
Di ruangan Maxie, tanpa aku ketahui.
Maxie sedang memandang lembar bertuliskan data-data Lunar Servada saat pintu kabinnya diketuk dari luar.
”Siapa itu?” tanyanya.
”Ini aku Paman, Flame,” jawab suara dibalik pintu.
”Masuklah,” ujar Maxie mempersilakan masuk. Pintu lalu terbuka dan Flame langsung masuk ke dalamnya. ”Aku tidak akan mendengarkanmu bila kau bermaksud membela Lunar Servada. Keputusanku sudah bulat mengenai bocah itu.”
”Aku kesini bukan untuk membelanya, Paman,” jawab Flame pelan. ”Aku sadar tak ada gunanya melawan keinginan Paman. Lagipula, Paman mungkin benar tentang semuanya. Karena itu, aku datang bukan untuk membelanya.”
”Lalu apa yang kau inginkan?”

Flame terdiam. Dia tampak ragu-ragu dengan apa yang akan dikatakannya, tapi keinginan yang kuat menumbuhkan keberaniannya. ”Apa Paman menyayangiku?”
Maxie terkejut. Dia tak menyangka keponakannya akan menanyakan hal itu. ”Tentu saja aku menyayangimu, kau keluarga Paman satu-satunya. Kenapa kau menanyakan hal itu?”
”Kalau begitu Paman pasti mau mengabulkan permintaanku. Anggap saja ini permintaan terakhirku.”
Maxie meletakkan kertas di tangannya. Dia kini menatap Flame dengan serius. ”Flame, kau tak pernah meminta padaku, maka apa salahnya bila keponakanku tersayang ini mau meminta sesuatu?” jawab Maxie. ”Selama permintaanmu adalah permintaan yang wajar dan bisa Paman penuhi, Paman akan mengabulkannya. Lalu, apa yang kau inginkan?”
”Aku ingin... aku ingin L melakukan tugas terakhirnya,” jawab Flame lirih.
”Tugas terakhir?” Maxie terhenyak kaget. ”Apa maksudmu? Aku sudah resmi memberhentikannya, mana ada tugas lagi untuknya.”
”Ini tidak terkait dengan Tim Magma ini, ini terkait denganku,” sahut Flame.
”Maksudmu?”
”Izinkan L melakukan tugas terakhirnya, izinkan L untuk....”
*
Aku mengemasi barang-barangku ke dalam tas. Hari ini aku akan pergi dari Magmarine, bukan untuk menjalankan tugas demi mendapatkan Groudon, tetapi untuk meninggalkan Tim Magma untuk selamanya. Aku telah diberhentikan... dengan alasan yang sangat aneh.
Aku melihat sekeliling kabinku dengan seksama. Kabin inilah yang selama ini menemaniku, sejak Volta bersamaku disini, hingga dia pergi mengkhianati kami. Kabin yang selama ini menjadi tempatku melepas lelah setelah seharian atau bahkan berhari-hari menjalankan tugas, kini mau tak mau harus aku tinggalkan. Aku memang harus pergi.
Aku sudah selesai mengemasi barang-barangku yang sedikit saat tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kabinku.
”Siapa?”
”Ini aku, Courtney,” jawab suara di luar. Rupanya Courtney, admin kedua Tim Magma.
”Masuklah, tidak dikunci.”
Pintu kabin kemudian terbuka dan seorang wanita cantik dengan seragam grunt wanita yang berbeda dari biasanya masuk ke dalam kabinku. Rok hitam yang dikenakannya lebih panjang hingga melebihi lutut dengan belahan yang tinggi sampai ke paha. Dia adalah Courtney, admin kedua Tim Magma. Aku belum pernah berbicara dengannya sama sekali, karena itu aku heran bila kemudian dia datang ke kabinku. Apakah dia menggantikan tugas Tabitha untuk menemuiku?
”Apa kau sudah siap?” tanya Courtney dengan mulut bergerak-gerak, kupikir dia sedang mengunyah permen karet. ”Aku yang akan mengantarkanmu ke kota Slateport, kota terdekat dari sini. Tabitha tak bisa mengantarkanmu, dia sedang sibuk.”
”Aku sudah selesai berkemas, terima kasih mau mengantarku,” jawabku pendek. ”Baiklah, mari kita pergi.” Courtney meniup permen karetnya dan kemudian melangkah keluar dari kabinku.
Aku beranjak meninggalkan kabinku, namun sebelum aku benar-benar meninggalkannya, aku menoleh dan memandanginya sekali lagi.
*
Aku dan Courtney berjalan menuju ke hangar helikopter. Sepanjang perjalanan, grunt-grunt yang kutemui tampak berbisik membicarakanku. Mungkin berita dipecatnya aku dan juga dibubarkannya regu G telah sampai di telinga mereka. Aku benar-benar sedih menyadari bahwa alasan dikeluarkannya aku dari Tim Magma yang diketahui oleh para grunt itu adalah karena aku adalah seorang pengkhianat. Aku bukan pengkhianat dan aku tidak terima disebut demikian. Tetapi, aku memang harus keluar sebagai pengkhianat....benar-benar akhir yang menyedihkan. Saat memikirkan para grunt itulah aku teringat seseorang.
”Courtney, bolehkah aku menemui Flame untuk mengucapkan perpisahan?” tanyaku meminta izin.
”Tentu saja boleh,” jawab Courtney setelah meletuskan permen karetnya. ”Dia sudah menunggumu di helikopter.”

”Di helikopter? Apa maksudmu?”
”Tuan Maxie memberimu tugas terakhir sebelum kau pergi,” jawab Courtney tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. ”Setelah kau selesai dengan tugas ini, kau bisa pergi dengan tenang.”
”Tugas? Tugas apa?” tanyaku tak mengerti. Bukankah aku sudah dikeluarkan dari Tim Magma? Lalu kenapa Maxie masih memberikan tugas padaku? Apa yang sebenarnya dia inginkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...