SELAMAT MEMBACA!!!

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.

Kini blog ini fokus menayangkan fanfic Pokemon terpopuler di Indonesia, Servada Chronicles karangan L. Maulana atau yang akrab dipanggil Elite Four L.

PERHATIAN!
Sebagian gambar dan materi dalam blog ini diambil dari internet sementara sebagian lagi murni buatan Elite Four L. Elite Four L tidak akan mengklaim materi yang bukan miliknya. Dilarang mengkopi artikel dalam blog ini tanpa izin dari Elite Four L. Terima kasih.

Nama-nama dan karakter Pokemon adalah hak cipta dari Nintendo, GameFreak, Creatures Inc., dan Pokemon Company. Servada Chronicles adalah hak cipta L. Maulana / Elite Four L.

Senin, 01 Agustus 2011

L's Diary: Eps. 259 - Wawancara Gaby

PhotobucketEpisode 259: Wawancara Gaby

Aku merayakan keberhasilanku melaju ke partai puncak liga Ever Grande dengan menghabiskan malam di bar Ever Grande. Tak perlu ditanya lagi, aku jadi pusat perhatian di dalam bar. Orang-orang yang mengenali wajahku langsung menghampiriku dan langsung saja aku menjadi selebriti dadakan. Beberapa dari mereka meminta tanda tanganku sementara yang lainnya mengucapkan selamat dan berlalu begitu saja. Sebenarnya ada juga yang memintaku foto bersama, tapi aku menolaknya karena saat ini jerawatku sedang tumbuh dengan pesatnya ibarat Persim berry yang ditanam kakakku di depan rumah.

“Bagaimana persiapan Anda untuk menghadapi partai final?” Tanya Gaby si reporter Hoenn TV yang tentu saja datang ke bar untuk mencari tahu keramaian apa yang terjadi disana. Dan saat dia bersama kameramennya menemukanku, sudah dipastikan dia akan mewawancaraiku. Hei, aku yang terbaik saat ini dan mungkin besok wajahku akan muncul di infotainment Silet dengan berita yang dibesar-besarkan.
“Well, hampir tidak ada,” jawabku asal. Sebenarnya memang aku tidak melakukan persiapan apa-apa untuk menghadapi lawanku di final nanti. Jangankan latihan khusus, nama lawanku saja aku tidak tahu. Kalian mungkin menganggapku malas dan tidak serius dalam liga Pokemon ini, aku sendiri tak percaya bisa mencapai partai final, benar…
“Apa itu artinya Anda yakin bisa memenangkan final?” Tanya Gaby lagi.
“Entahlah, kita lihat saja nanti,” jawabku tak tahu. “Yang kulakukan hanya memasuki arena dan melakukan yang terbaik, itu saja.”
“Wow, Anda percaya diri sekali,” puji Gaby. Dia lalu mendekatiku dan berbisik di telingaku. “Kami punya rekaman pertarungan Erou dan Nerou, kalau kau berminat melihatnya.”
“Erou dan Nerou? Siapa mereka?” tanyaku tak mengerti.
“Mereka semifinalis lainnya, apa kau tak tahu?” Gaby terheran mendengar pertanyaanku. “Kau tidak mengenal mereka?”
“Umm… siapa yang menang di antara mereka?” tanyaku lagi berusaha tertarik, tak ingin mengecewakan Gaby.
“Erou Kernway, dia begitu menakjubkan. Tapi Nerou sendiri memberikan perlawanan yang hebat. Tidak ada yang bisa menebak pasti pemenang pertarungan itu hingga Pokemon terakhir mereka,” cerita Gaby antusias.
“Apa mereka bersaudara?” selidikku penasaran mendengar nama mereka yang mirip.
“Tidak, mereka tidak bersaudara. Kau pasti berpikir begitu karena nama mereka sama-sama berakhiran ‘Rou’.”
“Oh, itu menarik,” sahutku datar. “Jadi aku akan melawan Erou?”
Gaby mengangguk. “Iya, dia petarung yang hebat dan kupikir dia kandidat juara tahun ini, sebelum kau. Bursa judi bertaruh banyak padanya, tapi aku tidak menyukainya. Meski tangguh, namun dia itu angkuh. Tak heran bila dia dijuluki si Tangguh Angkuh.”
“Julukan yang keren, paling tidak mereka tidak menjulukinya si pincang,” kataku iri.
“Eh, jangan salah ya… kau keren dengan julukan itu, apalagi dengan pembawaanmu yang misterius dan langkahmu yang pincang,” hibur Gaby tampak terkikik kecil.
“Kuanggap itu sebagai pujian,” sahutku kesal. “Jadi apa yang membuatmu menawarkan rekaman itu padaku? Sebagai wartawan harusnya kau netral.”
“Seperti yang kubilang tadi, aku tidak menyukai sikap angkuhnya dan aku berharap ada seseorang yang bisa menjatuhkannya. Kau tahu, aku bertaruh banyak padamu.”
“Oh, jadi kau ingin aku memenangkan final ini demi taruhanmu?” kini aku memandang sinis ke arah perempuan berambut pendek itu.
“Kalau kau mau, aku bisa membaginya,” tawar Gaby dengan tatapan membujuk.
“Aku tidak menginginkan hal itu dari liga, walaupun sebenarnya aku punya hutang,” jawabku. “Biarkan aku memikirkannya dulu.”
“Hei, aku heran denganmu,” sahut Gaby kesal. “Kau hanya perlu menyaksikan videonya, mempelajarinya, dan memenangkan pertarungan, apa susahnya? Aku justru memberikanmu kemudahan. Kau hanya perlu melakukan apa yang harus kau lakukan. Apa kau perlu berpikir untuk hal ini? Kupikir kau aneh.”
“Oke, baiklah… aku hanya sedikit curiga.”
Gaby langsung berkacak pinggang dan memasang wajah sebal. Dikeluarkannya sebuah bungkusan berwarna cokelat dan langsung disodorkannya kepadaku.

“Ambillah dan jangan kecewakan taruhan kami.” Usai mengatakan itu dia langsung berbalik dan mengajak kameramennya keluar bar.
“Apa kita perlu menayangkan rekaman wawancara ini?” Tanya kameramennya terkejut saat Gaby mendadak mengajaknya pergi.
“Tidak perlu, kita jadikan feature saja… wajahnya terlalu berjerawat untuk ditampilkan di televisi…”
Aku tersenyum saja mendengar ucapan Gaby dan memandangnya hingga mereka berdua keluar dari bar. Aku lalu memandang bungkusan cokelat pemberian Gaby yang kini berada di tanganku. Ada sesuatu yang harus kupelajari…

2 komentar:

Anda sopan, Sandslash pun segan...