chimney. Aku benar-benar sangat menyesal.” Aku terpaksa berbohong karena mana mungkin aku mengatakan kalau PokeNav itu disita oleh Tim Magma.
”Kau kan bisa menghubungiku lewat videophone yang ada di Pokemon Center terdekat. Kakak sangat mengkhawatirkanmu. Sebenarnya apa sih maksudmu?”
”Sekali lagi aku minta maaf, Kak. Aku terlalu asyik dengan Pokemon sehingga aku lupa untuk meneleponmu.”
”Baiklah, kakak bisa mengerti,” sahut kak Lydia. ”Pokemon memang bisa membuatmu lupa waktu. Kakak sendiri terkadang suka lupa waktu kalau sedang mengurus peternakan. Tetapi....” kak Lydia berhenti sejenak dan kemudian.... ”Selama hampir setahun ini yang kau dapatkan hanya tiga lencana gym ini saja? Sebenarnya apa saja sih yang kau lakukan?” sentak kak Lydia melotot ke arahku sambil menunjukkan tiga lencana gym yang sudah kudapatkan.
”Hei! Jangan bilang Kakak menggeledah tasku!” seruku terkejut mendapati ketiga lencanaku ada di tangannya. ”Itu pelanggaran privasi! Aku bisa menuntut Kakak!”
”Hehehe... memangnya salah kalau Kakak ingin melihat seberapa hebat kamu?” sahut kak Lydia dengan enteng, seolah tak merasa bersalah sama sekali. ”Tapi memang tidak percuma kau pergi menjadi pelatih Pokemon. Kulihat kau sudah mendapatkan empat Pokemon, satu di antaranya adalah Tropius. Kau tahu kan kalau Kakak sangat menyukai Tropius?”
”Ah, iya.... aku tak sengaja mendapatkannya di sebelah barat kota Fortree,” jawabku seadanya dan memang itu kenyataannya.
”Satu hal lagi yang kakak temukan,” lanjut kak Lydia, ”selain Pokemon dan lencana, ternyata kau juga mendapatkan teman.” Kak Lydia mengeluarkan selembar foto yang diambil di kota Lilycove dan menunjukkannya padaku. ”Kakak penasaran, apa perempuan berambut merah ini adalah kekasihmu?”
”Bukan!” sanggahku cepat. ”Dia itu sahabatku! Tidak lebih dari itu!”
”Sahabat, atau kekasih?” goda kak Lydia melihat perubahan sikapku.
”Dia sahabat, dia sahabatku!” teriakku sambil menggerakkan tanganku berusaha merebut foto itu darinya. Kak Lydia dengan gesit menghindari tangkapanku.
“Ambillah kalau kau bisa!” ledek kak Lydia sambil berjalan keluar kamar.
”Dasar Kakak!”
Ya, Flame memang sahabatku. Dia adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Di luar itu, aku tak memungkiri bila aku menyukainya. Aku berharap bisa bertemu kembali dengannya. Aku penasaran dengan apa yang dia lakukan sekarang. Kuharap dia akan baik-baik saja disana.
Flame..... jaga dirimu baik-baik....

Bab XVII: Selamat Tinggal Tim Magma
Selesai....
SERVADA CHRONICLES:
MAGMA SEASON
~SELESAI~
Selesai....
SERVADA CHRONICLES:
MAGMA SEASON
~SELESAI~
Terima kasih telah mengikuti kisah ini....
Mohon maaf bila ada hal-hal yang kurang berkenan...
Nantikan kelanjutannya dalam season kedua: Hunter Season
Mohon maaf bila ada hal-hal yang kurang berkenan...
Nantikan kelanjutannya dalam season kedua: Hunter Season
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...