
Aku keluar dari sebuah gedung beratap biru yang tak lain adalah PokeMart tempatku bekerja sebagai kurir. Hari ini semua pesanan sudah selesai diantar, aku bebas sekarang. Saat ini ada sesuatu yang sangat ingin aku lakukan. Aku telah mendapatkan ingatanku kembali, dan karena itu aku akan membawa kembali mereka semua.
Kurogoh kantong celanaku dan mengambil sebuah PokeBall berwarna hijau dagangan tempatku bekerja. Bedanya, Nest Ball ini adalah milikku. Kulemparkan Nest Ball ke udara dan Tropius pun segera muncul disana. Aku mendekati Tropius, kebelai dia pelan dan berbisik, ”Tropius... kita akan menjemput teman-temanmu...”
Aku naik ke atas Tropius, menatap jalan di depanku, mengacungkan tangan ke atas dan berkata lantang, ”Tropius, ayo kita terbang!”
Sedetik kemudian tubuh Tropius dan tentunya tubuhku juga mulai bergerak meninggalkan tanah. Tropius mengepakkan sayap daunnya perlahan hingga kemudian semakin kencang. Kami keluar dari kota Verdanturf dan kucari sebuah kolam kecil yang ada disana. Aku segera saja menemukan kolam alami di depan rimbunnya pepohonan.

”Tropius, kita turun sekarang,” perintahku kemudian.
Tropius merendahkan terbangnya dan mendarat di sisi kolam kecil tersebut. Aku langsung turun dan berjalan mendekati kolam itu.
”Kupikir dia ada disini...” ujarku seorang diri. Air di kolam tersebut lalu beriak seakan ada makhluk yang berenang di dalamnya. Aku mengamati riak air yang terus bergerak tersebut dan kemudian.... sesosok tubuh biru sebesar bola basket melompat keluar dari dalam kolam. Sosok itu bergerak ke arahku. Secara reflek tanganku langsung serta merta menangkapnya. Sosok berperut putih bersih itu lalu memandangku antusias. Tiba-tiba saja dia menjulurkan lidahnya yang merah muda dan langsung menjilati wajahku.
”Kau tetap tidak berubah, Obalie...” sapaku padanya ramah. Ya, dialah Obalie, Pokemon keempatku yang aku dapatkan dari seorang anggota Tim Aqua bernama Melon Bluesea. ”Apa kau rindu padaku?”
Obalie menggerak-gerakkan rahangnya seolah mengangguk, menimbulkan suara seperti tepuk tangan. Dia kemudian kembali menjilati wajahku lagi. Aku tergelitik menlihat tingkahnya yang begitu jinak. Tak kusangka Pokemon milik Tim Aqua yang kasar bisa sejinak ini.
KRESEK!
Saat aku tengah bermain dengan Obalie, terdengar suara berisik di dalam rimbunnya pepohonan yang ada di belakang kolam tersebut. Aku menoleh dan memperhatikan asal suara dengan seksama. Kulihat tiba-tiba sepasang cahaya bulat berwarna merah muncul tampak mengintip disana. Aku tersenyum. Aku sudah tahu siapa itu.
”Keluarlah, kau tak salah,” panggilku. ”Aku Lunar, atau kau boleh memanggilku L.”
Sedetik kemudian seekor Pokemon serangga dengan sayap lebar dan tubuh menyerupai ninja melesat terbang dari rimbunnya dedaunan, langsung terbang ke arahku.
”Ninjask, apa kabar?” sapaku saat dia sudah berada di dekat bahuku, berputar-putar tampak girang. Dia adalah Ninjask, Pokemon keduaku pemberian dari Jiken karena aku telah mengalahkan ketua ninja Desa Abu tersebut.
Aku terdiam sementara ketiga Pokemonku memandangiku tampak senang. “Senang bertemu kalian semua. Sekarang tinggal satu lagi teman kalian. Kupikir aku tahu dimana dia berada saat ini....”
*
Aku dan Tropius kembali menjelajah udara. Saat ini aku terbang di atas rute 111 untuk menemui sahabat terbaikku. Saat pasir tampak berterbangan disekelilingku, kusadari aku telah sampai.
”Tropius, kita turun sekarang,” perintahku pelan. Tropius menurutiku dan dia segera mendarat. ”Kau sudah sangat membantu, sekarang kembalilah ke dalam bola karena aku tak ingin melihatmu terluka,” lanjutku sambil mengarahkan Nest Ball ke arahnya. Tropius mengangguk dan kemudian dia berubah menjadi sinar, masuk ke dalam Nest Ball.
Di depanku kini terhampar sebuah gurun pasir nan luas dengan badainya yang mengerikan. Badai pasar bisa melukai Pokemon yang bukan tipe tanah, batu, atau besi, karena itulah aku memutuskan untuk memasukkan Tropius ke dalam bola.
Kukenakan kacamata hitam plastik tebal pemberian paman baik hati Mac Donald dan mulai melangkahkan kakiku memasuki gurun pasir. Badai yang keras langsung menyapaku dan membuatku kesulitan melangkah. Tetapi itu bukan masalah bagiku, karena tak ada yang bisa menghalangiku untuk menemui sahabatku, bahkan badai pasir sekeras apapun.
Aku semakin jauh memasuki gurun pasir. Sejauh mata memandang yang ada hanya hamparan pasir maha luas, bahkan langit birupun sama sekali tidak terlihat. Aku terus saja melangkah walaupun kakiku sudah terasa pegal. Aku jarang sekali berolahraga sehingga wajar bila aku mudah sekali lelah hanya dalam beberapa langkah. Meski begitu aku tak mau berhenti sebelum bertemu dengan dia.
Setelah melalui perjalanan yang jauh dan melelahkan, akhirnya aku melihat sebuah pintu gua di kejauhan. Kudekati gua itu perlahan seraya memastikan. Tak salah lagi, itulah gua tempatku bernaung dulu. Aku berdiri di depannya, membuatku teringat bagaimana awal perjalananku dulu, bagaimana aku menemukan....
Tiba-tiba kulihat sepasang mata tampak menyala dari dalam gua. Mata itu tampak bergerak-gerak, kupikir itu adalah seekor Pokemon. Selanjutnya kudengar derap kaki dari dalam gua di tengah berisiknya badai pasir. Suara langkah kaki itu semakin dekat hingga kemudian seekor Pokemon bertubuh kecoklatan dengan duri-duri besar di punggungnya keluar dan berlari ke arahku. Pokemon itu lalu berhenti di depan kakiku dan kemudian memeluk kakiku erat.
Aku tersenyum. Aku menunduk mengimbangi tubuhnya yang pendek. Kutatap pelan sahabatku itu. Pokemon pertamaku itu kemudian balas menatap. Entah kenapa sepertinya sudah lama sekali aku berpisah dengannya. Perlahan aku lalu memeluk tubuhnya yang dingin.
”Maafkan aku,” ujarku lirih. ”Sandslash....Aku benar-benar rindu padamu!”
BAB XVIII Selesai
Alih Bahasa:
Badai pasir – Sandstorm
Hipnotis – Hypnosis
Serangan Cermin – Mirror Move
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...