
“Baiklah pemirsa semuanya,” kata Flame membuka pertarungan. “Berikutnya akan kita saksikan pertarungan penyisihan grup H antara Yusack melawan…”
BRAKKK!!!
Perkataan Flame terhenti bersamaan dengan suasana Battle Dome yang mendadak sunyi. Perhatian Flame dan juga semua orang kini tertuju padaku… yang baru saja menghantamkan sebuah tinju pada peserta berjubah hitam bernama Reaper. Reaper terjatuh dan menghantam meja di sampingnya.
“Lunar, apa yang kamu lakukan?!” sentak Flame terkejut. Suasana masih hening, tak ada suara sedikit pun dari penonton di tribun.
“Dia… dia yang sudah menyerang Solar, Tropius milikku!” jawabku lantas sembari menuding ke arah Reaper. “Apa… apa yang sebenarnya kau lakukan? Kenapa kau menyerang Solar?!”
“Lunar, apa yang kamu lakukan? Segeralah menyingkir dari arena… kenapa bisa-bisanya kamu…”
“Flame, Solar adalah salah satu Pokemon terbaikku,” ujarku memotong perkataan Flame. “Dia aku bawa kesini karena aku ingin menggunakannya dalam turnamen ini. Apakah benar melukai seekor Pokemon milik trainer lain di luar pertarungan? Apakah ini bukan tindakan kotor untuk bisa menyingkirkan lawan dengan mudah?”
Hening. Tak ada suara. Semuanya tampak terpana melihatku di arena bahkan Flame sekalipun.
“Jadi Tropius itu milikmu…” terdengar sebuah suara bergetar. Aku menoleh dan mendapati Reaper tampak mencoba berdiri. “Si Pincang dari kota Verdanturf… ternyata gerakanmu cepat juga untuk ukuran orang pincang,” kata Reaper terkekeh. Aku terkejut mendengarnya. Yang membuatku heran adalah suaranya. Suaranya terdengar bergetar, seperti bukan suara manusia biasa.
“Apa yang kau inginkan dariku?” lanjut Reaper berhasil berdiri. “Aku hanya seorang trainer yang melindungi diriku dari serangan Pokemon liar. Mana aku tahu kalau ternyata Tropius itu ada yang memiliki. Siapa yang sudah membiarkannya lepas begitu saja di alam liar? Siapa yang harus bertanggung jawab?”
“K…Ka… KAU!!”
“Sudah cukup Lunar!” terdengar suara berat dari pintu masuk arena. Rupanya Scott, dia berjalan cepat ke arahku, menghalangiku dari Reaper. “Aku sudah mengetahui masalahmu dari Pokemon Center, tapi kamu tidak bisa begitu saja menyalahkan Reaper,” bela Scott. “Reaper melakukan perlindungan diri, dia melindungi diri dari Tropius yang dikiranya Pokemon liar. Salahmu juga kenapa membiarkan Tropius bepergian sendirian.”
“Memangnya apa yang telah dilakukan Solar? Apakah Solar terlihat akan melakukan serangan?” sahutku kesal. “Lagipula apa yang sebenarnya dilakukan trainer pengecut yang tidak berani menunjukkan wajahnya ini?” tunjukku kasar pada Reaper. “Buka tudungmu pengecut! Aku ingin lihat wajahmu! Aku ingin lihat bagaimana kamu bisa menjatuhkan seekor Tropius dengan tanganmu!”
“Lunar hentikan!” teriak Flame keras. Dia menatap wajahku tajam. “Aku memang tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi Lunar yang kulihat saat ini bukanlah Lunar yang dulu kukenal. Ada apa denganmu?”
Aku terdiam. Ucapan Flame barusan begitu menusuk hatiku. Aku tersadar. Flame benar, entah bagaimana aku merasa bukan diriku yang sebenarnya. Entah mengapa aku merasa lebih jahat… tapi lebih kuat…
Flame berjalan pelan menghampiri Scott dan menyerahkan mikropon kepadanya. “Cukup untuk hari ini… aku lelah ingin istirahat…” katanya terdengar kesal. Setelah mengatakan itu dia lalu berjalan pelan keluar dari arena diikuti Flareon miliknya.
“Hei-hei… Flame, apa yang kau lakukan?” Tanya Scott terkejut. “Flame, sebagai Miss Festival kamu tidak bisa bersikap seperti ini… Flame!” kata Scott mengejar Flame keluar arena.
Aku menunduk terdiam seraya mengepalkan tanganku erat. Aku melihat sekilas ke arah Reaper dimana dia masih berdiri disana. Aneh, kenapa aku merasakan aura yang aneh saat berdekatan dengan orang ini? Kenapa aku merasa lebih kuat? Siapa sebenarnya orang ini?

“CYNDA!” sahut seekor Pokemon seperti tikus yang tiba-tiba muncul dari sela-sela jaketnya. Dari punggung Pokemon itu muncul duri-duri api yang panas.
“Masa bodoh!” sahutku kesal. Aku berjalan meninggalkan arena begitu berniat keluar dari Dome. Akan tetapi aku menghentikan langkahku tepat di pintu keluar. Aku menoleh melihat ke Reaper dengan sorot tajam.
“Reaper… kita masih punya urusan untuk diselesaikan… semoga saja kita bisa bertemu di arena ini…” kataku ketus.
Reaper diam saja tak menjawab. Entah kenapa aku merasa dia itu bukan manusia. Aku bahkan tidak merasakan nafasnya sama sekali tadi. Aku lalu berbalik dan kembali melangkah keluar, dengan perasaan kesal membuncah di dada…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda sopan, Sandslash pun segan...